I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Berdasarkan bukti
histories ini menggambarkan bahwa periwayatan dan perkembangan hadist sejalan
seiring dengan perkembangan lainnya menatap persektif keilmuan hadits bergambar
jelas bahwa ajaran hadits ternyata mempunyai andil besar dalam mendorong
kemajuan umat islam. Sebab hadist nabi sebagaimana Al Qur’an telah
memerintahkan orang-orang beriman menuntut pengetahuan dengan demikian disiplin
ilmu hadits justru menybabkan kemajuan umat islam.
Ilmu Hadits muncul pada
abad 99 H- 101 H Umar bin Abdul Aziz mempunyai ide untuk membukukan hadist
dengan jalan memerintahkan semua ulama’ di seluruh dunia untuk menggumpulkan
hadist-hadist Rasul yang menurut anggapan mereka sama, pembukuan hadist pada
periode ini dilakukan dengan cara mengemukakan riwayat-riwayat di sertai dengan
sanadnya sehingga memungkinkan untuk mengetahui mutu hadist yang di riwayatkan
baik shohih maupun dhoif dengan cara meneliti sanadnya denag bantuan ilmu lain
yang bermacam-macam.
Ilmu Rijalul Hadits
merupaka salh satu cabang besar yang tumbuh dari hadits riwayah dan Diroyah
dengan ilmu ini dapat membantu kita untuk mengetahui keadaan para perowi yang
menerima hadits dari Rasulullah dengan keadaan rowi yang menerima hadits dari
sahabat dan seterusnya. Denag mengetahui keadaan para perowi yang menjadi
sanad, dan memudahkn kita menilai kualitas suatu hadits maka biasa di simpulkan
bahwa ilmu Rijalul Hadits merupakan separuh dari ilmu hadits.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian
Rijalul Hadits
2. Latar Belakang
yang penting
3. Sasaran dan
objek
4. Cabang-cabang
Rijalul hadits
5. Kitab-kitab dan
Ulama’ Rijalul hadits
II.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Rijalul Hadits
Sebelum masuk ke
pembahasan utama, perlu diketahui apa itu ilmu hadits dirayah. Ilmu hadits
dirayah adalah ilmu yang diketahuinya hakikat riwayat, syarat-syaratnya,
hukum-hukumnya, keadaan perawi dan syarat-syarat mereka, maacam-macam apa yang
diriwayatkan dan, apa yang berkaitan dengannya.
Atau secara ringkas : “Kaidah-kaidah yang diketahui dengannya keadaan
perawidan yang diriwayatkan”. Dan perawi
adalah orang yang meriwayatkan hadits dari orang yang ia mengambil darinya.
Adapun marwiy adalah hadits yang disampaikan dengan cara periwayatan, dan yang
diriwayatkan ini secara istilah dinamakan dengan matan. Adapun orang-orang yang
meriwayatkannya dinamakan dengan perawi atau Rijal Al-Isnad.
Dari Abu Musa
radliyallaahu ‘anhu, dia berkata,”(Para shahabat) bertanya : ‘Wahai Rasulullah,
Islam apakah yang paling utama?’. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda :
من سلم
المسلمون من لسانه ويده
”Barangsiapa yang kaum muslimin
selamat dari lisannya dan tangannya”.(HR Bukhori r.a)
Orang-orang yang telah
disebutkan Imam Bukhari ini – mulai dari Sa’id bin Yahya bin Sa’id Al-Quraisyi
sampai yang paling terakhir yaitu Abu Musa – mereka ini disebut periwayat
hadits. Dan rangkaian mereka disebut sanad, atau rijalul-hadits. Sedangkan sabda beliau shallallaahu ‘alaihi
wasallam :”Barangsiapa yang kaum muslimin selamat dari lisannya dan tangannya”
adalah yang diriwayatkan atau hadits; dinamakan matan. Dan orang yang
meriwayatkan hadits dengan smua rijalnya yang disebutkan tadi disebut musnid.
Sedangkan perbuatannya ini dinamakan isnad (penyandaran periwayatan).[1]
Dari penjelasan di atas
dapat kita kenal istilah-istilah yang sering dipakai sebagai berikut :
ü As-Sanad,
dalam bahasa artinya menjadikannya sandaran atau penopang yang dia menyandarkan
kepadanya.
