PENDAHULUAN
Islam sebagai sebuah din pada hakikatnya telah
memiliki konsep yang jelas,lengkap, dan mencakup segala aspek. Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang berlandaskan
pada firman dan wahyu tuhan sebagai landasannya, tak terpengaruh oleh budaya
dan sejarah manusia. Wahyu dalam islam bersifat otentik, tak terdistorsi oleh
sejarah dan peradaban serta budaya manusia. Ringkasnya dari wahyu tuhan yang
otentik ini, melahirkan worldview Islam yang menjadi landasan para pemeluknya
dalam memandang seluruh kehidupan di dunia dan akhirat ini dalam bingkai Islam.[1]
Namun pihak. Mulai dari para orientalis barat
yang tak pernah berhenti untuk mencari titik lemah Islam, kaum kafirun yang
selalu memusuhi Islam dari sejak pertama kali diturunkan, bahkan hingga dari
golongan ummat muslim sendiri yang berbalik memusuhi agamanya sendiri. Yang
diserang pun bukan hanya sebatas fisik lagi, sebagaimana pada masa perjuangan
nabi Muhammad SAW, melainkan dari segi pemikiran, intelektual, bahkan jiwa dan
esensi dari seorang muslim sendiri.
Kemudian para orientalis juga mengkaji ulang
Islam sebagai salah satu ilmu pengetahuan, dengan kata lain mengesampingkan
berbagai unsur, konsep dan hal-hal lainnya dalam Islam. Dalam hal ini maka
posisi Islam disetarakan dengan posisi agama lainnya. Mereka juga mengkaji
Islam dengan menempatkannya dalam ranah budaya, sehingga berdampak pada sebuah
konsekuensi bahwasanya Islam terikat dengan sejarah dan waktu, serta selalu
berubah menyesuaikan dengan konteks budaya dan keadaan manusia yang hidup pada
suatu zaman.
Selain para orientalis yang menyerang Islam,
Kristen juga berusaha untuk melemahkan ummat Islam sekarang. Bila pada zaman
dahulu mereka menyerang dengan perang fisik, maka sekarang mereka memerangi
Islam dengan cara menjauhkan ummat muslim dari identitas keislamannya, hal ini
sebagaimana dikutip dari pernyataan Samuel Zwemmer dalam sebuah konferensi
misionaris pada tahuun 1935 :
Misi utama kita sebagai orang Kristen bukan
menghancurkan kaum muslim, namun mengeluarkan seorang muslim dari Islam, agar
jadi orang muslim yang tak berakhlak. Dengan begitu akan membuka pintu
kemenangan imperialis di negeri-negeri Islam. Tujuan kalian adalah
mempersiapkan generasi baru yang jauh dari Islam. Generasi muslim yang sesuai
dengan kehendak kaum penjajah, generasi yang malas, dan hanya mengejar kepuasan
hawa nafsunya.[2]
Menghadapi situasi seperti ini, tentu saja
kita sebagai ummat Islam tak bisa berdiam diri tanpa mengambil tindakan apapun.
Kita perlu mengklasifikasi berbagai jenis tantangan tersebut dan mencari
langkah solusi dan pencegahan untuk tetap menjaga Islam sebagai satu-satunya
agama yang otentik dari Allah SWT. Disini akan dipaparkan mengenai tantangan
apa saja yang dihadapi ummat Islam di era ini beserta solusi untuk
menghadapinya.
BEBERAPA TANTANGAN ISLAM SEKARANG
1. Masuknya Konsep Liberal Dalam Pemikiran Islam.
Liberal sendiri secara bahasa berarti bebas.
Paham ini pertama kali diterapkan dalam ranah social, politik dan pemerintahan.
Namun lambat laun juga memasuki ranah pemikiran intelektual. Paham liberal awal
yang pertama digagas oleh Yunani kemudian diambil oleh kaum Barat . Memasuk
abad 17 dunia Barat terobsesi untuk membebaskan diri mereka dalam bidang
politik, keagamaan, politik, dan ekonomi dari tatanan moral, supranatural
bahkan Tuhan.[3] Dalam
ranah agama, mereka berusaha untuk menghapus hak-hak otoritas Tuhan, kebenaran
mutlak dan doktrin gereja harus dihapuskan, dan agama menjadi bersifat
individual. Penyebabnya karena Barat merasa kebebasan mereka selama ini terus
dikungkung dan dibatasi oleh doktrin dan kekuasaan gereja yang mengatasnamakan
wakil Tuhan.
