BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Dinamika
perkembangan ilmu tafsir dan karya-karya tafsir perlu diperhatikan dan diikuti
jejaknya. Meski lahirnya bidang ini jauh sebelum para tabi’in dan ulama
kontemporer merumuskan dan mengembangkannya, namun minat untuk mengkaji dan
merevolusi tak pernah habis dimakan zaman. Sehingga karya-karya tafsir ulama
era at-Thabari, Ibn Katsir, Zamakhsyari dan lainnya tersebut mengingspirasi
para mufasir baru sebagai penerus untuk mengembangkan model dalam bentuk karya
penafsiran, karena menjadi sebuah tuntutan bahwa al-Qur’an merupakan sumber
jawaban atas segala permasalahan di waktu dan tempat mana pun (Shohih likulli
zaman wal makan).
Indonesia
sebagai salah satu bagian terpenting dalam sejarah perkembangan Islam, tak
luput dari sentuhan tafsir. Sehingga lahirlah berbagai karya tafsir dalam kurun
waktu yang berbeda dengan corak, metode, dan subtansinya juga berbeda. Seiring
dengan latarbelakang tokoh atau penciptanya serta diwarnai dengan alasan
dibuatnya karya tersebut yang beragam pula maka perlu ditarik sebuah garis
panjang yang menghubungkan antara satu karya tafsir dari awal hingga karya
tafsir kontemporer.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana
Biografi Prof.M. Quraish Shihab dan
karya-karyanya?
2.
Bagaimana Sejarah Penulisan Tafsir Al
Misbah Karya Prof.M.
Quraish Shihab?
3.
Bagaimana Sistematika, Corak
Penulisan, Dan Contoh Tafsir Al Misbah Karya Prof.M. Quraish Shihab?
4.
Darimana Saja Sumber Rujukan Penulisan Dan
Komentar Pembaca Mengenai Tafsir Al Misbah Karya Prof.M.
Quraish Shihab?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Biografi Prof.M.
Quraish Shihab
M.
Quraish Shihab lahir tanggal 16 februari 1944 diRapang, Ujung Pandang, Sulawesi
Selatan, Ayahnya bernama Abdurrahman Shihab adalah keluarga keturunan arab yang
terpelajar dan menjadiulama sekaligus guru besar di IAIN Alauddin Ujung
pandang, sebagai seseorang yang berfikiran maju, Abdurrahman percaya bahwa
pendidikan merupakan agen perubahan. Sejak kecil, M. Quraish Shihab telah
menjalani pergumulan dan kecintaan terhadap al-Qur’an. Pada umur 6-7 tahun, ia
harus mengikuti pengajian alQur’an
yang diadakan ayahya
sendiri. pada waktu
itu, selain menyuruh membaca al-Qur’an,
ayahnya juga menguraikan
secara sepintas tentang kisah-kisah dalam
al-Qur’an. Di sinilah
mulai tumbuh benih-benih kecintaan Quraish Shihab kepada
al-Qur’an.[1]
M. Quraih
Shihab menyelesaikan sekolah
dasarnya di kota
Ujung Pandang. Kemudian ia
melanjutkan sekolah menengahnya di
kota Malang sambil belajar agama di pesantren Dar al-Hadis al-Fiqhiyah.[2] Pada tahun 1958,
ketika berusia 14
tahun, ia berangkat
ke Kairo, Mesir
untuk melanjutkan studi, dan
diterima di kelas
II Tsanawiyah Al-Azhar. Setelah itu ia
diterima sebagai mahasiswa
di Universitas Al-Azhar
dengan mengambil jurusan Tafsir
dan Hadits, Fakultas
Ushuluddin hingga menyelasaikan
Lc pada tahun 1967. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya pada
fakultas dan jurusan
yang sama hingga
memperoleh gelar master (MA) pada tahun 1969.[3]
Setelah menyelesaikan
studinya dengan gelar
M.A tersebut, untuk sementara ia kembali ke Ujung Pandang.
