PLOTINUS
(NEOPLATONISME)
A. Biografi
Plotinus
Plotinus
dilahirkan pada tahun 204 Masehi di Lycopolis, Mesir. Orang tuanya berasal dari
Yunani. Mengenai Plotinus, banyak yang tidak mengetahui tentang kehidupannya,
Plotinus terkenal karena ajaran filsafatnya. Pada tahun 232 Masehi, Plotinus
pergi ke Alexandria untuk belajar filsafat kepada seorang guru bernama
Animonius Saccas, selama 11 tahun. Sebenarnya diusianya yang sudah 28 tahun,
Plotinus nampak cerdas sebagai filosof. Namun, baginya itu semua belum cukup.
Ia ingin mempelajari mistik dari Persia dan India, secara kebetulan Kaisar Roma
ketika itu, Gordianus hendak melakukan penyerangan ke Persia. Plotinus pun
meminta agar dirinya dijadikan serdadu dalam laskar Gordianus.
Akan
tetapi, keinginan Plotinus untuk mempelajari mistik di Persia dan India gagal,
karena Gordianus terbunuh dalam peperangan tersebut. Plotinus selamat dan
berhasil melarikan diri ke Antakya (Antioch. Pada umur 40 tahun, Plotinus pergi
ke Roma. Lalu, pada tahun 270 Masehi, Plotinus meninggal di Minturnae,
Campania, Italia. Muridnya yang bernama Porphyry mengumpulkan tulisannya yang
berjumlah 54 karangan.
B. Ajaran
Filsafat Plotinus
Plotinus
pada awalnya tidak bermaksud untuk mengemukakan filsafatnya sendiri. Ia hanya
ingin memperdalam filsafat Plato. Oleh karenanya, filosofinya disebut pula
dengan Neoplatonisme. Plato mendasarkan ajarannya kepada yang baik, yang
meliputi segala-galanya. Sedangkan ajaran Plotinus berpokok kepada Yang Satu.
Walaupun filosofinya berdasarkan ajaran Plato, ia juga mengambil ajaran dari
filosofi-filosofi sesudah Plato, selagi ajaran-ajaran itu dapat disesuaikan
dengan agamanya.
Yang
satu tidak dapat dikenal, sebab tidak ada ukuran untuk membandingnya. Orang
hanya dapat mengatakan, apa yang tidak sama dan serupa dengan Dia, tetapi tidak
dapat dikatakan apa Dia. Pada dasarnya, Yang Satu itu tidak dapat
disebut, karena nama-nama Yang Satu, Yang Baik, berlainan dengan nama-nama
yang lain, tidak berhubungan dengan Yang Asal. Yang Satu itu
menunjukkan sesuatu yang negatif, yaitu tidak ada padanya yang
banyak. Yang Baik menunjukkan apa artinya baik itu untuk makhluk yang
lain, bukan apa itu baginya sendiri. Hanya satu saat yang positif yang tidak
boleh ada padanya, yaituYang Asal itu adalah permulaan dan sebab yang
pertama dari segala yang ada.
Plotinus
merasakan kesulitan tentang bagaimana kelanjutan logikanya. Untuk
mengatasi kontradiksi itu dikemukakannya dasar kausalita Tuhan sebagai wujud
jalan keluar yang dia lakukan. Yang Satu itu adalah semuanya, tetapi
tidak mengandung didalamnya satupun dari barang yang banyak itu. Dasar dari
yang banyak tidak bisa yang banyak itu sendiri. Sebaliknya, yang satu adalah
semuanya berarti bahwa yang banyak itu adalah padanya. Didalam Yang Satu,
yang banyak itu belum ada, tetapi yang banyak itu akan ada. Sebab didalamnya, yang
banyak itu tidak ada, yang banyak itu datang dari Dia. Karena Yang
Satu itu sempurna, tidak mencari apa-apa, tidak memiliki apa-apa dan tidak
memerlukan apa-apa, keluarlah sesuatu dari Dia dan mengalir menjadi
barang-barang yang ada. Pandangan itu disebut dengan Emanasi dari Dia
dan datang dari Dia. Dan dalam alam pemikiran Yunani belum ada pengertian
tentangnya.