Namun sayangnya, paham yang berasal dari dunia
Barat ini malah diambil dan diterapkan dalam Islam. Para sarjana-sarjana Islam
yang dididik oleh kaum Barat malah terpesona dengan paham liberalisasi ini dan
mengaplikasikannya dalam ranah pemikiran Islam. Ini tentu saja tak bisa
diterima, sebab berbeda dengan Kristen yang mengkungkung kebebasan para
pemeluknya, sebaliknya Islam menjamin kebebasan para pemeluknya sesuai dengan
koridor yang telah ditetapkan.
Dampak dari masuknya konsep liberal ini juga
banyak. Munculnya pengingkaran terhadap semua otoritas, bahkan Tuhan dan agama.
Sebab otoritas dalam pandangan liberal menunjukkan adanya kekuatan di luar dan
diatas manusia yang mengikutinya secara liberal. Berkembang juga inklusifisme
agama. Menurut kaum liberal, kita sekarang tak bisa mengatakan bahwa Islam
adalah satu-satunya agama yang benar, begitu juga dengan mengatakan bahwa
Kristen adalah satu-satunya agama yang benar juga. Dan juga kita tak bisa
mengatakan bahwa agama selain itu adalah salah. Menurut mereka semua agama
adalah sama, agama-agama bisa berbeda dalam ranah hukum dan syariatnya, tetapi
tetap menuju Tuhan yang satu. Agama-agama pada ranah eksoteris bisa
berbeda,tetapi pada ranah esoteris sama-sama menuju satu Tuhan yang sama.[4] Dengan kata lain
mereka menolak sifat eksklusif dalam suatu agama. Inilah yang akan menjadi
dasar dari paham pluralisme beragama.
Masuknya paham liberal dalam ranah intelektual
juga menyebabkan setiap orang bebas untuk menafsirkan sebuah teks dan ajaran
agama. Setiap orang punya kans yang sama untuk menafsikrkan kebenaran, walaupun
tanpa memiliki bekal yang cukup. Sehingga lahir lah tokoh-tokoh seperti Nasr
Hamid Abu Zaid yang menafsirkan teks-teks agam dengan penafsirannya sendiri.
Lahir juga tkoh-tokoh serupa di Indonesia seperti Amin Abdulah, Aksin Wijaya
dan sebagainya. Padahal dalam Islam sendiri, tidak semua orang bebas untuk
menafsirkan teks Al Quran, ia harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu,
seperti : terpercaya, bersifat objektif, menguasai ilmu bahasa Arab, adil dan
sebagainya. Ini untuk menghindari penafsiran yang salah akan sebuah teks
keagamaan.
2. Ilmu-Ilmu Sosial Menjadi Patokan Utama Dalam
Dunia Pendidikan.
Masuknya ilmu-ilmu social dalam dunia
pendidikan juga menjadi problematika sendiri, dimana dengan masuknya ilmu-ilmu
tersebut semakin menyingkirkan ilmu-ilmu agama dalam dunia pendidikan. Bahkan
ilmu-ilmu social juga digunakan untuk memahami suatu agama. Hal ini
berkonsuensi bahwa Islam diposisikan sama dengan agama-agama lainnya yang ada.
Islam hanya dipandang sebagai objek ilmu pengetahuan, terlepas dari berbagai
macam konsep, struktur, dan aturan dalam Islam sendiri.
Ilmu-ilmu social yang sejak awalnya digunakan
untuk memahami kondisi social suatu masyarakat, pada akhirnya digunakan juga
untuk membedah dan memahami suatu agama. Maka muncullah dengan ini ilmu-ilmu
baru seperti sosiologi agama, psikologi agama, dan antropologi agama.
3. Kendala Dalam Memahami Bahasa Arab.
Muncul anggapan dalam masyrakat sekarang
bahwasanya bahasa Arab tidak mengandung signifikansi lagi,atau unexpected dan
tak profitable lagi. Hal ini disebabkan bahwa mereka memahami bahasa arab
bukanlah bahasa peradaban dan intelektual, melainkan hanya sebatas bahasa
ritual atau agama. Sehingaa menjadikan masyrakat sekarang enggan untuk
mendalami dan belajar bahasa arab. Padahal bila kita mengkaji lebih dalam lagi,
bahasa Arab memiliki peran yang sangat signifikan dalam gerakan intelektual.
