Friday, May 20, 2016

Makalah Islam Budaya Jawa tentang Sastra Jawa




BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar belakang
     Dalam budaya Jawa terdapat sastra Jawa yang kental dengan nuansa kesantunan , unggah-ungguh dan unsur religi yang terdapat didalamnya . Beberapa pesan telah banyak ditunjukan dalam sastra Jawa itu sendiri.
     Selain itu, dalam sebuah karya sastra juga terdapat undur religi yang masih belum dimengerti oleh beberapa orang. Dalam makalah ini, akan dibahas mengenai interelasi islam dan Jawa dalam bidang sastra pada masa kerajaan Majapahit.
B.       Rumusan masalah
a)        Apa pengertian sastra?
b)        Apa keterkaitan islam dengan sastra jawa?
c)        Bagaimana sastra pada kerajaan Majapahit?

















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian sastra
Sastra sebagai istilah yang menunjuk pada suatu ilmu dengan bahasan yang luas, yang meliputi teori sastra ( membicarakan pengertian-pengertian dasar tentang sastra, unsur-unsur yang membentuk suatu karya sastra, jenis-jenis sastra dan perkembangan pemikiran sastra ), sejarah sastra ( membicarakan dinamika tentang sastra, pertumbuhan atau perkembangan suatu karya sastra, tokoh-tokoh dan cirri-ciri dari masing-masing tahap perkembangan suatu karya sastra).
Sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta, berasal dari akar kata ‘sas’, yang dalam kata kerja turunan berarti ‘mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk/intruksi’. Akhiran ‘tra’ menunjuk pada alat, sarana, sehingga sastra berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran. Biasanya kata sastra diberi awalan ‘su’ ( menjadi susastra ). Su artinya ‘baik’, indah, sehingga istilah susastra berarti pengajaran atau petunjuk yang tertuang dalam suatu tulisan yang berisi hal-hal yang baik dan indah, dengan kata lain,belles-letters( tulisan yang indah dan sopan ). [1]
B.     Perkembangan Sastra Hasil Interrelasi Islam dan Jawa
Sebagai bahan dasar sastra (kesusasteraan) adalah bahasa. Bahasa yang digunakan dalam kesusasteraan memang berbeda dengan bahasa keilmuan maupun bahasa yang digunakan sehari-hari.Bentuk karya sastra juga ada beberapa macam, meliputi; (1) Karya sastra yang berbentuk prosa, (2) karya sastra yang berbentuk puisi dan (3) karya sastra yang berbentuk drama.Bicara mengenai sastra tidak lepas dari fungsi dan sifatnya. Karya sastra lebih berfungsi untuk menghibur dan sekaligus memberi pengajaran sesuatu terhadap manusia. Sastra juga berfungsi untuk mengungkapkan adanya nilai keindahan (yang indah), nilai manfaat (berguna), dan mengandung nilai moralitas (pesan moral).[2]
Maksud keterkaitan antara Islam dengan karya sastra Jawa adalah keterkaitan yang bersifat imperative moral atau mewarnai. Islam mewarnai dan menjiwai karya-karya sastra Jawa baru, sedangkan puisi (tembang/sekar macapat) dipakai untuk sarana memberikan berbagai petunjuk/nasehat yang secara subtansial merupakan petunjuk/nasehat yang bersumber pada ajaran Islam.Hal ini terjadi karena para pujangga tersebut jelas beragama Islam. Kualitas keislaman para pujangga saat ini tentunya berbeda dengan kualitas saat sekarang ini. Jadi, para pembaca seharusnya menyadari bahwa pengetahuan ajaran Islam saat itu (abad 18-19) belum sebanyak seperti sekarang ini, sehingga dalam menyampaikan petunjuk/nasehat para pujangga melengkapi diri dari kekurangannya mengenai pengetahuan ke-islaman dengan mengambil hal-hal yang dianggap baik dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Artinya, munculnya tembang/sekar macapat ini berbarengan dengan munculnya Islam di Jawa, yaitu setelah kejatuhan kerajaan Majapahit yang hindu.[3]
Dengan kata lain, Islam mewarnai dan menjiwai karya-karya sastra para pujangga keraton Surakarta sehingga semua karya-karya sastranya itu berupa puisi yang berbentuk tembang/sekar Macapat.
Istilah ‘interelasi’ (dalam topik) artinya Islam di-Jawakan, sedangkan Jawa di-Islamkan. Walaupun demikian, warna Islam terlihat sekali dalam substansinya, yaitu :
1. Unsur ketaukhidan (upaya mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa)
2. Unsur kebajikan (upaya memberikan petunjuk/nasehat) kepada siapapun (petunjuk agar berbuat kebajikan dan petunjuk untuk tidak berbuat tercela).
Maksud dari keterkaitan antara Islam dengan karya-karya sastra Jawa adalah keterkaitan yang sifatnya imperative moral. Artinya, keterkaitan itu menunjukkan warna keseluruhan/corak yang mendominasi karya-karya sastra tersebut. Karya-karya sastra Jawa adalah karya sastra para pujangga keraton Surakarta yang hidup pada zaman periode Jawa baru yang memiliki metrum Islam. Memiliki corak jihad, masalah ketauhidan, moral/perilaku   yang baik dan sebagainya.[4]
C.   Sastra Pada Zaman Mataram
Nama pujangga pada periode ini misalnya Sultan Agung dengan karyanya Sastra Gending, Pangeran Adilangu dengan karyanya Babad Majapahit, Sunan Pakubuwan V dengan karyanya Serat Centhini, dan R. Ng Renggawarsita dengan karyanya Sabdajati.
Sastra pada masa Kerajaan Pajang memiliki identitas yang khas, yakni budaya yang bercorak ortodoks jika dibandingkan dengan budaya yang ada di dalam pedalaman, yang dalam banyak hal masih kental bercampur dengan elemen-elemen Hinduisme. Hal ini tampak dari karya sastra yang dihasilkan oleh ulama yang di samping posisinya sebagai juru dakwah juga membuat karya tulis. Sastra ini juga memiliki kaitan erat dengan proses perkembangan kehidupan keagamaan karena pada dasarnya kehidupan sehari-hari masyarakat tak dapat dilepaskan dari kerangka agama.[5]
Nah, kemudian proses islamisasi yang mulai masuk kepedalaman, maka terjadi pula proses islamisasi sastra pedalaman yang semula bercorak hindu sentries menjadi berbau keisalaman, meskipun pada akhirnya coraknya merupakan perpaduan antara ajasan Islam dengan elemen-elemen mistik yang juga berlaku dikalangan Hindu.
Ajaran-ajaran budi luhur yang terdapat dalam sastra Jawa kemudian mengkristal menjadi suatu pandangan hidup kejawen yang bercorak sinkretis, dengan penampilan yang lebih menekankan pada substansi ajaran mistik, tetapi dalam banyak hal kurang suka pada unsur yang legalistik semacam syari’at.
Jadi sastra pada masa hindu budha kita kenal dengan yang namanya mantra. Mantra tersebut hanya boleh dibaca atau diucapkan oleh orang yang dianggap memiliki daya linuwih saja. Namun karya sastra itu tidak hanya berupa mantra, tetapi sudah berkembang, ada yang namanya pantun atau syair, yang lebih dikenal pada saat itu dengan sebuan parikan dan wangsalan.
Keterkaitan antara Islam dengan karya-karya sastra Jawa adalah keterkaitan yang sifatnya imperative moral. Artinya, keterkaitan itu menunjukkan warna keseluruhan/corak yang mendominasi karya-karya sastra tersebut.Paham kejawen yang memiliki kesejajaran dengan tasawuf mistik merupakan realitas masyarakat Jawa yang memiliki pengikut dan perkembangannya amat tergantung kepada seberapa jauh apresiasi generasi penerus terhadap nilai-nilai masa lalu yang ada dalam ajaran sastra pedalaman sebagaimana adanya.Periodisasi Sastra jawa karya Padmosiekotjo:
a) Pada zaman hindu ( Sebelum zaman Majapahit )
b) Pada Zaman Majapahit
c) Pada Zaman Islam ( Zaman Demak Dan Pajang )
d) Pada Zaman Mataram
e) Pada Zaman Sekarang ( Mulai Abad XX )

