Sunday, May 15, 2016

Makalah Tafsir Indonesia Tafsir Al Misbah Karya Prof. M. Quraish Shihab



BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Dinamika perkembangan ilmu tafsir dan karya-karya tafsir perlu diperhatikan dan diikuti jejaknya. Meski lahirnya bidang ini jauh sebelum para tabi’in dan ulama kontemporer merumuskan dan mengembangkannya, namun minat untuk mengkaji dan merevolusi tak pernah habis dimakan zaman. Sehingga karya-karya tafsir ulama era at-Thabari, Ibn Katsir, Zamakhsyari dan lainnya tersebut mengingspirasi para mufasir baru sebagai penerus untuk mengembangkan model dalam bentuk karya penafsiran, karena menjadi sebuah tuntutan bahwa al-Qur’an merupakan sumber jawaban atas segala permasalahan di waktu dan tempat mana pun (Shohih likulli zaman wal makan).
Indonesia sebagai salah satu bagian terpenting dalam sejarah perkembangan Islam, tak luput dari sentuhan tafsir. Sehingga lahirlah berbagai karya tafsir dalam kurun waktu yang berbeda dengan corak, metode, dan subtansinya juga berbeda. Seiring dengan latarbelakang tokoh atau penciptanya serta diwarnai dengan alasan dibuatnya karya tersebut yang beragam pula maka perlu ditarik sebuah garis panjang yang menghubungkan antara satu karya tafsir dari awal hingga karya tafsir kontemporer.
B.   RUMUSAN MASALAH
1.    Bagaimana Biografi Prof.M. Quraish Shihab dan karya-karyanya?
2.    Bagaimana Sejarah Penulisan Tafsir Al Misbah Karya Prof.M. Quraish Shihab?
3.    Bagaimana Sistematika, Corak Penulisan, Dan Contoh Tafsir Al Misbah Karya Prof.M. Quraish Shihab?
4.    Darimana Saja Sumber Rujukan Penulisan Dan Komentar Pembaca Mengenai Tafsir Al Misbah Karya Prof.M. Quraish Shihab?

BAB II
PEMBAHASAN
1.    Biografi Prof.M. Quraish Shihab
M. Quraish Shihab lahir tanggal 16 februari 1944 diRapang, Ujung Pandang, Sulawesi Selatan, Ayahnya bernama Abdurrahman Shihab adalah keluarga keturunan arab yang terpelajar dan menjadiulama sekaligus guru besar di IAIN Alauddin Ujung pandang, sebagai seseorang yang berfikiran maju, Abdurrahman percaya bahwa pendidikan merupakan agen perubahan. Sejak kecil, M. Quraish Shihab telah menjalani pergumulan dan kecintaan terhadap al-Qur’an. Pada umur 6-7 tahun, ia harus mengikuti pengajian alQur’an  yang  diadakan  ayahya  sendiri.  pada  waktu  itu,  selain  menyuruh membaca  al-Qur’an,  ayahnya  juga  menguraikan  secara  sepintas  tentang kisah-kisah  dalam  al-Qur’an.  Di  sinilah  mulai  tumbuh  benih-benih kecintaan Quraish Shihab kepada al-Qur’an.[1]
M.  Quraih  Shihab  menyelesaikan  sekolah  dasarnya  di  kota  Ujung Pandang.  Kemudian ia melanjutkan  sekolah menengahnya  di  kota Malang sambil belajar agama di pesantren Dar al-Hadis al-Fiqhiyah.[2] Pada tahun 1958,  ketika  berusia  14  tahun,  ia  berangkat  ke  Kairo,  Mesir  untuk melanjutkan  studi,  dan  diterima  di  kelas  II  Tsanawiyah  Al-Azhar. Setelah itu  ia  diterima  sebagai  mahasiswa  di  Universitas  Al-Azhar  dengan mengambil  jurusan  Tafsir  dan  Hadits,  Fakultas  Ushuluddin  hingga menyelasaikan Lc pada tahun 1967. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya  pada  fakultas  dan  jurusan  yang  sama  hingga  memperoleh gelar master (MA) pada tahun 1969.[3]
Setelah  menyelesaikan  studinya  dengan  gelar  M.A  tersebut,  untuk sementara ia kembali ke Ujung Pandang. Dalam kurun  waktu kurang lebih sebelas  tahun  (1969  sampai  1980)  ia  terjun  ke  berbagai  aktivitas  sambil menimba  pengalaman  empirik,  baik  dalam  bidang  kegiatan  akademik  di IAIN  Alauddin  maupun  di  berbagai  institusi  pemerintah  setempat.  Dalam masa  menimba  pengalaman  dan  karier  ini,  ia  terpilih sebagai  pembantu Rektor  III  IAIN  Ujung  Pandang.  Selain  itu,  ia  juga  terlibat  dalam pengembangan pendidikan perguruan tinggi swasta wilayah timur Indonesia dan  diserahi  tugas  sebagai  koordinator  wilayah.  Di  tengah-tengah kesibukannya  itu  ia  juga  aktif  melakukan  kegiatan  ilmiyah  yang  menjadi dasar kesarjanaannya. Beberapa penelitian telah dilakukannya. Di antaranya, ia  meneliti  tentang  “Penerapan  Kerukunan  Hidup  Beragama  di  Timur Indonesia” (1975), dan “Masalah Wakaf di Sulawesi Selatan” (1978).
