1. SEJARAH BANI UMAYAH
Nama “Daulah
Umawiyyah“ berasal dari Nama Umayyah ibnu ‘Abdi Syam Ibnu’Abdi Manaf, yaitu
salah seorang dari pemimpin-pemimpin kabilah Qurais di Zaman jahiliyah. Umayyah
hidup pada masa sebelum Islam. Ia memilki cukup unsur-unsur yang diperlukan
untuk berkuasa di jaman jahiliyyah. kakeknya Abu Sofyan bin Harb, atau
moyangnya Muawiyah bin Abi Sofyan. Daulah Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah
bin Abi Sufyan dengan pusat pemerintahannya di Damaskus dan berlangsung selama
90 tahun (41 – 132 H / 661 – 750 M).[1]
Selama masa
pemerintahan Mu’awiyah , daerah kekuasaan Islam meluas sampai Lahore di
Pakistan. Perhatian Khalifah diarahkan ke Byzantine di wilayah utara dan barat.
Pasukan Umayyah mencapai 1.700 kapal perang, membuat Mu’awiyah dapat
menundukkan banyak pulau-pulau diantaranya ialah Rhodes dan pulau yang lain di
Yunani. Dia juga mempersiapkan pasukan perangnya untuk menghadapi peperangan
kedua musim dingin dan panas dengan Byzantine . Peperangan ini dikenal dengan
al-Shawati (peperangan musim dingin ) dan al-Sawa’if (peperangan musim
panas). Pada Tahun 48 H/688 M, Muawiyah merencanakan penyerangan laut dan
darat terhadap Constantinopel, di bawah pimpinan Yazid. Bagaimanapun juga ia
dipaksa untuk mundur setelah kehilangan banyak pasukan dan kapal perang
mereka. Dan Ifriqiya (Tunisia) dapat ditundukkan dua tahun kemudian dan banyak
dari penduduk Barbar memeluk islam. Kota Qayrawan didirikan dan dijadikan
sebagai ibu kota.[2]
Daulah Bani
Umayyah yang berpusat di Damaskus, telah diperintah oleh 14 orang Kholifah. Suksesi
kepemimpinan secara turun-temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh
Rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid Muawiyah bermaksud
mencontoh Monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan
istilah Khalifah, dia menyebutnya “Khalifah Allah” dalam pengertian “Penguasa”
yang diangkat oleh Allah.[3]
Diantara kholfah-kholifah besar Bani Umayah adalah sebagai berikut :
- Mu’awiyah ibn Abi Sufyan (661-680 M)
- Yazid Ibn Mu’awiyah,
- Mu’awiyah Ibn Yazid,
- Marwan Ibnul Hakam,
- Abdullah Ibn Zubair Ibnul Awwam (Interegnum),
- Abdul-Malik ibn Marwan (685- 705 M),
- Al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M),
- Yazid ibn Abdul Malik
- Umar ibn Abdul-Aziz (717- 720 M) dan
- Hasyim ibn Abd al-Malik (724- 743 M).
11. Marwan II
Al-Himar.Rahimahumullahu ajma,in
Dalam upaya
perluasan daerah kekuasaan Islam pada masa Bani Umayyah, Mu’awiyah selalu
mengerahkan segala kekuatan yang dimilikinya untuk merebut kekuasaan di luar
Jazirah Arab, antara lain upayanya untuk terus merebut kota Konstantinopel. Ada
tiga hal yang menyebabakan Mu’awiyah terus berusaha merebut Byzantium. Pertama,
karena kota tersebut adalah merupakan basis kekuatan Kristen Ortodoks, yang
pengaruhnya dapat membahayakan perkembangan Islam. Kedua, orang-orang Byzantium
sering melakukan pemberontakan ke daerah Islam. Ketiga, Byzantium termasuk
Wilayah yang memiliki kekayaan yang melimpah.[4]
Pada waktu
Bani Umayyah berkuasa, daerah Islam membentang ke berbagai negara yang berada
di Benua Asia dan Eropa. Dinasti Umayyah, juga terus memperluas peta
kekuasannya ke daerah Afrika Utara pada masa Kholifah Walid bin Abdul Malik,
dengan mengutus panglimanya Musa bin Nushair yang kemudian ia diangkat sebagai
gubernurnya. Musa juga mengutus Thariq bin Ziyad untuk merebut daerah Andalusia.[5]
Keberhasilan
Thariq memasuki Andalusia, membuat peta perjalanan sejarah baru bagi
kekuasaan Islam. Sebab, satu persatu Wilayah yang dilewati Thariq dapat dengan
mudah ditaklukan, seperti kota Cordova, Granada dan Toledo. Sehingga, Islam
dapat tersebar dan menjadi Agama panutan bagi penduduknya. Tidak hanya itu,
Islam menjadi sebuah Agama yang mampu memberikan motifasi para pemeluknya untuk
mengembangkan diri dalam berbagai Bidang kehidupan Social, Politik, Ekonomi,
Budaya dan sebaginya. Andalusia pun mencapai kejayaan pada masa pemerintahan
Islam.
2. KEMAJUAN PADA MASA BANI UMAYAH
A.
Sistem Politik dan Perluasan Wilayah
Memasuki
masa kekuasaan Muawwiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah, Pemrintahan
yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis ( kerajaan
turun menurun ). Suksesi kepimimpinan secara turun temurun dimulai ketika
Muawiyyah mewajibkan seluruh Rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya,
Yasid. Muawiyyah tetap menggunakan istilah Khalifah, namun dia memberikan
interprestasi baru dari kata-kata untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia
menyebut “Khalifah Allah” dalam pengertian “Penguasa” yang diangkat oleh Allah.[6]
Pada masa
pemerintahannya terjadi penaklukan yang demikian luas, penaklukan ini dimulai
dari Afrika utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa yaitu pada tahun 711M.
