Tuesday, May 17, 2016

Makalah Sejarah Peradapan Islam tentang Sejarah Peradapan Islam Di Indonesia



I.                   PENDAHULUAN
Peradaban islam ada sejak zaman Rasullah SAW. Sampai kepada abad ke 12 M. Telah berhasil  membangun beradaban-peradaban baru di dunia islam. Peradaban islam di masa lampau belumlah banyak mengarugi lautan, hal ini dikarenakan taraf kemampuan manusia pada saat itu belum mampu berpikir bagaimana membuat alat yang dapat dipakai mengarungi lautan. Namun setelah manusia mampu menciptakan alat untuk mengarung lautan peradaban manusia  pun berkembang  dan  semakin maju.        
Begitupula dengan peradaban yang ada di indonesia sejak lama sampai sekarang mengalami perubahan yang besar. Perubahan  manusia semakain maju dengan demikian terjadilah hubungan antar wilayah bahkan antar negara, merekapun mengadakan hubungan persahabatan dan kerja sama dan perdagangan untuk saling membantu  dalam berbagai keperluan hidup ini. Indonesia yang dikenal sebagai sebagai penghasil rempah-rempah dan bumi indonesia sangat subur sehinggga mengundang para pedagang  dari berbagai negara untuk datang ke indonesia melakukan kerjasama, dalam hal ini terjadilah proses penyebaran agama islam di indonesia.
Masuknya islam di indonesia dibah oleh para saudagar baik yang dari mekkah india maupun persia. Dengan demikian kehidupan indonesia atau agama islam yang ada di indonesia mempunyai kemiripan dengan agama islam yang ada di mekkah maupun india baik dari corak kebudayaan maupun mazhab yang berkembang di indonesia. Disamping itu bangsa indonesia juga dilatar belakangi oleh  politik dan ekonomi  sriwijaya  yang mengalami kemunduran. Dengan kemunduran sriwijaya dimanfaatkan pula oleh para pedagang  muslim untuk mendapatkan keuntungan politik dan perdagangannya.
II.                LATAR BELAKANG MASALAH
1.      Kedatangan Islam Di Indonesia.
2.      Sejarah Awal Masuknya Islam Ke Indonesia.
3.      Perkembangan Politik Islam di Indonesia

III.             PEMBAHASAN
A.    KEDATANGAN ISLAM DI INDONESIA
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang perbedaan teori di atas disini akan dibahas secara sederhana sebagi berikut :
1.      Teori Gujarat
Teori ini dinamakan teori Gujarat bertolak dari pandangan teori yang mengatakan asal Negara yang membawa Agama Islam ke Nusantara adalah dari Gujarat. Adapun pelatak teori ini adalah Snouk Hurgronje lebih menitik beratkan pandangannya ke Gujarat berdasarkan: pertama, kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa arab dalam penyebaran agama islam ke nusantara. Kedua, hubungan dagang Indonesia-India telah lama terjalin. Ketiga, inskripsi tertua  tentang Islam yang terdapat di sumatra memberikan gambaran hubungan antara sumatra dan Gujarat.
Sejalan dengan pendapat di atas ini, W.F. Stutterheim, mengatakan masuknya Islam ke Nusantara pada abad ke-13. Pendapatnya juga didasarkan pada bukti batu nisan sultan pertama dari kerajaan samudra, yakni Malik Al-Shaleh yang wafat pada 1297. Selanjutnya ditambahkan tentang asal Negara yang mempengaruhi masuknya Agama Islam ke Nusantara adalah Gujarat. Dengan alasan Islam disebarkan melalui jalan dagang antar Indonesia-cambay (Gujarat) Timur Tenggah-Eropa.