Mengenai
alam, Plotinus mengatakan bahwa alam ini terjadi dari yang melimpah atau
mengalir dari Yang Asal dan yang mengalir itu tetap bagian yang asalnya
tadi. Bukan Tuhan berada dalam alam, melainkan alam berada dalam Tuhan.
Jalannya sebab dan akibat serupa dengan air yang mengalir dalam mata air dan
panas dalam api. Emanasi alam dari Yang Asal itu, janganlah
dipahamkan sebagai suatu kejadian yang berlaku dalam ruang dan waktu. Sebab,
ruang dan waktu terletak pada tingkat yang terbawah
daripada Emanasi tadi. Ruang dan waktu adalah pengertian dalam dunia
yang lahir.
Dapat
disimpulkan bahwa dalam ajaran Plotinus, Yang Satu itu adalah dalam
keadaan sempurna. Oleh sebab itu, bertambah banyaknya yang tidak sempurna hanya
bisa terjadi dalam bertambah banyaknya yang berbagai rupa, pembagian dan
perubahan-perubahan. Dari Yang Satu datang ‘makhluk’ yang pertama,
yaitu akal dan dunia pikiran. Dari akal datang jiwa dunia, yang pada akhirnya
melahirkan materi. Semuanya datang dari Yang Satu, tetapi semua itu terus
langsung berhubungan dengan Yang Satu tersebut. Begitulah Plotinus
menyusun suatu sistem filosofinya, yang sebelumnya hal ini belum ada dalam alam
pikiran Yunani. Adapun ajaran-ajaran Plotinus yang dapat disebutkan sebagai
berikut :
1. Ajaran
Tentang Jiwa
Ajaran
Plotinus tentang jiwa adalah dasar teorinya tentang hidup yang praktis dan
ajaran moral. Menurut Plotinus, benda itu karena tidak terpengaruhYang
Satu, Yang Baik, adalah pangkal dari yang jahat. Dari teorinya
tersebut muncul persoalan bahwa apabila benda dihasilkan oleh jiwa, dengan
sendirinya timbul pertanyaan, “Apakah jiwa itu tidak bersalah dalam hal
kejahatan benda itu?”.
Plotinus
menerangkan bahwa jiwa itu tidak langsung bersalah. Karena jiwa itu memiliki
dua macam hubungan ke atas dan ke bawah. Ke atas, ia berhubungan dengan akal
dan karena itu ia adalah makhluk yang berpikir dan menerima dari akal itu idea
yang kekal. Ke bawah, berarti ia berhubungan dengan dunia benda yang
dibentuknya menurut idea yang datang dari atas.
Mengenai
perbuatan jiwa, Plotinus mengatakan bahwa pada awalnya kejahatan timbul pada
mereka yang menjadi sombong dan ingin mencapai tanda kebesaran untuk diri sendiri.
Jika diperhatikan, maka pernyataan ini ada benarnya, karena pangkal dari
kejahatan lainnya adalah adanya sifat sombong dalam diri. Seperti halnya sifat
Iblis yang menyombongkan dirinya sebagai makhluk yang lebih mulia dari manusia,
yang sehingga membuat Iblis harus mendapat murka Allah SWT.
Plotinus
menjelaskan hubungan jiwa dan benda beliau mengungkapkan bahwa jiwa yang pada
hakikatnya makhluk rohaniah tidak dapat dikurung oleh badan seperti barang
dalam peti. Karena makhluk yang lebih tinggilah yang meliputi yang lebih
rendah. Yang lebih rendah itu adalah suatu limpahan dari yang lebih tinggi.
Hubungan seperti itu terdapat pula pada hubungan jiwa dan badan. Oleh
karenanya, dalam badan manusia terdapat dua bagian yang berbeda sama sekali.
Pertama,
materi yang dilahirkan oleh jiwa dunia menurut kemestian Emanasi. Kedua,
cahaya jiwa dunia dalam benda yang sudah dilahirkan. Jiwa ini bercahaya masuk
kedalam badan, tidak lain dari gambaran cahaya dari jiwa dunia yang sebenarnya.