Dalam kurun waktu kurang lebih
sebelas tahun (1969
sampai 1980) ia
terjun ke berbagai
aktivitas sambil menimba pengalaman
empirik, baik dalam
bidang kegiatan akademik
di IAIN Alauddin maupun
di berbagai institusi
pemerintah setempat. Dalam masa
menimba pengalaman dan
karier ini, ia
terpilih sebagai pembantu
Rektor III IAIN
Ujung Pandang. Selain
itu, ia juga
terlibat dalam pengembangan
pendidikan perguruan tinggi swasta wilayah timur Indonesia dan diserahi
tugas sebagai koordinator
wilayah. Di tengah-tengah kesibukannya itu
ia juga aktif
melakukan kegiatan ilmiyah
yang menjadi dasar
kesarjanaannya. Beberapa penelitian telah dilakukannya. Di antaranya, ia meneliti
tentang “Penerapan Kerukunan
Hidup Beragama di
Timur Indonesia” (1975), dan “Masalah Wakaf di Sulawesi Selatan” (1978).
Pada tahun
1980, M. Quraish
Shihab kembali ke
Mesir untuk meneruskan studinya di Program Pacasarjana
FakultasUshuluddin Jurusan Tafsir Hadis, Universitas Al-Azhar. Hanya dalam
waktu dua tahun (1982) dia berhasil menyelesaikan disertasinya yang
berjudul Nazm al-Durar li alBiqā’i Tahqiq
wa Dir āsah dan
berhasil dipertahankan dengan
nilai cum laude.
Tahun 1984
adalah babak baru
tahap kedua bagi
Quraish Shihab untuk melanjutkan
kariernya. Untuk itu ia pindah
tugas dari IAIN Ujung Pandang ke Fakultas Ushuluddin di
IAIN Jakarta. Di sini ia aktif mengajar
bidang Tafsir dan Ulum Al-Qur’an di program S1, S2,dan S3 sampai tahun
1998. Di
samping melaksanakan tugas
pokoknya sebagai dosen,
ia juga dipercaya menduduki
jabatan sebagai Rektor
IAIN Jakarta selama
dua priode (1992-1996 dan
1997-1998). Setelah itu
ia dipercaya menduduki
jabatan sebagai Menteri
Agama selama kurang
lebih dua bulan
di awal tahun 1998.
Kehadiran
M. Quraish Shihab di ibukota Jakarta telah memberikan suasana baru dan disambut
hangat oleh masyarakat. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai aktivitas yang
dijalankannya di tengah-tengah masyarakat. Di samping mengajar, ia juga
dipercaya untuk menduduki sejumlah jabatan. Di
antaranya adalah sebagai
ketua majelis ulama
Indonesia (MUI) pusat (sejak 1984), anggota lajnah pentashhih
Al-Qur’an departemen agama sejak 1989.
Dia juga terlibat
dalam beberapa organisasi
profesional, antara lain asisten ketua umum ikatan cendikiawan
muslim se-Indonesia (ICMI), ketika organisasi
ini didirikan. Selanjutnya
ia juga tercatat
sebagai pengurus perhimpunan ilmu-ilmu
syari’ah, dan Pengurus
Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Aktivitas lainnya yang ia lakukan adalah sebagai
Dewan Redaksi Studia Islamika: Indonesian Journar for Islamic
Studies, Ulumul Qur’an,
Mimbar Ulama, dan Refleksi Jurnal Kajian Agama dan Filsafat.
Semua penerbitan ini berada di Jakarta.[4]
Beberapa
buku karya M. Quraish Shihab:
1.
Tafsir
Al-Mishbah
2.
Wawasan
Al-Qur’an: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat
3.
Membumikan
Al-Qur’an
4.
Lentera
Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan
5.
Lentera
Al-Qur’an
6.
Filsafat
Hukum Islam
7.
Secercah
Cahaya Ilahi: Hidup Bersama Al-Qur’an
8.
Pengantin
Al-Qur’an
9.
Tafsir
Al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya
10.
Logika
Agama: Kedudukan Wahyu dan Batas-Batas Akal dalam Islam
2.
Sejarah Penulisan Tafsir Al Misbah Karya Prof.M. Quraish Shihab.