Perkembangan perkampungan Arab mulai berkembang hal ini mempengaruhi pula perkembangan Arab yang terdapat di sepanjang jalan perdangangan di Asia Tenggara. Dari keteranga J.C. Van ini masuknya islam ke Nusantara tidak terjadi pada abad ke-13 melainkan telah terjadi pada abad ke-7. Sedangkan abad ke-13 merupakan saat perkembangan Islam.[1]
2.      Teori Makkah
Dalam teori ini Hamka lebih mendasarkan pandangannya pada peranan bangsa Arab sebagai pembawa Agama Islam ke Indonesia. Gujarat dinyatakan sebagai  tempat singgah semata, dan makkah sebagi pusat, atau Mesir sebagai pengambilan ajaran Islam. Ia menambahkan pengamatan pada masalah manzhab Syafi’i, sebagai mazhab yang istimewa di Makkah dan mempunyai pengaruh yang besar di Indonesia. Tetapi titik analsisnya pada permasalahan perdagangan yang dibaca adalah barang yang didagang  dan jalan perdagangannya. Sebaliknya penglihatan penelitian hamka lebih tajam sampai permasalahan mazhab yang menjadi bagian laporan kunjungan Ibnu Battutah ke Nusantara.
Guna dapat mengetahui lebih lanjut mengenai pendapat waktu masuknya Islam di Nusantara pada abad ke-7, perlu penjelasan tentang peranan bangsa Arab dalam perdagangan di Asia  yang dimulai sejak abad ke-2 SM. Peranan ini tidak dibicarakan oleh penganut teori Gujarat. Tinjauan tentang teori Gujarat mengharuskan peranan bangsa Arab dalam perdagangan dan kekuasaan di lautan, yang telah lama mengenal samudera Indonesia daripada bangsa-bangsa lainnya.
Informasi sejarah menjelaskan bahwa bangsa Arab telah sampai ke Ceylon pada abad ke-2 SM. Memang tidak dijelaskan lebih lanjut tentang sampainya ke Indonesia. Tetapi bila kita hubungkan dengan penjelasan kepustakaan Arab Kuno yang menyebutkan Al-Hind yang berarti India dan pulau-pulau yang sebelah timurnya sampai ke Cina, dan Indonesia pun disebut sebagai pulau-pulau Cina, besar kemungkinan pada abad ke-2 SM bangsa Arab telah sampai ke Indonesia hanya penyebutnya sebagia pulau-pulau Cina atau Al-Hind.[2]
Bila memang telah ada antara hubungan bangsa Arab dengan Indonesia sejak abad ke-2 SM, Maka bangsa Arab merupakan bangsa Asing yang pertama datang ke nusantara. Berdasarkan keterangan yang dikemukakan oleh D.H. Burger dan Prajudi Atmosudirdjo, bangsa dan Cina baru mengadakan hubungan dengan Indonesia pada abad ke-1 M. Sedangkan hubungan Arab dan Cina terjadi jauh lebih lama, melalui jalan darat menggunakan kapal sahara jalan darat ini sering disebut sebagai jalan sutera, berlangsung sejak 500 SM.
Timbulnya perkampungan Arab baik dipantai barat Sumatra ataupun di Asia Tenggara dan kanton, di tunjang oleh kekuatan laut Arab. Fakta ini memberikan bukti telah terjadi hubungan Indonesia Arab jauh sebelum abad ke-13.[3]
B.     SEJARAH AWAL MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA
Menurut seminar masuknya Islam di Indonesia di medan tahun 1963, Islam masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 M.
Seminar masuknya Islam di Indonesia tersebut menghasilkan keputusan sebagai berikut :
1.      Menurut sumber-sumber yang kita ketahui, Islam untuk pertama kalinya telah masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriah(abad ke-7) langsung dari Arab.
2.      Daerah yang pertama didatangi oleh Islam ialah pesisir Sumatra, dan bahwa setelah terbentuknya masyarakat Islam, maka Raja Islam yang pertama berada di Aceh.
3.      Dalam proses pengislaman selanjutnya, orang-orang Indonesia aktif mengambil bagian.
4.      Mubaligh-mubaligh Islam yang pertama-tama itu sebagai penyiar Islam juga sebagai saudagar.
5.      Penyiaran Islam di Indonesia dilakukan denga cara damai.
6.      Kedatangan Islam di Indonesia, membawa kecerdasan dan peradaban yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia.