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Nama pujangga pada periode ini misalnya Sultan Agung dengan karyanya Sastra Gending, Pangeran Adilangu dengan karyanya Babad Majapahit, Sunan Pakubuwan V dengan karyanya Serat Centhini, dan R. Ng Renggawarsita dengan karyanya Sabdajati.
Sebagai bahan dasar sastra (kesusasteraan) adalah bahasa. Bahasa yang digunakan dalam kesusasteraan memang berbeda dengan bahasa keilmuan maupun bahasa yang digunakan sehari-hari
Sastra pada masa Kerajaan Pajang memiliki identitas yang khas, yakni budaya yang bercorak ortodoks jika dibandingkan dengan budaya yang ada di dalam pedalaman, yang dalam banyak hal masih kental bercampur dengan elemen-elemen Hinduisme. Hal ini tampak dari karya sastra yang dihasilkan oleh ulama yang di samping posisinya sebagai juru dakwah juga membuat karya tulis
Keterkaitan antara Islam dengan karya-karya sastra Jawa adalah keterkaitan yang sifatnya imperative moral. Artinya, keterkaitan itu menunjukkan warna keseluruhan/corak yang mendominasi karya-karya sastra terseb

















DAFTAR PUSTAKA

Amin, Darori. 2000. Islam dan kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gama Media.
Tjadrasasmita,Uka. 2006.  Kajian Naskah-Naskah Klasik dan Penerapannya bagi Kajian Sejarah Islam. Jakarta : Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat DEPAG RI.


[1] M. Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, Gama Media, Yogyakarta, 2000, hlm. 139
[2] Uka Tjadrasasmita, Kajian Naskah-Naskah Klasik dan Penerapannya bagi Kajian Sejarah Islam, Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat DEPAG RI, Jakarta, 2006, hlm. 61

[3] M. Darori Amin, op cit, hlm. 144
[4] Ditulis dalam buku “ Ngengrengan Kasusastraan Djawa II” ( 1956 : 115 – 117 ) yang berjudul “ Asmane Para Pejuang Lan Buku Buku Reriptane “ nama para pujanggga dan buku bukunya seperti yang terdapat dalam kesoessastraan Djawi I terbitan Departement PP dan K .
[5] M. Darori Amin, Op, Cit, hlm 162.

No comments:

Post a Comment