ü Sanad dalam
istilah para ahli hadits yaitu : “jalan yang menghubungkan kepada matan”, atau
“susunan para perawi yang menghubungkan ke matan”. Dinamakan sanad karena para
huffadh bergantung kepadanya dalam penshahihan hadits dan pendla’ifannya.
ü Al-Isnad
adalah mengangkat hadits kepada yang mengatakannya. Ibnu Hajar mendefiniskannya
dengan : “menyebutkan jalan matan”. Disebut juga : Rangkaian para rijaalul-hadiits
yang menghubungkan ke matan. Dengan demikian maknanya menjadi sama dengan
sanad.
ü Musnid
adalah orang yang meriwayatkan hadits dengan sanadnya.
ü Matan
menurut bahasa adalah “apa yang keras dan meninggi dari permukaan bumi”.
ü Matan
menurut para ahli hadits adalah perkataan yang terakhir pada penghujung sanad.
Dinamakan matan karena seorang musnid menguatkannya dengan sanad dan
mengangkatnya kepada yang mengatakannya, atau karena seorang musnid
menguatkan sebuah hadits dengan sanadnya. Nudhatun-Nadhar halaman 19)
Imam Muslim
meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdullah bin Mubarak bahwasanya beliau
berkata:
« الْإِسْنَادُ مِنْ الدِّينِ وَلَوْلَا الْإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ
شَاءَ مَا شَاءَ »
“Isnad itu bagian dari din, kalaulah bukan isnad maka orang akan mengatakan sekehendaknya”
Ibnu Hibban
meriwayatkan dari Imam Sofyan Ats Tsauri ucapannya :
«الإِسْنَادُ سِلَاحُ المُؤْمِنِ فَإِذَا
لَمْ يَكُنْ مَعَهُ السلَاح فَبِأَي شَيءٍ يُقَاتِلُ»
“Isnad itu adalah senjata seorang
mukmin, maka kalau ia tidak punya senjata dengan apa ia berperang?”
Ilmu Rijaalul Hadits
adalah :
علم
يعرف به رواة الحديث من حيث انهم رواة للحديث
“Ilmu Untuk mengetahui para perawi
hadis dalam kapasitasnya sebagai perawi hadis”
Ilmu Rijaalul-Hadiits, dinamakan juga dengan
Ilmu Tarikh Ar-Ruwwat (Ilmu Sejarah Perawi) adalah ilmu yang diketahui
dengannya keadaan setiap perawi hadits, dari segi kelahirannya, wafatnya,
guru-gurunya, orang yang meriwayatkan darinya, negeri dan tanah air mereka, dan
yang selain dari itu yang ada hubungannya dengan sejarah perawi dan keadaan
mereka.[2]
B. Latar belakang
yang penting
Ilmu Rijal Hadits ini
lahir bersama-sama dengan periwayatan hadis dalam Islam dan mengambil porsi khusus untuk mempelajari
persoalan-persoalan di sekitar sanad. Ulama memberikan perhatian yang sangat
serius terhadapnya agar mereka dapat mengetahui tokoh-tokoh yang ada dalam
sanad. Ulama akan menanyakan umur para perawi, tempat mereka, sejarah mendengar
( belajar ) mereka dari para guru,disamping bertanya tentang para perawi itu
sendiri. Hal itu mereka lakukan demi mengetahui keshahihan sima’ yang dikatakan
oleh perawi dan demi mengetahui sanad-sanad yang muttashil dari yang terputus,
yang mursal, dari yang marfu’ dan lain-lain.
Banyak hal yang
menyebabkan sejarah para periwayat hadis menjadi objek kajian dalam Ilmu Rijal
Al Hadits, diantaranya adalah :
1. Tidak seluruh hadis tertulis pada zaman
Nabi
Hadis yang ada ditulis
pada masa Nabi sangat minim sekali, padahal yang menerima hadis sangat banyak
orangnya. Hal ini menyebabkan banyaknya terjadi kekeliruan dalam penyampaian
hadis selanjutnya. Hadis yang disampaikan itu kadang dalam penyampaiannya
mengalami perubahan-perubahan redaksi sehingga menyebabkan hadis tersebut
menjadi rendah tingkatannya. Oleh karena itu dalam masalah ini diperlukan
pengetahuan tentang para perawi yang ada dalam tingkatan sanad untuk menghindari
kesalahan-kesalahan tersebut.