Pada  tahun  1980,  M.  Quraish  Shihab  kembali  ke  Mesir untuk meneruskan studinya di Program Pacasarjana FakultasUshuluddin Jurusan Tafsir Hadis, Universitas Al-Azhar. Hanya dalam waktu dua tahun (1982) dia berhasil menyelesaikan disertasinya yang berjudul  Nazm al-Durar li alBiqā’i  Tahqiq  wa  Dir āsah  dan  berhasil  dipertahankan  dengan  nilai  cum laude.
Tahun  1984  adalah  babak  baru  tahap  kedua  bagi  Quraish  Shihab untuk  melanjutkan  kariernya.  Untuk  itu  ia  pindah  tugas  dari  IAIN Ujung Pandang ke Fakultas Ushuluddin di IAIN Jakarta. Di  sini ia aktif mengajar bidang Tafsir dan Ulum Al-Qur’an di program S1, S2,dan S3 sampai tahun 1998.  Di  samping  melaksanakan  tugas  pokoknya  sebagai  dosen,  ia  juga dipercaya  menduduki  jabatan  sebagai  Rektor  IAIN  Jakarta  selama  dua priode  (1992-1996  dan  1997-1998).  Setelah  itu  ia  dipercaya menduduki jabatan  sebagai  Menteri  Agama  selama  kurang  lebih  dua  bulan  di  awal tahun 1998.
Kehadiran M. Quraish Shihab di ibukota Jakarta telah memberikan suasana baru dan disambut hangat oleh masyarakat. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai aktivitas yang dijalankannya di tengah-tengah masyarakat. Di samping mengajar, ia juga dipercaya untuk menduduki sejumlah jabatan. Di  antaranya  adalah  sebagai  ketua  majelis  ulama  Indonesia  (MUI)  pusat (sejak 1984), anggota lajnah pentashhih Al-Qur’an departemen agama sejak 1989.  Dia  juga  terlibat  dalam  beberapa  organisasi  profesional,  antara  lain asisten ketua umum ikatan cendikiawan muslim se-Indonesia (ICMI), ketika organisasi  ini  didirikan.  Selanjutnya  ia  juga  tercatat  sebagai  pengurus perhimpunan  ilmu-ilmu  syari’ah,  dan  Pengurus  Konsorsium  Ilmu-ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Aktivitas lainnya yang ia lakukan adalah sebagai Dewan Redaksi Studia Islamika: Indonesian Journar for  Islamic  Studies,  Ulumul  Qur’an,  Mimbar  Ulama,  dan  Refleksi Jurnal Kajian Agama dan Filsafat. Semua penerbitan ini berada di Jakarta.[4]
Beberapa buku karya M. Quraish Shihab:
1.      Tafsir Al-Mishbah
2.      Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat
3.      Membumikan Al-Qur’an
4.      Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan
5.      Lentera Al-Qur’an
6.      Filsafat Hukum Islam
7.      Secercah Cahaya Ilahi: Hidup Bersama Al-Qur’an
8.      Pengantin Al-Qur’an    
9.      Tafsir Al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya
10.  Logika Agama: Kedudukan Wahyu dan Batas-Batas Akal dalam Islam

