BAB I
PENDAHULAN
A. Latar Belakang
Berasal-usul
dari keluarga sederhana, Muhammad menegakkan dan menyebarkan salah satu dari
agama terbesar di dunia, Agama Islam. Dan pada saat yang bersamaan tampil
sebagai seorang pemimpin tangguh, tulen, dan efektif. Kini tiga belas abad
sesudah wafatnya, pengaruhnya masih tetap kuat dan mendalam serta berakar.
Muhammad lahir
pada tahun 570 M, di kota Mekkah, di bagian agak selatan Jazirah Arabia, suatu
tempat yang waktu itu merupakan daerah yang paling terbelakang di dunia, jauh
dari pusat perdagangan, seni maupun ilmu pengetahuan. Menjadi yatim-piatu di
umur enam tahun, dibesarkan dalam situasi sekitar yang sederhana dan rendah
hati. Sumber-sumber Islam menyebutkan bahwa Muhamnmad seorang buta huruf.
Keadaan ekonominya baru mulai membaik di umur dua puluh lima tahun tatkala dia
kawin dengan seorang janda berada. Bagaimanapun, sampai mendekati umur empat
puluh tahun nyaris tak tampak petunjuk keluarbiasaannya sebagai manusia.
Umumnya, bangsa
Arab saat itu tak memeluk agama tertentu kecuali penyembah berhala Di kota
Mekkah ada sejumlah kecil pemeluk-pemeluk Agama Yahudi dan Nasrani, dan besar
kemungkinan dari merekalah Muhammad untuk pertama kali mendengar perihal adanya
satu Tuhan Yang Mahakuasa, yang mengatur seantero alam. Tatkala dia berusia
empatpuluh tahun, Muhammad yakin bahwa Tuhan Yang Maha Esa ini menyampaikan
sesuatu kepadanya dan memilihnya untuk jadi penyebar kepercayaan yang benar.
Selama tiga
tahun Muhammad hanya menyebar agama terbatas pada kawan-kawan dekat dan
kerabatnya. Baru tatkala memasuki tahun 613 dia mulai tampil di depan publik.
Begitu dia sedikit demi sedikit punya pengikut, penguasa Mekkah memandangnya
sebagai orang berbahaya, pembikin onar. Di tahun 622, cemas terhadap
keselamatannya, Muhammad hijrah ke Madinah, kota di utara Mekkah berjarak 200
mil. Di kota itu dia ditawari posisi kekuasaan politik yang cukup meyakinkan.
Peristiwa hijrah ini
merupakan titik balik penting bagi kehidupan Nabi. Di Mekkah dia susah
memperoleh sejumlah kecil pengikut, dan di Medinah pengikutnya makin bertambah
sehingga dalam tempo cepat dia dapat memperoleh pengaruh yang menjadikannya
seorang pemegang kekuasaan yang sesungguhnya. Pada tahun-tahun berikutnya
sementara pengikut Muhammad bertumbuhan bagai jamur, serentetan pertempuran
pecah antara Mektah dan Madinah. Peperangan ini berakhir tahun 630 dengan
kemenangan pada pihak Muhammad, kembali ke Mekkah selaku penakluk. Sisa dua
setengah tahun dari hidupnya dia menyaksikan kemajuan luar-biasa dalam hal
cepatnya suku-suku Arab memeluk Agama Islam. Dan tatkala Muhammad wafat tahun
632, dia sudah memastikan dirinya selaku penguasa efektif seantero Jazirah
Arabia bagian selatan.[1]
Keterangan
lebih lanjut ada dalam makalah yang kami tuliskan berikut. Selamat membaca,
semoga bisa bermanfaat bagi kami dan kamu sekalian.
B. Rumusan Masalah
Apa makna hijrah Nabi dan peradaban
islam di Madinah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Hijrah Nabi SAW
Ketika
kezaliman telah memuncak, Rasulullah s.a.w. mengumpulkan para pengikut, dan sambil
menunjuk arah ke Barat beliau mengatakan tentang suatu negeri di seberang
lautan, tempat orang tidak dibunuh karena berganti agama, tempatmereka dapat
beribadah kepada Tuhan tanpa diganggu dan di sana ada seorang raja yang adil.