Pendapat senada tentang masuknya Islam di Indonesia dikemukakan oleh Thomas W. Arnold dalam the preaching Islam, ia mengatakat, “mungkin Agama ini telah dibawa kemari oleh pedagang-pedagang Arab sejak abad-abad pertama hijriah, lama sebelum kita memiliki catatan  ssejarah dimana sebenarnya pengaruh mereka telah mulai terasa.
Menurut literatur kuno tiongkok, sekitar tahun 625 M telah ada sebuah perkampungan arab Islam di pesisr pantai sumatra. Jadi hanya 9 tahun sejak rasulullah saw memproklamirkan dakwah Islam secara terbuka, di pesisir pantai sumatra sudah terdapat sebuah perkampungan Islam. Akat tetapi, pada priode ini islam belum berkembang secara menyeluruh dan hanya beberapa wilayah yang sudah memeluk Islam, misalnya sebagian sumatra dan sebagian pantai utara jawa.
Adapun perkembangan selanjutnya, Islam berkembang secara lebih besar pada abad ke 12 M. Menurut para sejarawan Islam masuk ke Indonesia melalui beberapa jalur, sehingga dengan cepat dapat diterima oleh masyrakat Indonesia.[4]
Jalur-jalur yang dilakukan oleh para penyebar Islam yang mula-mula di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.      Melalui Jalur Perdagangan
Pada taraf permulaan, saluran Islamisasi adalah perdangan. Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan. Mereka yang melalukan dakwah islam, sekaligus menjadi pedagang.
2.      Melalui jalur perkawinan
Dengan melalui jalur perkawinan, para menyebar Islam melakukan perkawinan dengan penduduk pribumi. Melalaui jalur perkawianan mereka telah menanamkan cikal bakal kader-kader Islam.
3.      Melaui jalur tasawuf
Para penyebar Islam juga terkenal sebagai pengajar-pengajar tasawuf. Oleh karena itu, penyebaran Islam kepada masyarakat Indonesia melalui jalur tasawuf atau mistik ini mudah diterima karena sesuai dengan alam pikiran masyarakat indonesia. Misalnya, menggunakan Ilmu-ilmu riyadhat dan kesaktian dalam proses penyebaran Islam kepada penduduk setempat.
4.      Melalui jalur pendidikan
Dalam Islamisasi di Indonesia ini, juga dilakukan melalui jalur pendidikan seperti pesantren, surau, masjid dan lain-lain yang dilakukan oleh guru-guru Agama, Kyai dan Ulama.
5.      Melalui jalur kesenian
Para penyebar Islam juga menggunakan kesenian dalam rangka penyebaran Islam, antara lain dengan wayang, sastra, dan berbagai kesenian lainnya.
6.      Melalui jalur politik
Para penyebar Islam juga menggunakan pendekatan politik dalam penyebaran Islam. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di indonesia. Demi kepentingan  politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam. Kemenangan-kemenangan secara politik banyak menarik penduduk kerajaan yang bukan Islam memeluk Islam.[5]
C.     PERKEMBANGAN POLITIK ISLAM DI INDONESIA.
1.      Sebelum Kemerdekaan.
Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriyah atau abad ke tujuh sampai abad ke delapan masehi. Ini mungkin didasarkan kepada penemuan batu nisan seorang wanita muslimah yang bernama Fatimah binti Maimun dileran dekat Surabaya bertahun 475 H atau 1082 M. Sedang menurut laporan seorang musafir Maroko Ibnu Batutah yang mengunjungi Samudera Pasai dalam perjalanannya ke negeri Cina pada tahun 1345 M. Agama islam yang bermahzab Syafi’I telah mantap disana selama se abad, oleh karena itu berdasarkan bukti ini abad ke XIII di anggap sebagai awal masuknya agama islam ke Indonesia. Daerah yang pertama-pertama dikunjungi ialah :
a.  Pesisir Utara pulau Sumatera, yaitu di peureulak Aceh Timur, kemudian meluas sampai bisa mendirikan kerajaan islam pertama di Samudera Pasai, Aceh Utara.
b.  Pesisir Utara pulau Jawa kemudian meluas ke Maluku yang selama beberapa abad menjadi pusat kerajaan Hindu yaitu kerajaan Maja Pahit.

