ان رسول الله ص.م. سئل : أي الكلام أفضل ؟ قال : "ما اصطفى الله
لملا ئكته سبحان الله و بحمده
"Bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya: 'Ucapan apa yang pahng
baik?' Beliaumenjawab: 'Yaitu apa yang dipilih oleh Allah SWT bagi para
Malaikat-Nya; Mahasuci Allah, segala puji bagi-Nya."
Mengenai firman-Nya: قال اني اعلم
ما لا تعلمون”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui”. Qatadah mengatakan : “Allah SWT sudah mengetahui bahwa
diantara khalifah itu akan ada para Nabi, Rasul, kaum yang shalih dan para
penghuni surga.”
Al-Qurthubi dan ulama lainnya menjadikan ayat ini sebagai dalil
yang menunjukkan keharusan mengangkat pemimpin untuk memutuskan perkara di
tengah-tengah ummat manusia, mengakhiri pertikaian mereka, menolong orang-orang
teraniaya dari yang menzhalimi, menegakkan hukum, mencegah berbagai perbuatan
keji, dan berbagai hal yang penting lainnya yang tidak mungkin ditegakkan
kecuali dengan adanya pemimpin, dan "Sesuatu yang menjadikan suatu kewajiban
tidak sempurna kecuali dengannya, maka sesuatu itu sendiri merupakan hal wajib
pula."
Imam itu diperoleh melalui nash, sebagaimana yang
dikatakan oleh segolongan ulama Ahlus Sunnah terhadap kepemimpinan Abu Bakar.
Atau melalui pengisyaratan menurut pendapat lainnya. Atau melalui penunjukan
pada akhir masa jabatan kepada orang lain, sebagaimana yang pernah dilakukan
oleh Abu Bakar ash-Shiddiq terhadap 'Umar bin Khathab ra. Atau dengan
menyerahkan permasalahan untuk dimusyawarahkan oleh orang-orang shalih,
sebagaimana yang pernah dilakukan 'Umar bin al-Khathab ra. Atau dengan
kesepakatan bersama ahlulhalli wal 'aqdi untuk membai'atnya,
atau dengan bai'at salah seorang dari mereka kepadanya dan dengan demikian
wajib diikuti oleh mayoritas anggota. Hal tersebut menurut Imam al-Haramain
merupakan ijma' (konsensus), Wallahu a'lam. Atau dengan memaksa
seseorang menjadi pemimpin untuk selanjutnya ditaati. Hal ini dimaksudkan agar
tidak terjadi perpecahan dan perselisihan, sebagaimana dinyatakan oleh Imam asy-Syafi'i.[1]
Pada dasarnya masyarakat dengan masing-masing pribadi yang ada di
dalamnya haruslah memerintah dam memimpin diri sendiri (Hadis : “kullukum
raain wa kullukum mas uulun ‘an raiyyatih”-Mutafaqun’Alaih). Oleh karena
itu pemerintah haruslah merupakan kekuatan pimpinan yang lahir dari masyarakat
sendiri. Pemerintah haruslah demokratis, berasal dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat, menjalankan kebijaksanaan atas persetujuan rakyat berdasarkan
musyawarah dan dimana keadilan dan martabat kemanusiaan tidak terganggu.
Kekuatan yang sebenarnya di dalam negara ada ditangan rakyat, dan pemerintah
harus bertanggung jawab pada rakyat.
Perwujudan menegakkan keadilan yang terpenting dan berpengaruh
adalah menegakkan keadilan dibidang ekonomi atau pembagian kekayaan diantara
anggota masyarakat. Dalam masyarakat yang tidak menganal batas-batas
individual, sejarah merupakan perjuangan dialektisyang berjalan tanpa kendali
dari pertentangan-pertentangangolongan yang didorong oleh ketidak serasian
antara pertumbuhan kekuatan produksi disatu pihak dan pengumpuln kekayaan oleh
golongan-golongan kecil dengan hak-hak istimewa dilain pihak. Karena kemerdekaan
tak terbatas mendorong timbulnya jurang-jurang pemisah antara kekayaan dan
kemiskinan yang semakin dalam.bila sudah mencapai batas maksimal, pertentangan
golongan itu akan menghancurkan sendi-sendi tatanan sosial dan membinasakan
kemanusiaan dan peradabannya.
Dalam masyarakat yang tidak menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya
tempat tunduk dan menyerahkan diri, manusia dapat diperbudak oleh harta benda.
Tidak lagi pekerja menguasai hasil pekerjaannya, tetapi justru malah dikuasai
oleh hasil pekerjaan itu. Kekayaan telah menggenggam dan memberikan sifat-sifat
tertentu seperti keserakahan, ketamakan dan kebengisan. Oleh karena itu,
menegakkan keadilan bukan saja dengan amar ma’ruf nahi munkar saja,
tetapi juga melalui pendidikan yang intensif pribadi-pribadi agar tetap
mencintai kebenaran dan menyadari secara mendalam akan adanya Tuhan.[2]
No comments:
Post a Comment