2.    Sejarah Penulisan Tafsir Al Misbah Karya Prof.M. Quraish Shihab.
Tafsir al Misbah ini, sebagaimana di akui oleh penulisnya, Quraish Shihab, pertama kali ditulis di Cairo Mesir pada hari jum’at, 4 Rabiul Awal 1420 H, bertepatan dengan tanggal 18 juni 1999.[5] Dan saat pagi hari di Jakarta, Jum’at 8 rajab 1432H bertepatan dengan 5 september 2003, rampung usdah beliau menghidangkan kepada para pembaca Tafsir Al Qur’an.[6] Secara lengkap, buku ini diberi nama: Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an yang diterbitkan pertama kali oleh penerbit Lentera Hati bekerjasama dengan Perpustakaan Umum Islam Iman Jama pada bulan Sya’ban 1421 H / November 2000 M. Quraish Shihab dalam hal ini tidak menjelaskan secara detail tentang term “Al Misbah” ini dipilih lebih disebabkan karena tafsir ini menurut mohammad nor ichwan dan perlu dikonfirmasi ke penulisnya, pertama kali ditulis pada waktu menjelang atau sesudah shubuh.[7]
Tafsir ini ditulis Beliau saat sedang menjabat sebagai Duta Besar dan berkuasa penuh di Mesil, Somalia, dan Jibuti. Jabatan sebagai Duta Besar ini ditawarkan oleh bapak Bahruddin Yusuf Habibi ketika masih menjabat sebagai Presiden RI. Meskipun pada awalnya beiau enggan untuk menerima jabatan tersebut, namun akhirnya tugas itu pun diembannya. Pertimbangan lain yang menyebabkan beliau menerima tawaran itu, bias jadi karena dengan di Mesirlah, tempat almamaternya Universitas Al Azhar beliau dapat “mengasingkan diri untuk merealisasikan penulisan tafsir secara utuh dan serius sebagaimana yang diminta oleh teman temannya. Di samping itu, Mesir memiliki iklim ilmiah yang sangat subur. [8]
Bahkan, menurut beliau penulisan tafsir secara utuh dan lengkap harus membutuhkan konsentrasi penuh , dan kalau perlu harus mengasingkan diri seperti di “penjara”. Bahkan, beliau dengan bangga menyatakan dalam penutup tafsir Al Misbah bahwa ide untuk merealisasikan penulisan tafsir ini secara utuh dan serius ini juga di motivasi oleh masukan dari beberapa teman temannya, baik yag dikenal maupun yang tidak dikenalnya.
Awalnya beliau akan menulis tafsir ini secara sederhana dan tidak berbelit belit, yaitu tidak lebih dari 3 volume. Namun, ketika beliau memulai menulis membuatnya mendapat kepuasan rohani dan tak terasa mencapai 15 volume. Dengan jumlah yang spektakuler ini tak hera mengaa beliau merasa dalam “pengasingan”. Karena banyaknya volume tak jarang keluarganya ikut membantu mengetik beberapa artikel dan merapikannya, hal ini juga beliau utarakan dalam sekapur sirih beliau di Tafsir Al Misbah tersebut.
3.    Sistematika, Corak Penulisan, Dan Contoh Tafsir Al Misbah Karya Prof.M. Quraish Shihab.
Hingga saat ini, ketika kita berbicara tentang metodologi tafsir Al Qur’an, banyak yang merujuk pada pemetaan yang di buat oleh ‘Abd Al Hayy Al Farmawy seperti yang termuat dalam bukunya Al Bidayah fi Tafsir Al Maudhu’i. Dalam bukunya itu, al Farmawi memetakan metode tafsir menjadi empat macam, yaitu metode tahlili, metode ijmali, metode muqarin, dan metode maudhu’i.[9]
Dalam tafsir Al Misbah ini, metode yang digunakan Quraish Shihab adalah metode tahlili (analitik), yaitu sebuah bentuk  karya tafsir yang berusaha untuk mengungkap kandungan al Qur’an, dari berbagai aspeknya, dalam bentuk disusun berdasarkan urutan ayat di dalam Al Qur’an, selanjutnya memberikan penjelasan penjelasan tentang kosa kata, makna global ayat, korelasi, asbabun nuzul, dan hal hal lain yang dianggap bias membantu untuk memahami Al Qur’an.[10]
Pemilihan metode tahlili yang digunakan dalam tafsir Al Misbah ini didasarkan pada kesadaran Quraish Shihab bahwa metode maudhu’i yang sering digunakan pada karyanya berjudul “membumikan Al Qur’an” dan “Wawasan Al Qur’an”. Sebelum menulis tafsir Al Misbah, Quraish Shihab sudah menghasilkan karya dengan metode tahlili, yakni ketika ia menulis tafsir Al Qur’an al Karim. Namun baginya bahasan tafsir tersebut yang mengakomodasikan[11] kajian kebahasaan (kosa kata) yag relative lebih bias[12] dari kaidah kaidah tafsir menjadikan karya tersebut lebih layak untuk di konsumsi bagi orang orang yang berkecimpung di bidang al Qur’an. Sementara kalangan orang awam, karya tersebut kurang diminati dan berkesan bertele-tele.