Tafsir al
Misbah ini, sebagaimana di akui oleh penulisnya, Quraish Shihab, pertama kali
ditulis di Cairo Mesir pada hari jum’at, 4 Rabiul Awal 1420 H, bertepatan
dengan tanggal 18 juni 1999.[5] Dan saat pagi hari di Jakarta, Jum’at 8 rajab 1432H bertepatan
dengan 5 september 2003, rampung usdah beliau menghidangkan kepada para pembaca
Tafsir Al Qur’an.[6] Secara
lengkap, buku ini diberi nama: Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al Qur’an yang diterbitkan pertama kali oleh penerbit Lentera Hati
bekerjasama dengan Perpustakaan Umum Islam Iman Jama pada bulan Sya’ban
1421 H / November 2000 M. Quraish Shihab dalam hal ini tidak menjelaskan secara
detail tentang term “Al Misbah” ini dipilih lebih disebabkan karena tafsir ini
menurut mohammad nor ichwan dan perlu dikonfirmasi ke penulisnya, pertama kali
ditulis pada waktu menjelang atau sesudah shubuh.[7]
Tafsir ini ditulis Beliau saat sedang
menjabat sebagai Duta Besar dan berkuasa penuh di Mesil, Somalia, dan Jibuti.
Jabatan sebagai Duta Besar ini ditawarkan oleh bapak Bahruddin Yusuf Habibi
ketika masih menjabat sebagai Presiden RI. Meskipun pada awalnya beiau enggan
untuk menerima jabatan tersebut, namun akhirnya tugas itu pun diembannya. Pertimbangan
lain yang menyebabkan beliau menerima tawaran itu, bias jadi karena dengan di
Mesirlah, tempat almamaternya Universitas Al Azhar beliau dapat “mengasingkan
diri untuk merealisasikan penulisan tafsir secara utuh dan serius sebagaimana
yang diminta oleh teman temannya. Di samping itu, Mesir memiliki iklim ilmiah
yang sangat subur. [8]
Bahkan, menurut beliau penulisan tafsir
secara utuh dan lengkap harus membutuhkan konsentrasi penuh , dan kalau perlu
harus mengasingkan diri seperti di “penjara”. Bahkan, beliau dengan bangga
menyatakan dalam penutup tafsir Al Misbah bahwa ide untuk merealisasikan
penulisan tafsir ini secara utuh dan serius ini juga di motivasi oleh masukan
dari beberapa teman temannya, baik yag dikenal maupun yang tidak dikenalnya.
Awalnya beliau akan menulis tafsir ini secara
sederhana dan tidak berbelit belit, yaitu tidak lebih dari 3 volume. Namun,
ketika beliau memulai menulis membuatnya mendapat kepuasan rohani dan tak
terasa mencapai 15 volume. Dengan jumlah yang spektakuler ini tak hera mengaa
beliau merasa dalam “pengasingan”. Karena banyaknya volume tak jarang
keluarganya ikut membantu mengetik beberapa artikel dan merapikannya, hal ini
juga beliau utarakan dalam sekapur sirih beliau di Tafsir Al Misbah tersebut.
3.
Sistematika, Corak Penulisan, Dan Contoh Tafsir
Al Misbah Karya Prof.M.
Quraish Shihab.
Hingga saat ini, ketika kita berbicara tentang metodologi tafsir Al
Qur’an, banyak yang merujuk pada pemetaan yang di buat oleh ‘Abd Al Hayy Al
Farmawy seperti yang termuat dalam bukunya Al Bidayah fi Tafsir Al Maudhu’i.
Dalam bukunya itu, al Farmawi memetakan metode tafsir menjadi empat macam,
yaitu metode tahlili, metode ijmali, metode muqarin, dan metode maudhu’i.[9]
Dalam tafsir Al Misbah ini, metode yang digunakan Quraish Shihab
adalah metode tahlili (analitik), yaitu sebuah bentuk karya tafsir yang berusaha untuk mengungkap
kandungan al Qur’an, dari berbagai aspeknya, dalam bentuk disusun berdasarkan
urutan ayat di dalam Al Qur’an, selanjutnya memberikan penjelasan penjelasan tentang
kosa kata, makna global ayat, korelasi, asbabun nuzul, dan hal hal lain yang
dianggap bias membantu untuk memahami Al Qur’an.[10]
Pemilihan metode tahlili yang digunakan dalam tafsir Al Misbah ini
didasarkan pada kesadaran Quraish Shihab bahwa metode maudhu’i yang sering
digunakan pada karyanya berjudul “membumikan Al Qur’an” dan “Wawasan Al
Qur’an”. Sebelum menulis tafsir Al Misbah, Quraish Shihab sudah menghasilkan
karya dengan metode tahlili, yakni ketika ia menulis tafsir Al Qur’an al Karim.