Adapun tahapan-tahapan “masa” yang dilalui atau pergerakan sebelum kemerdekaan, yakni :
a.       Pada Masa Kesultanan
Daerah yang sedikit sekali disentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha adalah daerah Aceh, Minangkabau di Sumatera Barat dan Banten di Jawa. Agama islam secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama, social dan politik penganut-penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut agama islam itu telah menunjukkan dalam bentuk yang lebih murni. Dikerajaan tersebut agama islam tertanam kuat sampai Indonesia merdeka. Salah satu buktinya yaiut banyaknya nama-nama islam dan peninggalan-peninggalan yang bernilai keIslaman.
Dikerjaan Banjar dengan masuk islamnya raja banjar. Perkembangan islam selanjutnya tidak begitu sulit, raja menunjukkan fasilitas dan kemudahan lainnya yang hasilnya membawa kepada kehidupan masyarakat Banjar yang benar-benar bersendikan islam. Secara konkrit kehidupan keagamaan di kerajaan Banjar ini diwujudkan dengan adanya Mufti dan Qadhi atas jasa Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam bidang Fiqih dan Tasawuf.
Islam di Jawa, pada masa pertumbuhannya diwarnai kebudayaan jawa, ia banyak memberikan kelonggaran pada sistem kepercayaan yang dianut agama Hindu-Budha. Hal ini memberikan kemudahan dalam islamisasi atau paling tidak mengurangi kesulitan-kesulitan. Para wali terutama Wali Songo sangatlah berjasa dalam pengembangan agama islam di pulau Jawa.
b.      Pada Masa Penjajahan
Kolonial belum berani mencampuri masalah islam, karena mereka belum mengetahui ajaran islam dan bahasa Arab, juga belum mengetahui sistem social islam. Pada tahun 1808 pemerintah Belanda mengeluarkan instruksi kepada para bupati agar urusan agama tidak diganggu, dan pemuka-pemuka agama dibiarkan untuk memutuskan perkara-perkara dibidang perkawinan dan kewarisan.
Setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat urusan Pribumi dan Arab, pemerintahan Belanda lebih berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah islam di Indonesia, karena Snouck mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di negeri Arab, Jawa, dan Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang dikenal dengan politik islamnya. Dengan politik itu, ia membagi masalah islam dalam tiga kategori :
a)    Bidang agama murni atau ibadah
Pemerintahan kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat islam untuk melaksanakan agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
b)   Bidang sosial kemasyarakatan
Hukum islam baru bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan adapt kebiasaan.
c)    Bidang politik
Orang islam dilarang membahas hukum islam, baik Al-Qur’an maupun Sunnah yang menerangkan tentang politik kenegaraan dan ketata negaraan.
c.       Masa Penjajahan Belanda
Pada tahun 1755 VOC berhasil menjadi pemegang hegemoni politik pulau jawa dengan perjanjian Giyanti, karena itu raja jawa kehilangan kekuasaan politiknya. Bahkan, kewibawaan raja sangat tergantung pada VOC. Campur tangan colonial terhadap kehidupan makin meluas, sehingga ulama-ulama keratin sebagai penasihat raja-raja tersingkir. Rakyat kehilangan kepimpinannya, sementara penguasaan colonial sangat menghimpit kehidupan mereka. Eksploitasi hasil bumi rakyat untuk kepentingan pemerintah colonial belanda merajalela, penggusuran dan perampasan tanah milik rakyat untuk kepentingan pemerintah sangat di galakkan. Raja-raja tradisional jarang membantu rakyat, bahkan setelah mendapatkan gaji mereka memihak kepada tuannya (belanda). Rakyat ketakutan dan kesulitan menghadapi penindasan ini terjadi sampai abad ke-14. Dalam kondisi rakyat mencerai pemimpin non formal (para ulama, kyai, atau bangsawan) yang masih memerhatikan mereka. Pusat kekuatan politik berpindah dari istana ke luar, salah satunya kepesantren-pesantren yang kemudian menjadi basis perlawanan.
