1. Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Disinilah letak diperlukannya Islamisasi ilmu
pengetahuan. Untuk menyingkirkan unsur-unsur peradaban dan intelektual Barat
yang telah mengkontaminasi alam pemikiran Islam. Islamisasi sendiri berarti
membawa sesuatu ke dalam Islam atau membuatnya dan menjadikan Islam. Sedangkan
Islamisasi ilmu pengetahuan menurut Al Attas adalah melakukan aktifitas
keilmuan, seperti mengungkap, menghubungkan dan menyebarluaskan menurut sudut
pandang ilmu terhadap alam kehidupan manusia.[2]
Sedangkan dalam prosesnya, Islamisasi ilmu
pengetahuan yang dicanagkan oleh Al Attas mempunyai beberapa langkah yaitu :
a. Mengisolir unsur-unsur dan konsep-konspe kunci
yang membentuk budaya dan peradaban Barat. Unsur-unsur tersebut
adalah :
· Akal sebagai pembimbing kehidupan manusia
· Bersikap dualistik terhadap realitas dan
kebenaran
· Menegaskan aspek eksistensi yang
memproyeksikan pandangan hidup sekuler
· Membela doktrin humanism
· Menjadikan drama dan tragedi sebagai
unsur-unsur yang yang dominan dalam fitrah dan eksistensi manusia
b. Memasukkan unsur-unsur Islam beserta
konsep-konsep kunci dalam setiap bidang dari ilmu pengetahuan saat ini yang
relevan.Konsep utama tersebut yaitu : Konsep Agama, Konsep Manusia, Konsep
Pengetahuan, Konsep kearifan dan sebagainya.[3]
2. Pembangunan Kembali Tradisi Ilmu Dalam Islam
Belajar dari bagaimana Islam pernah mencapai
masa kejayaannya di Baghdad, focus gerakan pembangunannya waktu itu adalah ilmu
pengetahuan. Dan itu dilakukan secara sinergis, simultan dan konsisten. Ketika
membangun bayt al Hikmah misalnya, dimana waktu itu para
golongan penguasa, pemerintah, elit bangsawan, militer dan tentunya para
saintis kerja bahu membahu dalam pendiriannya.
Dalam konteks umat Islam dewasa ini yang
pertama diperlukan adalah membangun tradisi keilmuan Islam yang serius, baik
dalam bentuk pusat studi atau universitas Islam yang khas. Tugas utamanya
adalah merespon tantangan keilmuan kontemporer dan menjelaskan ulang
konsep-konspe dasar Islam yang relevan untuk kebutuhan ummat masa kini.
Skenario ini dapat digambarkan dari pernyataan
di bawah ini :
Marilah kita meletakkan scenario hipotesis : Jika kekuasaan
Islam tak dilemahkan, dan jika ekonomi Negara-negara Islam tak dihancurkan, dan
jika stabilitas politik tidak diganggu.
Dan jika para ilmuwan Muslim diberi stabilitas dan kemudahan
dakam waktu 500 tahun lagi.
Apakah mereka akan gagal mencapai apai yang telah dicapai
Copernicus, Galileo, Kepler, dan Newton ?
Model-model planetarium Ibn al Shatir dan astronomer-astronomer
Muslim yang sekualitas Copernicus
Dan yang telah mendahului mereka 200 tahun membuktikan bahwa
sistim heliosentris dapat diproklamirkan oleh saintis muslim, jika komunitas
mereka terus eksis dibawah scenario hipotesis ini.
Maka untuk membangun kembali tradisi ilmu
diperlukan paling tidak stabilitas politik dan ekonomi, serta stabilitas Islam
yang tak diganggu oleh berbagai pihak. Hal ini dapat terwujud bilamana adanya
kerjasama yang sinergis antara berbagai kelompok, saintis, penguasa, militer,
elit bangsawan dan sebagainya. Dari produk ini diharapkan lahir komunitas
ilmuwan yang aktif tidak hanya memperdalam disiplin ilmu keislaman, tapi juga
mengasimilasi dan mengislamisasikan ilmu pengetahuan kontemporer, sehingga
menghasilkan disiplin ilmu baru.[4]
No comments:
Post a Comment