Sebagaimana terlihat dalam periodisasi
khilafah Abbasiyah, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara
tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena
khalifah pada periode ini sangat kuat, sehingga benih-benih itu tidak sempat
berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah
kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika
khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.
Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor
lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor
tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya adalah sebagai
berikut[1] :
1. Perebutan Kekuasaan di Pusat Pemerintahan
Fanatisme kebangsaan dibiarkan berkembang oleh
penguasa. Sementara itu, para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru.
Budak-budak bangsa Persia atauTurki dijadikan pegawai dan tentara. Khalifah
Al-Mu’tashim (218-227 H) yang memberi peluang besar kepada bangsa Turki untuk
masuk dalam pemerintahan. Mereka di diangkat menjadi orang-orang penting di
pemerintahan, diberi istana dan rumah dalam kota. Merekapun menjadi dominan dan
menguasai tempat yang mereka diami.[2]
Setelah al-Mutawakkil (232-247 H), seorang Khalifah yang lemah
naik tahta, dominasi tentara Turki semakin kuat, mereka dapat menentukan siapa yang diangkat
jadi Khalifah. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan
berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsaPersia, pada periode ketiga (334-447), dan selanjutnya beralih kepada Bani Seljuk, bangsa Turki pada periode keempat
(447-590H). [3]
2. Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Yang Memerdekakan Diri
Ada kemungkinan penguasa Bani Abbas sudah
cukup puas dengan pengakuan nominal, dengan pembayaran upeti. Alasannya, karena
Khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk, tingkat saling percaya
di kalangan penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah dan juga para
penguasa Abbasiyah lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan
daripada politik dan ekspansi.[4] Selain itu, penyebab
utama mengapa banyak daerah yang memerdekakan diri adalah terjadinya kekacauan
atau perebutan kekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa
Persia dan Turki. Akibatnya propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas
dari genggaman penguasa Bani Abbas. Dinasti yang lahir dan memisahkan diri dari
kekuasaan Baghdad pada masa khilafah Abbasiyah, di antaranya adalah:
a.
Yang berbangsa Persia: Thahiriyyah di Khurasan (205-259 H),
Shafariyah di Fars (254-290 H), Samaniyah di Transoxania (261-389 H), Sajiyyah
di Azerbaijan (266-318 H), Buwaihiyyah, bahkan menguasai Baghdad (320-447).
b.
Yang berbangsa Turki: Thuluniyah di Mesir (254-292 H),
Ikhsyidiyah di Turkistan (320-560 H), Ghaznawiyah di Afganistan (352-585 H),
Dinasti Seljuk dan cabang-cabangnya
c.
Yang berbangsa Kurdi: al-Barzukani (348-406 H), Abu Ali (380-489
H), Ayubiyah (564-648 H).
d.
Yang berbangsa Arab: Idrisiyyah di Marokko (172-375 h),
Aghlabiyyah di Tunisia (18-289 H), Dulafiyah di Kurdistan (210-285 H), Alawiyah
di Tabaristan (250-316 H), Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil (317-394 H),
Mazyadiyyah di Hillah (403-545 H), Ukailiyyah di Maushil (386-489 H),
Mirdasiyyah di Aleppo 414-472 H).
3. Kemerosotan Perekonomian
Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas
merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar,
sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Perekonomian masyarakat sangat maju terutama
dalam bidang pertanian, perdagangan dan industri. Tetapi setelah memasuki masa
kemunduran politik, perekonomian pun ikut mengalami kemunduran yang drastis.[6]
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran
ini, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar.
Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah
kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat.
diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri
dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain
disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran
makin beragam dan para pejabat melakukan korupsi.
Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian
negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan
politik dinasti Abbasiyah, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.
4. Munculnya Aliran-Aliran Sesat dan Fanatisme Keagamaan
Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai untuk menjadi
penguasa, maka kekecewaan itu mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaranManuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dikenal dengan
gerakan Zindiq ini menggoda
rasa keimanan para khalifah.
Khalifah Al-Manshur yang berusaha keras memberantasnya,
beliau juga memerangi Khawarij yang mendirikan Negara Shafariyah di Sajalmasah
pada tahun 140 H.[7] Setelah
al Manshur wafat digantikan oleh putranya Al-Mahdi yang lebih keras dalam memerangi
orang-orang Zindiq bahkan beliau
mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan mereka serta melakukan mihnah dengan tujuan memberantasbid'ah. Akan tetapi, semua itu tidak menghentikan
kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sangat
sederhana seperti polemik tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang
menumpahkan darah di kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah adalah contoh konflik bersenjata itu.
Pada saat gerakan ini mulai tersudut,
pendukungnya banyak berlindung di balik ajaran Syi'ah, sehingga banyak aliran Syi'ah yang dipandang ghulat (ekstrim) dan dianggap menyimpang oleh
penganut Syi'ah sendiri.
Selain itu terjadi juga konflik dengan aliran
Islam lainnya seperti perselisihan antara Ahlusunnah dengan Mu'tazilah, yang
dipertajam oleh al-Ma'mun, khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan
menjadikan mu'tazilah sebagai mazhab resmi negara dan melakukan mihnah. Pada masa al-Mutawakkil (847-861 M), aliranMu'tazilah dibatalkan sebagai aliran negara dan
golongan ahlusunnah kembali naik daun. Aliran Mu'tazilah bangkit kembali pada masa Bani Buwaih. Namun pada masadinasti Seljuk yang menganut paham Asy'ariyyah penyingkiran golongan Mu'tazilahmulai dilakukan secara sistematis. Dengan
didukung penguasa, aliran Asy'ariyahtumbuh subur dan berjaya.[8]
[1] Badari
Yatim. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiayah II. (Jakarta:
Raja Grapindo Persada, 2000). hlm.80
[2] Yusuuf
al-Isy. Tarikh ‘Ashr Al-Khilafah Al-‘Abbasiyyah. Terj. Arif
Munandar. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007). hlm. 102-104
[3] Badari
Yatim. Op.Cit. hlm. 50
[4] Ibid.
hlm.63
[5] Yusuuf
al-Isy. Op. Cit. hlm. 137
[6] Philip
K. Hitti. History Of The Arabs. Terj. R. Cecep Lukman Yasin.
(Jakarta: Serambi, 2008) hlm. 436 dan 618
[7] Ahmad
al-Usyairy. Attarikh al-Islami. Terj. Samson Rahman. (Jakarta:
Akbar, 2003). hlm. 224
[8] Badari
Yatim. Op.Cit. hlm. 84
According to Stanford Medical, It is really the one and ONLY reason this country's women live 10 years longer and weigh 19 kilos less than we do.
ReplyDelete(Just so you know, it has NOTHING to do with genetics or some hard exercise and really, EVERYTHING about "how" they eat.)
BTW, I said "HOW", not "what"...
Click on this link to see if this brief quiz can help you release your real weight loss possibility