Periode penerjemahan berbagai macam cabang ilmu dari bangsa lain seperti Yunani
ke dalam bahasa Arab gencar dilakukan oleh ilmuiwan-ilmuwan muslim seperti Al
Faraby, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd dan lain sebagainya. Mereka semua menerjemahkan
karya-karya berbahasa asing tersebut,kemudian menyaring dan memverifikasinya
lagi, barulah hasilnya dapat dipahami oleh masyarakat yang lebih luas. Ini
jelas berlawanan dengan anggapan sebagian orang diatas, bahwa pada hakikatnya
bahasa Arab mempunyai konstribusi yang besar dalam ranah intelektual dan
pengetahuan.
4. Tidak Adanya Perbandingan Antara Peradaban
Barat dan Peradaban Timur
Barat sebagai sebuah peradaban tentu berbeda
dengan peradaban Islam. Hal ini dikarenakan peradaban Islam adalah peradaban
yang dibangun atas dasar ilmu yang berlandasakan wahyu Tuhan yang
otentisitasnya tak diragukan. Dari wahyu Al Quran inilah yang menghasilkan
tradisi intelektual dan diaplikasikan dalam seluruh bidang kehidupan.[5] Berbeda dengan barat,
peradaban Barat tak dibangun atas dasar ilmu dan wahyu Tuhan, bahkan mereka
malah mengesampingkan peran Tuhan dalam kehidupan mereka. Ringkasnya peradaban
Barat dibangun atas dasar sekularisme dan penolakan atas hak-hak Tuhan dan
agama.
Namun apa yang terjadi berikutnya unsur dan
elemen dari peradaban barat tersebut malah diambil dan diterapkan dalam Islam,
Maka masuklah unsur-unsur seperti sekularisme, eksklusifisme beragama,
pluralism beragama, feminism dan kesetaraan gender dan lain sebagainya. Kondisi
seperti inilah yang menebabkan kebingungan dalam dunia pemikiran Islam, dimana
masyarakat bingung untuk memilih antara dua unsur diatas.
Part 2
[1] Wahyu
dalam Islam sendiri adalah Alquran, yang baik teks ataupun maknanya diturunkan
langsung dari Allah SWT, dan Allah sendiri juga yang menjamin akan keotentikan
Al Quran hingga akhir zaman. Disamping itu tradisi menjaga hafalan AL Quran
dilakukan secara turun temurun dengan metode yang terpercaya, sehingga mustahil
Al Quran mengalami distorsi oleh sejarah dan kebudayaan manusia. Ini berbeda
dengan wahyu dalam Kristen, Bibel, ataupun agama lainnya yang mana wahyu ini
mengalami perubahan menyesuaikan waktu dan konteks budaya yang melingkupinya.
Adnin Armas, Islam Agam Wahyu, bukan Agama Budaya dan Sejarah, INSISTS
[2] Hamid
Fahmy Zarkasyi, Liberalisasi Pemikiran Keagamaan,Proyek Gabungan
Kolonialisasi, Kristenisasi dan Orientalisme, hal 26, CIOS
[3] Hamid
Fahmy Zarkasyi, Misykat, Refleksi Tentang Westernisasi, Liberalisasi,
dan Islam,hal108, MIUMI dan INSISTS
[4] Paham
esoteric dan eksoteris agama ini dikembangkan oleh salah satu pemikir muslim,
Fritchuof Schuorn. Dia menggagas ide “Transendent Unity of Religion” yang
menyatakan bahwa semua agama menuju satu Tuhan yang sama pada ranah yang
transenden, walaupun berbeda pada ranah syari’at dan aturannya. Paham inilah
yang kemudian dikembangkan oleh penganut pluralism beragama. Fritchuof Schuorn,
Transendent Unity of Religion
[5] Al-Quran
sendiri sebagai wahtu Tuhan telah mengandung bakal konsep (seminal concept)
tentang al-ilm,al-alim(manusia) dan al ma’lum(alam semesta). Selanjutnya
melalui beberapa periode sehingga Al-Quran dapat menghasilkan tradisi
intelektual. Periode pertama, lahirnya pandangan hidup Islam digambarkan dari
kronologi turunnya wahyu dan penjelasan nabi tentang wahyu itu. Periode kedua
timbul dari kesadaran wahyu yang turun dan dijelaskan nabi itu telah mengandung
struktur fundamental scientific worldview, seperti struktur tentang dunia,
tentang ilmu pengetahuan dsb. Periode ketiga lahirnya traidisi keilmuan dalam
Islam, yang didasari oleh wujudnya komunitas ilmuwan, dan munculnya kerangka
konspe keilmuan dalam Islam. Hamid Fahmy Zarkasyi, Membangun Peradaban
Islam Dengan Ilmu. Tanpa penerbit, hal 3-6
No comments:
Post a Comment