Sedangkan dari segi corak, tafsir Al Misbah ini lebih cenderung kepada corak sastra budaya dan kemasyarakatan (al adabi al ijtima’i), yaitu corak yang berusaha memahami nash nash al Qur’an dengan cara pertama dan utama mengemukakan ungkapan ungkapan al Qur’an secara teliti, selanjutnya menjelaskan makna makna yang dimaksud oleh Al Qur’an tersebut dengan bahasa yang indah dan menarik, kemudian seorang mufassir berusaha menghubungkan nash nash Al Q ur’an yang dikaji dengan kenyataan social dan system budaya yang ada. Corak tafsir ini merupakan corak baru yang menark pembaca dan menumbuhkan kecintaan kepada Al Qur’an serta memotivasi untuk menggalli makna makna dan rahasia Al Qur’an. Menurut Muhammad Husai al Dhahabi, bahwa corak penafsiran ini terlepas dari kekurangannya berusaha mengemukakan keindahan bahasa (balaghah) dan kemukjizatan Al Qur’an, menjelaskan makna makna dan saran  saran  yang dituju oleh al Qur’an, mengungkapkan hukum hukum alam yang agung dan tatanan kemasyarakatan yang dikandungnya membantu memecahkan segala problema yang menghadapi umat melalui petunjuk dan ajaran Al Qur’an untuk mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat dan berusaha menemukan antara al Qur’an dengan teori teori ilmiah.
Setidaknya ada tiga karakter yang harus dimiliki oleh sebuah karya tafsir bercorak sastra budaya dan kemasyarakatan. Pertama, menjelaskan petunjuk ayat al Qur’an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat dan menjelaskan bahwa al Qur’an itu kitab suci yang kekal sepanjang zaman. Kedua, penjelasan penjelasan lebih tertuju pada penanggulangan penyakit dan masalah masalah yang sedang mengemuka dalam masyarakat. Ketiga, disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami dan indah didengar.
Tafsir Al Misbah karya Quraish Shihab ini nampaknya memenuhi ketiga persyarakatan tersebut, sehubungan dengan karakter yang disebut pertama, yaitu tafsir ini selalu menghadirkan akan petunjuk dengan menghubungkan kehidupan masyarakat dan menjelaskan bahwa al Qur’an ini kitab suci yang kekal sepanjang zaman,[13] seperti ketika menafsirkan surat al Mu’minun (23) ayat 5-7 Allah berfirman:
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (7)
Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al Mu’minun: 5-7).