Dalam kondosi seperti itu rakyat bergabung kepada pemimpin non formal para kyai, ulama’, dan bangsawan yang menggalang rakyat untuk melawan dan berjuang atas nama agama.Terjadilah Perang Padri (1821-1837), dipelopori Imam Bonjol dibantu delapan ulama’ yang bergelar Harimau Nan Salapan, Perang Aceh (1873-1904) dipimpin panglima Polim yang di dukung para ulama’, haji dan Muslim Aceh.[6]
d.      Masa Penjajahan Jepang
Sebagai penjajah, jepang jauh lebih kejam dari pada Belanda.Jepang merampas semua harta milik rakyat untuk kepentungan perang, sehingga rakyat matyi kelaparan.Untuk menymbung hidup, rakyat makan pisang muda atau hatinya batang pisang, sedangkan untuk baju rakyat memakai goni. Rakyat dicekam ketakutan kepada jepang yang kempeitei (polisi rahasia)nya terkenal sangat ganas.
Jika pada masa belanda ada istilah “kerja rodi”, maka dizaman menjadi “romusha”. Jika kerja rodi masih bekerja (paksa) dikampung sendiri, maka  romushadikirim jauh sampai kepedalaman Burma dan Thailand (Muang Thai) untuk membangun jalur kereta api yang menghubungkan Birma-Bangkok melalui Konbury.
Islam akan dihapus dan akan diganti dengan agama Shinto. Oleh karena itu, bahasa dan aksara Arab dilarang. Walaupun nanti larangan itu dicabut ketika jepang sudah kepepet hamper kalah. Perintah ber-seikeirei  (membungkuk seperti ruku’ dalam shalat kea rah matahari terbit di Timur kea rah Tenno Heika karena ia dianggap keturunan Dewa Matahari Amaterasu Omikami – Tuhan jagad raya yang mengaruniai kepada ras Yamato)  dianggap sebagai suatu paksaan untuk berbuat syirik. Dilihat darui itu jepang sebenarnya lebih kafir dari pada Belanda, karena belanda masih tergolonhg kafir  kitabi.[7]
Untuk mempercepat usaha itu segala cara ditempuh, yaitu dengan cara-cara sebagai berikut :
a)    Membersihkan kebudayaan Barat, kebudayaan Islam diganti drngan kebudayaan jepang.
b)   Mengubah system pendidikan
c)    Membentuk barisan pemuda
d)   Memobilisasi pemimpin Islam
e)    Membentuk organisasi baru. diantaranya aldalah Shumubu (Departemen Agama Buatan Jepang) dibentuk maret 1942 M dan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dibentuk tanggal 24 Oktober 1943 M.[8]

2.      Politik Islam Masa Kemerdekaan
a.       Masa Revolusi
Pada tanggal 6 agustus 1945  hirosima dibopm. Tanggal m7 agustus 1945 pemerintah jepang membentuk PPKI (panitia oersiapan kemerdekaan Indonesia). Soekarno, Hatta, dan Dr. Radjiman diundang menemui Marsekal Terauchi di Dalai (Vietnam). Tanggal 8 agustus 1945 Mansuria diduduki Rusia. Tanggal 9 agustus 1945 Nagasaki dibom. Hatta meminta soebardjo untuki mempersiapkan rapat PPKI yang akan diadakan  tanggal 16 agustus 1945. Tanggal 15 agustus 1945 soebardjo dating kerumah hatta yang sedang membuat teks proklamasi.Soebardjo dan hatta kemudian pergi kerumah soekarno, disana ada beberapa pemuda yang memaksa soekarno mengumumkan kemerdekaan malam itu juga melalui radio. Karena soekarno menolak, Wikana (juru bicara pemuda) mengancam bahwa darah akan mengalir jika proklamasi tidak diumumkan, tetapi soekarno tetap menolak.