2. Munculnya pemalsuan hadis
Hadis Nabi yang belum
terhimpunn dalam suatu kitab dan kedudukan hadis yang sangat penting dalam
sumber keajaran Islam, telah dimanfaatkan secara tidak bertanggung jawab oleh
orang-orang tertentu. Mereka membuat hadis palsu berupa pernyataan – pernyataan
yang mereka katakana berasal dari Nabi, padahal Nabi sendiri tidak pernah
menyatakan demikian. Untuk itu Ilmu Rijal Hadis banyak membicarakan biografi
para periwayat hadis dan hubungan periwayat satu dengan periwayat lainnya dalam
periwayatan hadis agar menghindari terjadinya pemalsuan hadis.
3. Proses penghimpunan hadis ( Tadwin )
Karena takut akan
kehilangan hadis, maka pada masa khalifah diadakan pengumpulan hadis dari
seluruh daerah. Dalam melakukan penghimpunan hadis ini, diperlukan pengetahuan
tentang sejarah hidup para perawi sehingga dapat diketahui kualitas hadis yang
di himpun tersebut agar tidak terjadi ketercampuran antara hadis yang lebih
baik kualitasnya dari segi sanad dengan hadis maudu’ maupun hadis dhaif dalam
penghimpunan itu.
C. Sasaran dan
Objek pokoknya
Ilmu
Rijalul hadis terbagi atas dua ilmu yang besar:
1.
Ilmu Tarikhir Ruwah : Ilmu sejarah perawi-perawi hadits.
2.
Ilmu jahri wat Ta’dil : Ilmu yang menerangkan adil tidaknya perawi hadits.
Maka ILMU
TARIKHIR RUWAH ialah :
“ ilmu yang mengenalkan kepada kita perawi-perawi hadits dari
segi mereka meriwayatkan hadits. Maka ilmu ini menerangkan keadaan-keadaan
perawi, hari kelahirannya, kewafatannya, guru-gurunya, masa mulai mendengar
hadits dan orang-orang yang meriwayatkan hadits dari padanya, negrinya, tempat
kediamannya, perlawatan-perlawatnnya, sejarah kedatangannya ketempat-tempat
yang dikunjungi dan segala yang berhubungan dengan urusan hadits”.
Ilmu ini lahir bersama-sama dengan lahirnya periwayatan
hadits dalam islam. Para ulama sangat mementingkannya supaya mereka mengetahui
keadaan perawi-perawi sanad. Mereka menanyakan tentang umur perawi, tempat
kediamannya, sejarah mereka belajar, sebagai mana mereka menanyakan tentang
peribadi perawi sendiri agar mereka mengetahui tentang kemustahilannya dan
kemunqathii’annya, tentang kemarfu’annya dan kemauqufannya.
Memang sejarahlah senjata yang ampuh untuk menghadapi para
pendusta. Sufyan Ats Tsauri berkata :
“ tatkala para perawi telah mempergunakan kedustaan, kamipun
mempergunakan sejarah”
Dengan kesungguhan para ulama dalam mengahadapi sejarah para
perawi, terkumpullah suatu perbendaharaan besar yang menerangkan sejarah para
perawi hadits, kekayaan itu mereka simpan dalam hasil-hasil karya mereka. Maka
ada yang menulis tentang hal sahabat dan segala sangkut pautnya, tentang
bilangan hadits-hadits mereka dan perawi-perawinya.
Di waktu memancar mata hari pembukuan ilmu, lahirlah aneka
karangan yang menerangkan berita-berita sahabat dan tabi’in, tabi’it tabi’in
dan orang-orang yang sesudah mereka. Berbagai macam jalan yang ditempuh para
pengarang sejarah perawi hadits. Ada yang mengarang sejarah para perawi,
thabaqat demi thabaqat, yakni orang-orang semasa, kemudian orang-orang semasa
pula.[3]
ILMU
JARHI WAT TA’DIL
Jarhi, menurut bahasa lughah bermakna melakukan badan yang
karenanya mengalirkan darah. Apabila dikatakan: hakim menjarahkan saksi maka
maknanya : hakim menolak kesaksian saksi. [4]
Menurut istilah ahli hadits.
