
Kerajaan mughol merupakan kelanjutan dari kesultanan Delhi, karena
Pendiri kerajaan ini oleh Zahiruddin Babur, keturunan timur lenk.[2] namun
setelah epeninggalanya roda pemerintahan dilanjutkan oleh anaknya Humayun barangkali
adalah masa-masa pemerintahan yang paling kejam, menindas, dan merusak
sepanjang kaum muslimin. Ketika kerajaan mongol dan timur pecah menjadi
kerajaan-kerajaan kecil, dunia islam menjadi terkotak-kotak dan jatuh pada
kekuasaan yang berdinsati.[3]
Kemudian raja Shah Jehan meninggal dunia pada 1657, setelah
menderita sakit keras. Setelah kematiannya terjadi perang saudara. Perang
saudara tersebut pada akhirnya menghantar Aurangzeb sebagai pemegang Dinasti
Mughal berikutnya.[4]
Pada masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintahan pusat
memang sudah muncul, tetapi dapat di atasi. Pemberontakan itu bermula dari
tindakan-tindakan Aurangzebyang dengan keras menetapkan pemikiran
puritanismenya. Setelah itu wafat, penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu
menghadapi problema yang ditinggalkannya.
Ada beberapa faktor penyebabkan kekuasaan dinasti Mughol itu mundur
pada satu setengah abad terakhir, dan membawa kehancurannya pada tahun 1858 M
yaitu:
1. Terjadi
stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer inggris di
wilayah- wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan mughol.
Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan mereka kurang terampil dalam
mengoperasikan persenjataan buatan Mughal sendiri;
2. Pada
masa humayun ini di hiasi dengan peperangan seperti pada 1535 di Baksar dekat
Banaras melawan pasukan Sher Khan, kekelahanpun terjadi.[5]
3. Kemerosotan
moral dan hidup mewah di kalangan elit politik, yang sangat boros
dalam penggunaan uang Negara. Ini memicu terjadinya krisis financial,
padahal tingkat pajak sudah begitu tinggi. Untuk keluar dari krisis ini,
Gaykhatu (690-694 H/1291-1295 M), penguasa ke-5 dari dinasti Mongol mencoba
memperkenalkan uang kertas yang kemudian tidak diterima oleh rakyat.[6] Walaupun
Ghazan Khan penguasa ketujuh mugholmemperkenalkan sejumlah reformasim
bangsanya,tetap saja kemerosotan perdangan yang terus meluas dan menyebabkan
kehancuran sendi-sendi ekonomi;
4. Pendekatan
Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-ide puritan dan
kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antar agama sangat sukar diatasi
oleh sultan-sultan sesudahnya;
5. Semua
pewaris tahta kerajaan pada paro terakhir adalah orang- orang lemah dalam
bidang kepemimpinan.[7] Seperti
kedudukan raja hanya sebagai simbol dan lambang belaka. Para raja diberi gaji
pada kolonial Inggris yang menghidupi istana.[8]
6. Sector
pertanian
Kurangnya
pemeliharaan saluran irigasi menimbulkan dampak adanya kemerosotan ekonomi pada
titik paling rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Chapra,
M. Umer,Peradaban Muslim. Dalam Muslim Civilization. The Cause
Of Decline And The Need For Reform, penerjemah
Ikhwan Abidin Basri, Jakarta:Amzah, 2010)
Hamka, Sejarah
Umat Islam III, dalam buku Badri Yatim. Jakarta: Bulan Bintang,
1981
M Amin
Abdullah, Ahmad Syafii Maarif. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam.Yogyakarta:
Pustaka Book Phublisher, 2007
Philip K.
Hitti, History of Arab, oleh R. Cecep lukman Yasin dan Dei Slamet
riyadi. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010
Sholikhin,M,
Sejarah Peradaban Islam . Semarang: RASAIL, 2005
Syukur , Fatah, Sejarah
Peradaban Islam,Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2010
Munir Amin,
Syamsul, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2010
Ketua TIM
Penulis M. Syafii Antonio, Ensiklopedia Peradaban Islam Istanbul,
Tazkia Publishing: Jakarta, 2012.
Yatim Badri, Sejarah
Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003
http://mashajirismail.wordpress.com/.Pkl.
07.09. 11/12/12
[2] Fatah
Syukur, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra)
hlm.142
[3] Umer
Chapra, Peradaban Muslim, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm.85
[5] Ahmad
Syafii Maarif, M Amin Abdullah, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam,(Yogyakarta:
Pustaka Book Phublisher, 2007), hlm.315
[6] Umer
Chapra, Lock.Cit, hlm. 100
[7] Badri Yatim. Op.Cit.
hlm.227-228
[8] Ahmad
Syafii Maarif, M Amin Abdullah, Op.Cit, hlm. 318
No comments:
Post a Comment