Sebaiknya mereka pergi ke sana; mungkin perubahan suasana akan membawa
perbaikan dan kelegaan. Serombongan Muslimin- wanita, pria, dan anak-anak -
mengikuti nasihat itu dan berangkat ke Abessinia. Hijrah berskala kecil dan
sangat mengharukan. Orang-orang Arab memandang diri mereka sebagai penjaga Ka'bah dan memang demikian kenyataannya.
Untuk meninggalkan Mekkah adalah suatu peristiwa yang sangat pahit dan tidak
ada seorang Arab pun yang mau berbuat demikian kecuali jika kehidupannya di
Mekkah sudah sama sekali tidak mungkin. Pula, orang-orang Mekkah tidak
sudimembiarkan gerakan semacam itu. Mereka tidak akan membiarkan orang-orang
yang menjadi mangsa itu melarikan diri dan mempunyai kesempatan sedikit untuk
hidup di tempat lain.[2]
Selanjutnya,
orang-orang musyrik bertindak memboikot Rasulullah s.a.w., Bani Hasyim dan Bani
Muttolib. Orang musyrik tidak lagi berjual beli, bernikah dan bergaul dengan
mereka. Orang musyrik juga tidak menerima sebarang perdamaian daripada mereka.
Pemboikotan itu
berlanjutan selama dua atau tiga tahun. Rasul s.a.w. dan orang yang bersamanya
berhadapan dengan kesulitan yang teruk kesan pemboikotan tersebut. Ia berakhir hasil
usaha tokoh-tokoh Quraisy yang rasional.
Walaupun
setelah golongan jahat dan sesat mengenakan seksaan dan penindasan ke atas orang-orang
mukmin, mereka tetap berpegang dengan akidah mereka. Ini menjadi bukti kejujuran
iman dan keikhlasan pegangan akidah mereka. la juga menunjukkan ketinggian jiwa
dan rohani mereka. Mereka menganggap kesakitan yang menimpa hanyalah sebagai
satu kerehatan perasaan, juga ketenangan jiwa dan akal. Mereka lebih
mendambakan keredhaan Allah Jalla Sya'nuh berbanding penyeksaan, halangan dan
penindasan yang dialami oleh jasad mereka.
Sabda Rasul
s.a.w. kepada bapa saudara Baginda Abu Tolib dan keengganan Baginda menerima
tawaran harta dan takhta yang ditawarkan oleh Quraisy menjadi bukti kebenaran dakwaan
kerasulan Baginda. la juga menjadi bukti kesungguhan Baginda membawa petunjuk kepada
manusia. Demikian juga, seseorang pendakwah sepatutnya tekad meneruskan
dakwahnya walau bagaimana golongan batil berhimpun menentangnya. Dia perlu
mengalih pandangannya daripada godaan mereka yang menawarkan kemegahan dan
pangkat. Bagi orang-orang mukmin, susah payah di jalan kebenaran merupa-kan
kerehatan jiwa dan hati mereka. Pada mereka, redha Allah dan syurga-Nya lebih
mulia dan lebih berharga dari pada segala pangkat, kemegahan dan harta dunia.
Perintah
Rasulullah s.a.w. kepada para sahabat agar berhijrah ke Habsyah sebanyak dua
kali menunjukkan ikatan agama sesama golongan beragama (walaupun berbeza agama
mereka) adalah lebih kuat dan kukuh. Ini berbanding ikatan mereka dengan
penyembah berhala dan golongan atheis. Agama-agama Samawidari segi sumber dan
asas-asasnya yang aahih, sepakat dalam objektif utama sosial. la juga sepakat
dalam persoalan keimanan kepada Allah, rasul-rasul-Nya dan hari Akhirat.
Kebersamaan ini menjadikan jalinan kekerabatan antara agama-agama ini lebih
kukuh berbanding mana-mana jalinan lain; Sama ada ikatan kaum kerabat, hubungan
darah ataupun tempat tinggal yang berpasakkan pegangan atheism, keberhalaan dan
kekufuran terhadap syariat Allah.[3]
B. Peradaban Islam di Madinah
Dalam rangka
memperkokoh masyarakat dan Negara baru, nabi segera meletakkan dasar-dasar
kehidupan bermasyarakat.