Ketika menafsirkan ayat diatas, Quraish Shihab dalam tafsirnya menulis sebagai berikut :
Dari kutipan yang panjang diatas, jelas sekali bahwa Quraish Shihab tidak menginginkan adanya anggapan bahwa kitab suci Al Qur’an menjadi petunjuk hanya sewaktu saja. Disini Quraish Shihab membedakan antara budak dengan pembantu rumah tangga yang di pekerjakan di dalam atau di luar negeri. Quraish Shihab menjelaskan walaupun sekarang sudah tidak ada budak bukan berarti ayat ini sudah tidak relative lagi. Lagi-lagi, dapat saya kataka disini bahwa corak tafsir Al Misbah karya Quraish Shihab bercorak adabi ijtima’i, yaitu corak tafsir yang lebih mengedepankan sastra budaya dan kemasyarakatan. Wallahu A’lam[14]
4.    Sumber Rujukan Penulisan Dan Komentar Pembaca Mengenai Tafsir Al Misbah Karya Prof.M. Quraish Shihab
Meskipun, Quraish Shihab telah mampu merampungkan karya tafsir yang sangat monumental terdiri dari dari 15 volume, tidak lantas beliau kemudian berbesar hati dan melupakan jasa jasa para pendahulunya. Artinya, sebagai seorang ilmuwan dan ulama’ beliau tetap rendah hati dan bersikap tawadhu’ serta tidak bersikap arogan dengan mengatakan bahwa apa yang ditulisnya sebagai ijtihad pribadinya. Tetapi beliau tetap hormat terhadap para mufassir yang telah dulu menafsirkan Al Qur’an. Bahkan, karya karya mereka banyak beliau kutip sebagai bahan penafsirannya. Rasa tawadhu’nya ini beliau expresikan sebagai berikut :
“bahwa apa yang dihidangkan disini bukan sepenhnya ijtihad penulis. Hasil karya ulama’ ulama’ terdahulu dan kontemporer, serta pandangan pandangan mereka sungguh banyak penulis nukil, khususnya pandangan pakar tafsir Ibrahim Ibn ‘Umar al Biqa’i (w. 885 H-1480 M) yang karya tafsirnya ketika masih berbentuk manuskrip menjadi bahan disertasi penulis di Universitas al Azhar, Cairo, dua puluh tahun yang lalu. Demikian juga karya tafsir pemimpin tertinggi Al Azhar dewasa ini, Sayyid Muhammad Thanthawi, juga Syeikh Mutawalli Asy Sya’rawi, dan tidak ketinggalan Sayyid Qutub, Muhammad Thahir Ibn ‘Asyur, Sayyid Muhammad Husein Thaba’thaba’i, serta pakar tafsir lain.”[15]
Karya tafsir ini sampai sekarang telah mendapatkan sambutan yang baik bagi para pembacanya. Meskipun dari segi kemasannya yang terdiri dari 15 volume (15 jilid) dan dicetak dengan sampai sampul Hard cover, Nampaknya hal ini tidak menghalangi dan menyurutkan para penggemarnya untuk memilikinya. Setidaknya sampai tahun 2006 telah naik cetak hingga 7 kali.
Untuk mengakhiri tentang bahasan ini, tidak terlalu berlebihan jika saya mencamtukan beberapa komentar dari para penggemar tafsir al Misbah ini, sebagai berikut:
“Setiap kata yang lahir dari rasa cinta, pengetahuan yang luas dan dalam, serta lahir dari sesuatu yang telah menjadi bagian dirinya niscaya akan memiiliki kekuatan daya sentuh , daya hunjam[16], dan daya dorong bagi orang orang yang menyimaknya. Demikianlah yang saya rasakan ketika membaca tulisan dari guru yang kami cintai, Prof.Dr.M.Quraish Shihab.”(KH. Abdullah Gymnastiar-Aa’Gym).
“Sistematika tafsir ini sangat mudah dipahami dan tidak hanya oleh mereka yang mengambil studi Islam khususnya tetapi juga sangat penting dibaca oleh seluruh kalangan, baik akademis, santri, kyai, bahkan sampai kaum muallaf.”(Hj. Khofifah Indar Parawansa).
“Membaca buku buku M. Quraish Shihab, kita sangat beruntung karena pakar ini berani dan mampu membuka kerang dan menunjukkan mutiara mutiara yang ada di dalamnya, hal yang memang dicari oleh umat yang dahaga akan bantuan serta keindahan.”(Ir. Shahnaz Haque).
“Kebebasan untuk menafsirkan sesuai dengan kemampuan pemikiran kita, tentunya dengan dasar dasar Al Qur’an dan Hadits, dan berpijak pada ketentuan yang ditetapkan Allah. Penulisannya sangat komunikatif dan dapat dibayangkan visualisasinya[17].”(Chrismansyah Rahadi-Chrisye).[18]







BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
      Quraish Shihab adalah sosok pemikir dan mufassir yang sangat handal. Disamping sebagai seorang pemikir dan mufassir yang handal, beliau juga diberi kepercayaan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di beberapa lembaga pendidikan dan organisasi social keagamaan.