Keinginan, kesedihan, kesenangan dan pemandangan tak lain dari pengalaman dan
pemandangan dari jiwa tersebut. Jiwa yang sebenarnya, yang masih rohaniah,
tidak menderitan sedikitpun. Dengan ‘aku’nya yang bersih, manusia dapat
mencapai yang lebih tinggi daripada materi, mencapai alam rohaniah. Akan
tetapi, pada ‘aku’ rohaniah yang suci tadi bergantung pula ‘aku’ yang buas,
yang menarik yang tinggi tadi ke bawah. Sebaliknya, ‘aku’ rohaniah yang lebih
tinggi tadi menarik yang lebih rendah itu ke atas. Pada ‘aku’ rohaniah yang
suci tidak terdapat kesenangan dan beban yang ada pada ‘aku’ yang lebih rendah
yang buas.Dengan jalan itu, Plotinus mengajarkan bahwa dosa dan keburukan,
kejahatan dan kebengisan hanya ada pada keadaan dan perbuatan ‘aku’ yang
rendah. Tidak ada pada jiwa yang masih murni.
2. Ajaran
Tentang Hidup dan Moral
Ajaran
ini mudah, karena hanya melaksanakan dalam praktik ajarannya tentang jiwa.
Tujuan hidup manusia dikatakannya mencapai persamaan dengan Tuhan. Budi yang
tertinggi adalah roh. Benda yang disekitar manusia hendaklah diabaikan sama
sekali dan jiwa itu harus mencoba semata-mata hidup dalam lingkungan alam
rohaniah dan alam pikiran. Hanya dalam alam rohaniah dan alam pikiran itulah,
jiwa dapat melatih diri untuk mencapai langkah terakhir, yaitu bersatu dengan
Tuhan. Ini hanya dapat dicapai dengan mengembangkan perasaan yang luar biasa,
yaitu rasa keluar dari diri sendiri dengan extase.
3. Ajaran
Metafisika Plotinus
Seperti
halnya Plato, Plotinus juga menganut realitas idea. Namun, antara keduanya ada
perbedaan. Menurut Plato idea itu umum, artinya setiap jenis objek hanya ada
satu ideanya. Perbedaan mereka yang pokok adalah pada titik tekan ajaran mereka
masing-masing. Plotinus kurang memperhatikan masalah-masalah sosial seperti
pada Plato. Plotinus tidak percaya bahwa kemanusiaan dapat dibangun melalui
filsafat. Oleh karenanya, Plotinus tidak mencoba mengaplikasikan metafisikanya
kedalam politik. Ahmad Tafsir (2010:68) mengatakan, “Sistem metafisika Plotinus
ditandai oleh konsep transendens. Menurut Plotinus, didalam pikiran ada tiga
realitas, yaitu: the one, the mind dan the soul.
The
One (Yang
Esa) adalah Tuhan dalam pandangan Philo yaitu suatu realitas yang tidak mungkin
dapat dipahami melalui metode sains dan logika. Ia berada diluar eksistensi,
diluar segala nilai. Jika kita mencoba mendefinisikannya, kita akan gagal. Yang
Esa itu adalah puncak semua yang ada. Ia itu cahaya diatas cahaya. Kita tidak
mungkin mengetahui esensinya, kita hanya mengetahui bahwa Ia itu pokok atau
prinsip atau prinsip yang berada di belakang akal dan jiwa. Ia adalah pencipta
semua yang ada. Mereka yang merasa memiliki pengetahuan keilahian juga tidak
akan dapat merumuskan apa Dia sebenarnya.
The
Mind (Nous), ini adalah gambaran tentang Yang Esa dan didalamnya
mengandung idea-idea Plato. Idea-idea itu merupakan bentuk asli objek-objek.
Kandungan Nous adalah benar-benar kesatuan. Agar mampu mengerti,
dilakukan perenungan mendalam.
The
Soul adalah
realitas ketiga dalam filsafat Plotinus. Sebagai arsitek semua fenomena yang
ada di alam ini, Soul itu mengandung satu jiwa dunia dan banyak dunia
kecil. Jiwa dunia dapat dilihat dalam dua aspek, ia adalah energi di belakang
dunia dan pada waktu yang sama ia adalah bentuk-bentuk alam semesta. Jiwa
manusia juga mempunyai dua aspek, yaitu: intelek yang tunduk pada reinkarnasi
dan irasional. Irasional ini mungkin sama dengan moral pada Kant yang intelek
itu kelihatannya sama dengan akal logis.
DAFTAR PUSTAKA
Beni Ahmad Hakim
dkk. 2008. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Tafsir, Ahmad.
2010. Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
No comments:
Post a Comment