1. Pembangunan masjid
Setelah agama Islam
datang, rasulullah bermaksud hendak mempersatukan suku-suku bangsa ini, dengan
jalan menyediakan suatu tempat pertemuan. Di tempat ini semua penduduk dapat
bertemu untuk mengerjakan ibadah dan pekerjaan-pekerjaan atau upacara-upacara
lain. Maka Nabi mendirikan masjid, dan diberi nama “Baitullah”.
Di masjid ini kaum
muslimin dapat bertemu mengerjakan ibadah, belajar mengadili perkara-perkara,
jual-beli, upacara-upacara lain. Kemudian ternyata bahwa banyak terjadi hiruk-pikuk
yang mengganggu orang-orang yang sedang sembahyang. Maka dibuatnyalah suatu
tempat yang khas untuk sembahyang, dan satu lagi khas untuk jual beli, tempat
yang dibuat khas untuk “masjid”. Masjid ini memegang peranan besar untuk
mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka.
Tujuan Rasulullah
mendirikan masjid adalah untuk mempersatukan umat manusia dalam satu majlis,
sehingga majlis ini umat islam bias bersama-sama melaksanakan shalat jama’ah
secara teratur, mengadili perkara-perkara dan bermusyawarah.[4]
2. Mempersatukan kaum Anshar dan
Muhajirin
Rasulullah telah
memepertalikan keluarga-keluarga Islam yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar.
Masing-masing keluarga mempunyai pertalian yang erat dengan keluarga-keluarga
yang banyak, karena ikatan persaudaraan yang diadakan rasulullah. Persaudaraan
ini pada permulaannya mempunyai kekuatan dan akibat sebagai yang dipunyai oleh
persaudaraan nasab, termasuk diantaranyahal pustaka, hal tolong-menolong dan
lain-lain.
3. Menjalin hubungan dengan non-muslim
Nabi Muhammad SAW
hendak menciptakan toleransi antar golongan yang ada di Madinah, oleh karena
itu Nabi membantu perjanjian antara kaum muslimin dengan non muslimin. Menurut Ibnu Hisyam, isi
perjanjian tersebut antara lain sebagai berikut:
- Pengakuan atas hak pribadi keagamaan dan politik
- Kebebasan beragama terjamin untuk sesama umat
·
Adalah kewajiban
penduduk Madinah, baik muslim maupun non muslim, dalam hal moril maupun materil,
mereka harus bahu membahu menangkis semua serangan terhadap kota mereka
(Madinah).
4. Menetapkan dasar-dasar politik,
ekonomi dan sosial untuk masyarakat baru
Karena masyarakat islam itu telah terwujud,
maka menjadi suatu keharusan islam untuk menentukan dasar-dasar yang kuat bagi
masyarakat yang baru teòwujud itu. Sebab itu ayat-ayat
Al-Qur’an yang diturunkan dalam periode ini terutama ditujukan kepada
pembiaan hokum. Ayat-ayat yang diturunkan itu diberi penjelasan oleh
Rasulullah. Mana-mana yang belum jelan dan belum terperinci dijelaskan oleh
Rasulullah dengan perbuatan-perbuatan beliau.
Maka timbullah dari
satu buah sumber yang menjadi pokok hokum ini (Al Qur’an dan Hadits). Satu
sistem yang amat indah untuk bidang politik, yaitu sistem bermusyawarah.
Agar stabilitas
masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad mengadakan ikatan perjanjian dengan
Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang. Sebuah
piagam (dikenal
dengan konstitusi Madinah atau piagam Madinah) yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu
komunitas yang dikeluarkan. Setiap golongan masyarakat yang memiliki hak
tertentu dalam bidang politik dan keagamaa. Kemerdekaan beragama dijamin, dan
seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan negeridari serangan luar. Diantaranya isi piagam madinah adalah :
- Mereka adalah satu kesatuan masyarakat (ummah) yang mandiri berbeda dengan yang lain.
- Muhajirin quraisy, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama –sama ( secara kelompok) membayar diyat di kalangan mereka sendiri, dan mereka ( sebagai satu kelompok) menerima uang tebusan atau (tawanan) mereka, (ini harus dilaksanakan dengan benar dan adil diantara mukminin.