Ketika Soekarno tetap menolak para pemuda kecewa, tetapi mereka sadar tanpa Soekarno-hatta mereka tidak sanggup melancarkan revolusi. Oleh karena itu, akhirnya Soekarno-hatta diculik. Saat mereka baru saja selesai makan sahur tanggal 16 agustus 1945, dibawah pimpinan Soekarno, mereka dibawa ke Rengasdengklok. Di Jakarta, ketidak hadiaran Soekarno-hatta yang mengundang rapat PPKI menimbulkan kekhawatuiran. Namun, rupanya barisan peta (pemuda) tidak kompak sehingga yang semula merencanakan revolusi tidak terjadi. Akhirnya, salah seorang anggota peta menceritakan kepada soebardjo dan bersedia mengantar Soekarno-hatta ke Jakarta.
Soekarno-hatta diminta menemui Jenderal Nashimura yang dihadiri laksamana Maeda. Nashimura mengatakan bahwa ia tidak bertanggung jawab lagi karena panglima yang kalah perang. Oleh karena itu, akhirnya Soekarno-hatta membuat teks proklamasi yang disetuji oleh PPKI.Pada subuh jam 3 pagi 17 agustus 1945 teks proklamasi selesai dibuat, jam 10.00 dikumandangkan di Pegangsaan Timur 56.[9]
b.      Masa Mempertahankan Kemerdekaan
Dalam poroses membentuk dan mempertahankan Negara yang baru dicapai secara revolusi, Masyumi sebagai satu-satunya partai piltiuk yang berideologi islam pada saat itu memandang bahwa masyumi harus langsung terelibat dalam jabtan-jabatan kekuasaan Negara sebagai suatu jalan strategis untuk mewujudkan tujuan-tujuannya. Dengan cara  demikian hokum-hukum Allah ttidak saja keluar dari ceramah-ceramah alim ulama’ dimimbar-mimbar masjid saja, tetapi juga berasal dari pejabat-pejabat pemerintah dan menjadi undang-undang. Untuk itu selam kehadirannya, masyumi merupakan partai yang terlibat dalam elit pemerintahan, antara lain dengan membentuk pemerintahan atau berkoalisi dengan poartai-partai lain, sehungga masyumi turut memainkan peranan dalam menetukan dasar politik Indonesia.
Masyumi memernkan politik yang menentukan pada dua kabinet Natsir April 1951, Sukiman Wiryosendjojo, kedua-duanya menjadi perdana menteri.Pada dua kabinet itu, Menteri Agama berada idtangan KH.Wahiud  Hasyim (unsure NU dalam Masyumi) sedangkan pada kabinet Wilopo-Prawoto, KH. Fakih Usman (unsure Muhammadiyah dalam Masyumi). Dalam kabinet Wilopo, Masyumi mendapat empat kursi dalam pemerintahan.Pada kabinet ke-enam Burhanuddin Harahap, kembali lagi masyumi menjadi Perdana Menteri.Kabinet ini merupakan kabinet terakhir sebelum partai ini dibubarkan tahun 1960.Prestasi kabinet ini menghasilakan Pemilu pertama 1955 dalam sejarah Republik Indonesia, yaitu membubarkan Uni Indonesia- Belanda.Suatu keberanian yang perlu dicatat, adalah mengembalikan wibawa pemerintah terhadap Angkatan Darat.[10]
IV.             PENUTUP
Jikalau kita amati perjalanan Sejarah Islam di Indonesia dari masa ke masa  sejak kedatangan, proses penyebaran sampai zaman tumbuh dan berkembangnya Kesultanan Kesultanan bahkan mencapai keemasannya terasa telah terjadinya dinamika histories yang menggembirakan.. Di zaman Keemasan Kesultanan-Kesultanan di Indonesia sebagaimana telah dicontohkan terutama abad ke-17 M. telah memberikan warisan sejarah yang gemilang dalam berbagai aspek: Sosial- politik Sosial-ekonomi-perdagangan,  Sosial –keagamaan dan kebudayaan, ternyata telah memberikan citra yang dapat dibanggakan. Namun demikian setelah mulai dimasuki pengaruh baik politik, ekonomi-perdagangan maupun system pemerintahan maka umat Islam mengalami keresahan yang akibatnya muncul perlawanan atau pemberontakan melwan politik penjajahan baik melalui gerakan politik mapun gerakan keagamaan dan gerakan pendidikan. Namun upaya perjuangan masyarakat Musilm di bawah pimpinan para ulama itu mengalami kegagalan akibat berbagai factor antara lain: perselisihan internal yang kemudian dimasuki politik divide et empera, pemisahan persatuan antara ulama dan umara, antara perjuangan dari satu daerah dengan daerah lainnya belum ada persatuan, pendidikan masyarakat yang dengan sengaja oleh pokitik Belanda dibedakan terutama menuju sekulerasmi dengan pengawasan ketat terhadap pendidikan non-pemerintah yang berlandaskan keagamaan dsb.