Namun baginya bahasan tafsir tersebut yang mengakomodasikan[11] kajian kebahasaan (kosa kata) yag relative lebih bias[12] dari kaidah kaidah tafsir menjadikan karya tersebut lebih layak
untuk di konsumsi bagi orang orang yang berkecimpung di bidang al Qur’an. Sementara kalangan orang awam, karya
tersebut kurang diminati dan berkesan bertele-tele.
Sedangkan dari segi corak, tafsir Al Misbah
ini lebih cenderung kepada corak sastra budaya dan kemasyarakatan (al adabi al
ijtima’i), yaitu corak yang berusaha memahami nash nash al Qur’an dengan cara
pertama dan utama mengemukakan ungkapan ungkapan al Qur’an secara teliti,
selanjutnya menjelaskan makna makna yang dimaksud oleh Al Qur’an tersebut
dengan bahasa yang indah dan menarik, kemudian seorang mufassir berusaha
menghubungkan nash nash Al Q ur’an yang dikaji dengan kenyataan social dan
system budaya yang ada. Corak tafsir ini merupakan corak baru yang menark
pembaca dan menumbuhkan kecintaan kepada Al Qur’an serta memotivasi untuk
menggalli makna makna dan rahasia Al Qur’an. Menurut Muhammad Husai al Dhahabi,
bahwa corak penafsiran ini terlepas dari kekurangannya berusaha mengemukakan
keindahan bahasa (balaghah) dan kemukjizatan Al Qur’an, menjelaskan makna makna
dan saran saran yang dituju oleh al Qur’an, mengungkapkan hukum
hukum alam yang agung dan tatanan kemasyarakatan yang dikandungnya membantu
memecahkan segala problema yang menghadapi umat melalui petunjuk dan ajaran Al
Qur’an untuk mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat dan berusaha menemukan
antara al Qur’an dengan teori teori ilmiah.
Setidaknya ada tiga karakter yang harus
dimiliki oleh sebuah karya tafsir bercorak sastra budaya dan kemasyarakatan.
Pertama, menjelaskan petunjuk ayat al Qur’an yang berkaitan langsung dengan
kehidupan masyarakat dan menjelaskan bahwa al Qur’an itu kitab suci yang kekal
sepanjang zaman. Kedua, penjelasan penjelasan lebih tertuju pada penanggulangan
penyakit dan masalah masalah yang sedang mengemuka dalam masyarakat. Ketiga,
disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami dan indah didengar.
Tafsir Al Misbah karya Quraish Shihab ini
nampaknya memenuhi ketiga persyarakatan tersebut, sehubungan dengan karakter
yang disebut pertama, yaitu tafsir ini selalu menghadirkan akan petunjuk dengan
menghubungkan kehidupan masyarakat dan menjelaskan bahwa al Qur’an ini kitab
suci yang kekal sepanjang zaman,[13] seperti ketika menafsirkan surat al
Mu’minun (23) ayat 5-7 Allah berfirman:
وَالَّذِينَ
هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ
فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (7)
“Dan
orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka
atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada
terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang
yang melampaui batas.” (QS. Al Mu’minun: 5-7).
Ketika menafsirkan ayat diatas, Quraish
Shihab dalam tafsirnya menulis sebagai berikut :
Dari kutipan yang panjang diatas, jelas sekali bahwa Quraish Shihab
tidak menginginkan adanya anggapan bahwa kitab suci Al Qur’an menjadi petunjuk
hanya sewaktu saja. Disini Quraish Shihab membedakan antara budak dengan pembantu rumah
tangga yang di pekerjakan di dalam atau di luar negeri. Quraish Shihab
menjelaskan walaupun sekarang sudah tidak ada budak bukan berarti ayat ini
sudah tidak relative lagi. Lagi-lagi, dapat saya kataka disini bahwa corak
tafsir Al Misbah karya Quraish Shihab bercorak adabi ijtima’i, yaitu corak
tafsir yang lebih mengedepankan sastra budaya dan kemasyarakatan. Wallahu
A’lam[14]
4.
Sumber Rujukan Penulisan Dan Komentar
Pembaca Mengenai Tafsir Al Misbah Karya Prof.M.