      Quraish Syihab cenderung menekankan pentingnya penggunaan metode tafsir maudu’i (tematik), yaitu penafsiran dengan cara menghimpun sejumlah ayat al-Qur'an yang tersebar dalam berbagai surah yang membahas masalah yang sama, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut dan selanjutnya menarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok bahasan.
      Tafsir al-Misbah memiliki kelebihan dibandingkan dengan kitab tafsir yang lainnya. Disamping penafsirannya yang konstekstual dan bersifat antroposentrisme, juga didasarkan pada pendekatan sosiologis-antrpologis yang memberikan kemudahan kepada pembacanya untuk memahami makna yang tersirat di dalam al-Qur'an.
      Tafsir Al- Misbah memiliki kelemahan, yaitu terkait dengan “hegemoni penafsir” sendiri. Dalam tafsir dengan metode ini, dimana uraian dan pembahasan tafsir hanya dilakukan dengan cara yang singkat dan global, sehingga tidak membuka ruang yang lebar untuk memasukkan ide-ide dari pihak lain, sehingga melahirkan paradigma hegemoni penafsiran yang berlebihan.
B.       Penutup
Demikianlah makalah ini yang dapat penulis hadirkan. Semoga makalah ini dapat bermanfa’at dan menambah pengetahuan penulis khususnya, dan bagi para pembaca umumnya.
Penulis menyadari ketidak sempurnaan dan banyaknya kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat di harapkan untuk perbaikan makalah ini.



DAFTAR PUSAKA
Ichwan, Mohammad, Nor.  PROF.M.QURAISH SHIHAB Membincang Persoalan Gender. (Semarang: Rasail. 2013)
Raziqin, Badiatul.  dkk,  101  Jejak  Tokoh  Islam  Indonesia, e-Nusantara. Yogyakarta, 2009
Nata, Abuddin. Tokoh-tokoh  pembaharuan  pendidikan  Islam  di  Indonesia. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005
Quraish Shihab M. Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al Qur’an. Volume 15, (Jakarta: Lentera Hati, 2003)
Quraish Shihab, M. Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al Qur’an. Volume 1, (Jakarta: Lentera Hati, 2003)
Quraish Shihab, M. Membumikan al-Qur’an. Tentang Penulis, Mizan, Bandung, 1994


[1] Badiatul  Raziqin,  dkk,  101  Jejak  Tokoh  Islam  Indonesia, e-Nusantara, Yogyakarta, 2009, hlm. 269
[2] M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Tentang Penulis, Mizan, Bandung, 1994, hlm. 6
[3] Badiatul Raziqin, dkk, Op. Cit,hlm.269-270
[4]  Abuddin  Nata,  Tokoh-tokoh  pembaharuan  pendidikan  Islam  di  Indonesia ,  Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm 363-364
[5] M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al Qur’an, Volume 15, (Jakarta: Lentera Hati, 2003), Hal 645
[6] Ibid,cet V, Hal 789
[7] Mohammad Nor Ichwan, PROF.M.QURAISH SHIHAB Membincang Persoalan Gender, (Semarang: Rasail. 2013), Hal 34
[8] Ibid 36-37
[9] Ibid, Hal 51
[10] Ibid, Hal 58
[11] Akomodasi: Menyediakan sesuatu yang untuk memenuhi kebutuhan
[12] Bias: menyimpang
[13] Mohammad Nor Ichwan, PROF.M.QURAISH SHIHAB Membincang Persoalan Gender, (Semarang: Rasail. 2013), Hal 59-61
[14]Mohammad Nor Ichwan, PROF.M.QURAISH SHIHAB Membincang Persoalan Gender, (Semarang: Rasail. 2013), Hal 63
[15] [15] M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al Qur’an, Volume 1, (Jakarta: Lentera Hati, 2003), Hal XVIII
[16] Hunjam: menancap, menukik lurus lurus ke bawah
[17] visualisasi:pengungkapan suatu gagasan atau perasaan dengan menggunakan bentuk gambar, tulisan (kata dan angka), peta, grafk, dsb.
[18] Mohammad Nor Ichwan, PROF.M.QURAISH SHIHAB Membincang Persoalan Gender, (Semarang: Rasail. 2013), Hal 49-51

No comments:

Post a Comment