- Mukmin tidak diperkenankan menyingkirkan arang yang berhutang tapi harus memberinya (bantuan) menurut kewajaran, baik untuk membayar tebusan maupun untuk membayar diyat.
- Seorangmukmin tidak diperkenankan membunuh seseorang mukmin untuk kepentingan kafir,dan tidak diperkenankan juga berpihak kepada dalam sengketa dengan seorang mukmin.
·
Siapa saja yahudi yang
mau bergabung berhak mendapatkan bantuan dan persamaan (hak). Dia tidak
boleh diperlakukan secara buruk dan tidak boleh pula memberikan bantuan kepada
musuh-musuh mereka.[5]
5.
Peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada periode Madinah
a.
perang badar
Perang badar, perang
antara kaum muslimin dengan kaum musyrik Quraisy. Pada tranggal 8 Ramadhan
tahun 2 hijriyah, Nabi bersama 305 orang muslim bergerak keluar kira membawa
perlengkpan yang sederhana. Di daerahBadar, kurang lebih 120 kilometer dari
madinah, pasukan Nabi bertemu dengan pasukan quraisy yang berjumlah 900 sampai
100 orang. Nabi sendiri yang memegang komando. Dalam perang ini kaum muslimin
keluar sebagai pemenang.
b.
perang uhud
Bagi kaum quraisy Mekkah, kekalahan mereka dalam perang badar merupakan pukulan berat.
Mereka bersumpah akan membalas dendam. Pada tahun 3 H, mereka berangkat menuju madinah membawa tidak kurang 3000 pasukan
berkendaraan unta, 200 pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid bin walid, 700
orang diantara mereka memakai baju besi. Nabi Muahammad menyongsong kedatang
mereka dengan pasukan sekitar seribu menyosong kedatang mereka denga 300
orang yahudi membelot dan kembali dan kembali ke madinah. Beberapa kilo meter
dari kota madinah tepatnya di bukit Uhud, kedua pasukan bertemu, perang dahsyat pun berkobar.
c.
perang khandak
Masyarakat yahudi yang mengungsi ke khaibar itu
kemudian mengadakan kontak denga mayarakat Mekkah untuk menyusun kekuatan
bersama guna menyerang Madinah. Mereka membentuk
pasukan gabungan beberapa suku arab lain. Mereka bergerak menuju Madinah pada tahun 5 H. atas usul Salman Al-farisi, Nabi memerintahkan umat islam menggali parit untuk
pertahanan. Setelah tentara sekutu tiba, mereka tertahan oleh parit itu. Namun, mereka mengepung Madinah dengan
mendirikan kemah-kemah di luar parit hampir sebulan lamanya. Perang
ini disebut perang ahzab ( sekutu beberapa sekutu) atau perang khandaq
(parit). Dalam suasana kritis itu, orang-orang yahudi Bani Quraizha di
bawah pimpinan ka’ab Bin As’ad berkhianat. Hal ini membuat umat islam makin
terjepit. Setelah sebulan pengepungan, angin dan badai turun amat kencang,
menghantam dan menerbangkan kemah-kemah dan seluruh tentara sekutu. Mereka
terpaksa menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing
tanpa hasil apapun. Sementara itu, penghianatan-penghianatan yahudi Bani Quraizha dijatuhi hukuman berat, hukuman mati.[6]
d.
perjanjian Hudaibiyah
Nabi Muhammad SAW dan
kaum muslimin sudah merindukan ibadah haji. Pada tahun
ke 6 H, Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin berangkat ke Makkah. Jumlah mereka
sebanyak 1000 orang, untuk menghilangkan praduga jelek dari kaum kafir Quraisy,
umat islam berpakaian ihram dan menuntuk ternak untuk di sembelih pada hari
Tasrik di Mina. Untuk sekedar menjaga diri, mereka membawa pedang yang
disarungkan.
Ketika sampai di suatu
tempat yang bernama Hudaibiyah, Nabi Muhammad SAW berhenti. Beliau mengutus
Usman bin Affan kepada orang-orang kafir Quraisy untuk menjelaskan tujuan kaum
muslimin ke Makkah, yaitu untuk beribadah haji dan menengok saudara-saudaranya.