Quraish Shihab
Meskipun, Quraish Shihab telah mampu
merampungkan karya tafsir yang sangat monumental terdiri dari dari 15 volume,
tidak lantas beliau kemudian berbesar hati dan melupakan jasa jasa para
pendahulunya. Artinya, sebagai seorang ilmuwan dan ulama’ beliau tetap rendah
hati dan bersikap tawadhu’ serta tidak bersikap arogan dengan mengatakan bahwa
apa yang ditulisnya sebagai ijtihad pribadinya. Tetapi beliau tetap hormat
terhadap para mufassir yang telah dulu menafsirkan Al Qur’an. Bahkan, karya
karya mereka banyak beliau kutip sebagai bahan penafsirannya. Rasa tawadhu’nya
ini beliau expresikan sebagai berikut :
“bahwa apa yang dihidangkan disini bukan
sepenhnya ijtihad penulis. Hasil karya ulama’ ulama’ terdahulu dan kontemporer,
serta pandangan pandangan mereka sungguh banyak penulis nukil, khususnya
pandangan pakar tafsir Ibrahim Ibn ‘Umar al Biqa’i (w. 885 H-1480 M) yang karya
tafsirnya ketika masih berbentuk manuskrip menjadi bahan disertasi penulis di
Universitas al Azhar, Cairo, dua puluh tahun yang lalu. Demikian juga karya
tafsir pemimpin tertinggi Al Azhar dewasa ini, Sayyid Muhammad Thanthawi, juga
Syeikh Mutawalli Asy Sya’rawi, dan tidak ketinggalan Sayyid Qutub, Muhammad
Thahir Ibn ‘Asyur, Sayyid Muhammad Husein Thaba’thaba’i, serta pakar tafsir
lain.”[15]
Karya tafsir ini sampai sekarang telah
mendapatkan sambutan yang baik bagi para pembacanya. Meskipun dari segi
kemasannya yang terdiri dari 15 volume (15 jilid) dan dicetak dengan sampai
sampul Hard cover, Nampaknya hal ini tidak menghalangi dan menyurutkan para
penggemarnya untuk memilikinya. Setidaknya sampai tahun 2006 telah naik cetak
hingga 7 kali.
Untuk mengakhiri tentang bahasan ini, tidak
terlalu berlebihan jika saya mencamtukan beberapa komentar dari para penggemar
tafsir al Misbah ini, sebagai berikut:
“Setiap kata yang lahir dari rasa cinta,
pengetahuan yang luas dan dalam, serta lahir dari sesuatu yang telah menjadi
bagian dirinya niscaya akan memiiliki kekuatan daya sentuh , daya hunjam[16], dan daya dorong bagi orang orang yang
menyimaknya. Demikianlah yang saya rasakan ketika membaca tulisan dari guru
yang kami cintai, Prof.Dr.M.Quraish Shihab.”(KH. Abdullah Gymnastiar-Aa’Gym).
“Sistematika tafsir ini sangat mudah
dipahami dan tidak hanya oleh mereka yang mengambil studi Islam khususnya
tetapi juga sangat penting dibaca oleh seluruh kalangan, baik akademis, santri,
kyai, bahkan sampai kaum muallaf.”(Hj. Khofifah Indar Parawansa).
“Membaca buku buku M. Quraish Shihab, kita
sangat beruntung karena pakar ini berani dan mampu membuka kerang dan
menunjukkan mutiara mutiara yang ada di dalamnya, hal yang memang dicari oleh
umat yang dahaga akan bantuan serta keindahan.”(Ir. Shahnaz Haque).
“Kebebasan untuk menafsirkan sesuai dengan
kemampuan pemikiran kita, tentunya dengan dasar dasar Al Qur’an dan Hadits, dan
berpijak pada ketentuan yang ditetapkan Allah. Penulisannya sangat komunikatif
dan dapat dibayangkan visualisasinya[17].”(Chrismansyah Rahadi-Chrisye).[18]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
• Quraish Shihab adalah
sosok pemikir dan mufassir yang sangat handal. Disamping sebagai seorang
pemikir dan mufassir yang handal, beliau juga diberi kepercayaan untuk
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di beberapa lembaga pendidikan dan
organisasi social keagamaan.