Setelah Al Jazair dan Maroko dapat ditaklukkan, Tariq Bin Ziyad pemimpin
pasukan Islam dengan pasukannya menyebrangi selat yang memisahkan antara Maroko
dengan Benua Eropa dan mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal nama
Bibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan, dengan demikian
Spanyol menjadi sasaran ekspansi.[7]
Meskipun
keberhasilan banyak di capai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik
dalam negri dapat di anggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya
dengan Hasan Ibn ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan
penggantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat Islam.
Deklarasi pengangkatan yasid sebagai putra Mahkota menyebabkan munculnya
gerakan-gerakan oposisi dikalangan rakyat mengakibatkan tarjadinya perang
saudara beberapa kali dan berkelanjutan.
Dengan
keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik ditimur maupun barat. Wilayah
kekuasaan islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah
itu meliputi Spanyol, Afrika utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian
Asia kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan
Purkmenia, Ulbek, dan Kilgis di Asia Tengah.[8]
Khususnya
dibidang Tashri, kemajuan yang diperoleh sedikit sekali, sebab kurangnya
dukungan serta bantuan pemerintah (kerajaan) waktu itu. Baru setelah masa
khalifah Umar Bin Abd Al-Aziz kemajuan dibidang Tashri mulai meningkat, beliau
berusaha mempertahankan perkembangan hadits yang hampir mengecewakan, karena
para penghafal hadits sudah meninggal sehingga Umar Bin Abd Al-Aziz berusaha untuk
membukukan Hadits.
Meskipun
keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik
dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya
dengan Hasan Ibn Ali ketika dia naik tahta yang menyebutkan bahwa persoalan
pergantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat islam.
Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid sebagai putra mahkota menyebabkan
munculnya gerakan-gerakan oposisi dikalangan rakyat yang mengakibatkan
terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.[9]
B.
Sistem Ekonomi
Bidang-bidang ekonomi yang terdapat pada jaman Bani
Umayyah terbukti berjaya membawa kemajuan kepada rakyatnya yaitu:
·
Dalam bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan
terhadap pembangunan sector pertanian, beliau telah memperkenalkan system
pengairan bagi tujuan meningkatkan hasil pertanian.
·
Dalam bidang industri pembuatan khususnya kraftangan
telah menjadi nadi pertumbuhan ekonomi bagi Umayyah.
C.
Sistem Peradilan dan Pengembangan Peradaban
Bani
Umayah membuat sebuah organisasi keuangan,[10]
yang bertugas untuk :
·
Gaji pegawai dan tentara serta gaya tata usaha Negara
·
Pembangunan pertanian, termasuk irigasi
·
Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang
·
Perlengkapan perang.
Daulah ini membentuk lembaga kehakiman.Lembaga
kehakiman ini dikepalai oleh seorang ketua Hakim (Qathil Qudhah).Seorang hakim
(Qadli) memutuskan perkara dengan ijtihadnya. Para hakim menggali hukum
berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Disamping itu kehakiman ini belum
terpengaruh atau dipengaruhi politik, sehingga para hakim dengan kekuasaan
penuh berhak memutuskan suatu perkara tanpa mendapat tekanan atau pengaruh
suatu golongan politik tertentu.
Pada masa
Umayyah, (Khalifah Abd Al-Malik) juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan
administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi
administrasi pemerintahan Islam.
D.
Sistem Militer
Salah satu
kemajuan yang paling menonjol pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayyah
adalah kemajuan dalam system militer. Selama peperangan melawan kakuatan musuh,
pasukan arab banyak mengambil pelajaran dari cara-cara teknik bertempur
kemudian mereka memadukannya dengan system dan teknik pertahanan yang selama
itu mereka miliki, dengan perpaduan system pertahanan ini akhirnya kekuatan
pertahanan dan militer Dinasti Bani Umayyah mengalami perkembangan dan kemajuan
yang sangat baik dengan kemajuan-kemajuan dalam system ini akhirnya para
penguasa dinasti Bani Umayyah mampu melebarkan sayap kekuasaannya hingga ke
Eropa.
Secara garis
besar formasi kekuatan tentara Bani Umayyah terdiri dari pasukan berkuda,
pasukan pejalan kaki dan angkatan laut.[11]
[2] Hasan Ibrahim. Sejarah
dan Kebudayaan Islam. (Yogyakarta: Pustaka Setiaa, 1989). hlm.66
[4] Murodi. Sejarah
Kebudayaan Islam. (Semarang: Karya Toha Putra, 2003). hlm. 41
[5] Dedi Supriadi. Sejarah
Peradaban Islam. (Bandung: Pustaka Setia,2008). hlm. 103
[6] Abu A’la al-Maududi. khilafah
dan kerajaan. (Bandung: Mizan, 1984).
[7] Ali Mufrodi. Islam
di Kawasan Kebudayaan Arab. (Jakarta: Logos, 1997) hlm. 47-48
[10] Hasan Ibrahim. Sejarah
dan Kebudayaan Islam. (Yogyakarta: Pustaka Setiaa, 1989) hlm. 215
[11] Badri Yatim. Sejarah
Peradaban Islam: Dirayah Islamiyah II. (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2000) hlm.67
No comments:
Post a Comment