Demikian secara garis besar nasib umat Islam di Indonesia selama penjajahan dan bagaimana seharusnya untuk masa kini dan mendatang untuk menumbuhkan citra kejayaan Islam kita Indonesia, mungkin perlu diusahakan:
1) Terpeliharana uhuwah Islamiah di kalangan umat Islam Indonesia khususnya
dan umat Islam di dunia pada umumnya;
2)  Melakukan serta meningkatkan kehidupan keagamaan bagi kehidupan dan ke-
sejahteraan dunia dan akhirat dengan berpedoman kepada isi dan maknanya
      Al-Qur’an dan Hadis serta ajaran-ajaran dalam Syari’ah;
3)   Memperjuangkan keadilan serta menegakkaanya untuk mencapak ketertiban,
keamanan, kenyamanan serta kebahagiaan umat Islam;
4)  Mengupayakan kemajuan dalam pendidikan keagaamaan baik formal maupun
Non-formal demi kecerdasan umatnya serta ketakwaannya kepada Allah SWT.
5) Memajukan bidang seni-budaya Islami melalui berbagai kegiatan di kalangan
anak-anak, remaja serta dewasa umat Muslim.
Demikianmasalah serta pokok-pokok berkenaan dengan thema  yang telah kamikemukakan di atas. Semoga bermanfaat bagi kita semua dan terimakasih atas segala perhatian Saudara-Saudari sekalian. Wa billahi taufik wal hidayah, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

V.                DAFTAR PUSAKA
Supriadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam,(Bandung: CV Pustaka Setia).
Munir Amin, Samsul. Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: AMZAH, 2009).
Mansur Suryanegara, Ahamad. Menemukan Sejarah Wacana Pengerakan Islam Di Indonesia, (Penerbit Mizan Khazanah Ilmu-Ilmu Islam).
Abdullah, Taufik. (Ed.), Sejarah Umat Islam Indonesia, (Majelis Ulama Indonesia, 1991).
Siddiqi, Nourouzzaman. Menguak Sejarah Muslim, Suatu Kritik Metodologis,(Yogyakarta:PLP2M, 1984).
Sunanto, Musyrifah.  Sejarah Peradaban Islam Indonesia,(Jakarta: Rajawali pers, 2010).
Syafi’I Ma’arif, Ahmad.  Islam Dan Politik Indonesia, Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965),  (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988).


[1] Ahamad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah Wacana Pengerakan Islam Di Indonesia, (Penerbit Mizan Khazanah Ilmu-Ilmu Islam), hlm. 76.
[2] Ibid., hlm. 83.
[3]  Ibid., hlm. 84.
[4] Samsul Munir Amin, Sejarah Peredaban Islam,(Jakarta: AMZAH), hlm. 303.
[5] Ibid., hlm. 304
[6] Taufik Abdullah, (Ed.), Sejarah Umat Islam Indonesia, (Majelis Ulama Indonesia, 1991), hlm. 139.
[7] Nourouzzaman Siddiqi, Menguak Sejarah Muslim, Suatu Kritik Metodologis,(Yogyakarta:PLP2M, 1984), hlm.124.
[8] Musyrifah  Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia,(Jakarta: Rajawali pers, 2010), hlm.39.
[9] Taufik Abdullah, (Ed.), Sejarah Umat Islam Indonesia, (Majelis Ulama Indonesia, 1991), hlm. 306.
[10] Ahmad Syafi’I Ma’arif, Islam Dan Politik Indonesia, Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965),  (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), hlm.38-39.

No comments:

Post a Comment