• Quraish Syihab
cenderung menekankan pentingnya penggunaan metode tafsir maudu’i (tematik),
yaitu penafsiran dengan cara menghimpun sejumlah ayat al-Qur'an yang tersebar
dalam berbagai surah yang membahas masalah yang sama, kemudian menjelaskan
pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut dan selanjutnya menarik
kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok bahasan.
• Tafsir al-Misbah
memiliki kelebihan dibandingkan dengan kitab tafsir yang lainnya. Disamping
penafsirannya yang konstekstual dan bersifat antroposentrisme, juga didasarkan
pada pendekatan sosiologis-antrpologis yang memberikan kemudahan kepada
pembacanya untuk memahami makna yang tersirat di dalam al-Qur'an.
• Tafsir Al- Misbah
memiliki kelemahan, yaitu terkait dengan “hegemoni penafsir” sendiri. Dalam
tafsir dengan metode ini, dimana uraian dan pembahasan tafsir hanya dilakukan
dengan cara yang singkat dan global, sehingga tidak membuka ruang yang lebar
untuk memasukkan ide-ide dari pihak lain, sehingga melahirkan paradigma
hegemoni penafsiran yang berlebihan.
B. Penutup
Demikianlah
makalah ini yang dapat penulis hadirkan. Semoga makalah ini dapat bermanfa’at
dan menambah pengetahuan penulis khususnya, dan bagi para pembaca umumnya.
Penulis
menyadari ketidak sempurnaan dan banyaknya kekurangan dalam makalah ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat di harapkan untuk perbaikan
makalah ini.
DAFTAR PUSAKA
Ichwan, Mohammad, Nor. PROF.M.QURAISH SHIHAB Membincang Persoalan Gender. (Semarang: Rasail. 2013)
Raziqin, Badiatul.
dkk, 101 Jejak
Tokoh Islam Indonesia, e-Nusantara. Yogyakarta, 2009
Nata, Abuddin. Tokoh-tokoh
pembaharuan pendidikan Islam
di Indonesia. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2005
Quraish Shihab M. Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al Qur’an. Volume 15, (Jakarta: Lentera Hati, 2003)
Quraish Shihab, M. Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al Qur’an. Volume 1, (Jakarta: Lentera Hati, 2003)
Quraish Shihab, M. Membumikan al-Qur’an. Tentang Penulis,
Mizan, Bandung, 1994
[2]
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Tentang Penulis, Mizan,
Bandung, 1994, hlm. 6
[3]
Badiatul Raziqin, dkk, Op. Cit,hlm.269-270
[4] Abuddin
Nata, Tokoh-tokoh pembaharuan
pendidikan Islam di
Indonesia , Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2005, hlm 363-364
[5]
M.
Quraish Shihab, Tafsir
Al Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al Qur’an,
Volume 15, (Jakarta: Lentera Hati, 2003), Hal 645
[6]
Ibid,cet V, Hal 789
[7]
Mohammad Nor Ichwan, PROF.M.QURAISH
SHIHAB Membincang Persoalan Gender, (Semarang: Rasail. 2013), Hal 34
[8]
Ibid 36-37
[9]
Ibid, Hal 51
[10]
Ibid, Hal 58
[11]
Akomodasi: Menyediakan sesuatu
yang untuk memenuhi kebutuhan
[12]
Bias: menyimpang
[13]
Mohammad Nor Ichwan, PROF.M.QURAISH
SHIHAB Membincang Persoalan Gender, (Semarang: Rasail. 2013), Hal 59-61
[14]Mohammad Nor Ichwan, PROF.M.QURAISH
SHIHAB Membincang Persoalan Gender, (Semarang: Rasail. 2013), Hal 63
[15]
[15]
M.
Quraish Shihab, Tafsir
Al Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al Qur’an,
Volume 1, (Jakarta: Lentera Hati, 2003), Hal XVIII
[16]
Hunjam: menancap, menukik
lurus lurus ke bawah
[17]
visualisasi:pengungkapan suatu
gagasan atau perasaan dengan menggunakan bentuk gambar, tulisan (kata dan
angka), peta, grafk, dsb.
[18]
Mohammad Nor Ichwan, PROF.M.QURAISH
SHIHAB Membincang Persoalan Gender, (Semarang: Rasail. 2013), Hal 49-51
No comments:
Post a Comment