Namun Usman di tahan oleh orang kafir Quraisy dan terdengar berita bahwa dia
dibunuh. Ternyata berita itu tidak benar, Usman datang dan berhasil memberi
penjelasan kepada orang-orang kafir Quraisy.
Tidak lama kemudian, utusan kafir Quraisy yang bernama
Suhail bin Amr datang. Dalam pertemuan itu disepakati perjanjian antara kaum
muslimin dan kaum kafir Quraisy. Perjanjian itu di sebut perjanjian Hudaibiyah.
Adapun isinya adalah sebagai berikut:
- Umat islam tidak diperbolehkan menjalankan Umrah tahun ini. Tahun depan baru diperbolehkan. Umat islam tidak boleh berada dimekah lebih dari 3 hari.
- Keduanya tidak saling menyerang selama 10 tahun.
- Orang islam yang lari kee Makkah (murtad) diperbolehkan, sedangkan orang kafir (mekah) yang lari ke Madinah ( masuk islam) harus ditolak.
·
Suku Arab yang lain
bebas memilih ikut ke Madinah atau ke Makkah.
Dan masih banyak lagi peristiwa-peristiwa yang
lain. Yang tidak memungkinkan untuk kami kupas dalam makalah yang sederhana
ini.[7]
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Hal yang
membuat rasulullah saw dam umatnya berhijrah karena sikap orang-orang Qurasy
yang sudah keterlaluan. Mereka menyiksa, menganiaya, mencaci dan kedzaliman
yang lainnya. Hingga pad puncaknya, orang-orang Quraisy melakukan pemboikotan
pada Bani Hasyim. Hal itu sangat menyulitkan bagi rasul dan umatnya. Sehingga
mereka berhijrah ke Habsyah.
Rasul hijrah
karena beliau ingin umatnya tidak disiksa atau didzalimi oleh orang-orang
Quraisy, dan bisa melakukan ibadah dengan tenang tanpa gangguan. Mereka
berhijrah hingga menemukan tempat dimana mereka disambut dan didukung dengan
baik. Tempat itu ialah Yastrib (setelah kedatangan rasul, namanya berganti
Madinah).
Hal yang
pertama dilakukan rasul di Madinah adalah membangun masjid. Yang digunakan
untuk mempersatukan umat dalam suatu majlis. Kemudian rasul juga memeprsatukan
dan mensaudarakan kaum anshar dan kaum muhajirin, menetapkan dasar-dasar
politik, sosial, dan ekonomi. Peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di
Madiah antara lain adalah perang badar, perang uhud, perang khandak, perjanjian
hudaibiyah, dan masih banyak lagi yang tak memungkinkan kami muat dalam makalah
yang sederhana ini.
Mungkin hanya
ini yang dapat kami uraikan dalam makalah ini. Apabila terdapat kesalahan dalam
makalah ini, kami mohon kritik dan saran dari pembaca. Guna untuk perbaikan
karya tulis yang akan datang. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Bashiruddin Mahmud. Riwayat
Hidup Rasulullah Saw. Bogor : Yayasan Wisma Damai. 1992
Asy-Syibaie, Mustafa. Sejarah
Nabi Muhammad Saw Pengajaran dan Pedoman. Bogor : Pustaka Islam. 1962
Hart, Michael H. Seratus Tokoh
Paling Berpengaruh dalam Sejarah. Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya. 1982
http://peristiwa-peristiwa-penting-di-Madinah,23/03/2014/19:20.html.
[1]
Michael H. Hart. Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah.
Terjemahan H. Mahbub Djunaidi.
[2]
Bashiruddin Mahmud Ahmad. Riwayat Hidup Rasulullah Saw. Hlm. 24
[3]
DR. Mustafa asy-Syibaie. Sejarah Nabi Muhammad Saw Pengajaran dan Pedoman.
Hlm. 24-27
[4]
Bashiruddin Mahmud Ahmad, op.cit, Hlm. 31
[5]
Ibid, Hlm. 59
[6]
http://peristiwa-peristiwa-penting-di-Madinah,23/03/2014/19:20.html.
[7]
Bashiruddin Mahmud Ahmad. Op.cit. hlm. 63
No comments:
Post a Comment