“Nampak suatu sifat pada perawi yang merusak keadilannya atau
mencederakan hafadhannya, karenanya gugurlah riwayatnya dipandang lemah”.
Ta'dil
menurut lughat adalah taswiyah ( menyamakan) sedangkan menurut istilah ialah :
“ mensfatkan perawi dengan sfat-sifat yang menetapkan
kebersihannya dari pada kesalahan-kesalahannya, lalu Nampaklah keadilannya dan
diterimalah riwayatnya”.
Menurut uruf ahlil hadis ialah
“ mengakui keadilan seseorang, kedlabitan dan kepercayaan”.
Maka ilmu jarwi wat Ta’dil ialah:
“ ilmu yang membahas keadaan-keadaan perawi dari segi di
terima dan di tolak riwayat hadits”.
Ilmu ini salah satu yang terpenting dan tinggi benar nilaiya,
karena dengan dialah dapat dibedakan antara yang shahih dengan yang saqim,
antara yang diterima dengan yang ditolak, mengingat timbilnya hukum-hukum yang
berbeda-beda dari pada tingkatan Jarah dan Ta’dil ini.[5]
D. Cabang-cabang
Rijalul hadits
Dari kedua pokok ilmu rijal al-Hadits ini, muncul pula cabang-cabang yang
mempunyai ciri pembahasan tersendiri. Cabang-cabang itu antara lain adalah:
1. Ilmu Tabaqat ar-Ruwah, yaitu ilmu yang
mengelompokkan para periwayat ke dalam suatu angkatan atau generasi tertentu.
2. Ilmu al-Mu’talif wa al-Mukhtalif, yaitu ilmu
yang membahas tentang perserupaan bentuk tulisan dari nama asli, nama samaran,
dan nama keturunan para periwayat, namun bunyi bacaannya berlainan.
3. Ilmu al-Muttafiq wa al-Muftariq, yaitu ilmu yang
membahas tentang perserupaan bentuk tulisan dan bunyi bacaan, namun berlainan
personalianya,dan
4. Ilmu al-Mubhamat, yaitu ilmu yang membahas
nama-nama periwayat yang tidak disebut dengan jelas.[6]
E. Kitab-kitab dan
Ulama’ Rijalul hadits
1. Kitab Tarikh
Ash-Shahabah, karya Muhammad bin Isma'il Al- Bukhari (wafat tahun 245 H).
2. Al-Isti'ab fii
Ma'rifaatil-Ashhaab, karya Abu 'Umar bin Yusuf bin Abdillah yang masyhur dengan
nama Ibnu 'Abdil-Barr Al-Qurthubi (wafat tahun 463 H). dan telah dicetak
berulang kali, di dalamnya terdapat 4.225 biografi shahabat pria maupun wanita.
3. Ushuudul-Ghabah
fii Ma'rifati Ash-Shahabah, karya 'Izzuddin Bul-Hasan Ali bin Muhammad bin
Al-Atsir Al-Jazari (wafat tahun 630 H), dicetak, di dalamnya terdapat.7554
biografi.
4. Tajrid Asmaa'
Ash-Shahabah, karya Al-Hafidh Syamsuddin Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad
Adz-Dzahabi (wafat tahun 748 H).
5. Al-Ishaabah fii
Tamyiizi Ash- Shahaabah, karya Syaikhul-Islam Al-Imam Al-Hafidh Syihabuddin
Ahmad bin Ali Al-Kinani, yang masyhur dengan nama Ibnu Hajar Al-'Asqalani
(wafat tahun 852 H). Dan dia adalah orang yang paling banyak melalukan
pengumpulan dan penulisan. Jumlah kumpulan biografi yang terdapat dalam Al-
Ishaabah adalah 122.798 , termasuk dengan pengulangan, karena ada perbedaan
pada nama shahabat atau ketenarannya dengan kunyah- nya, gelar, atau
semacamnya; dan termasuk pula mereka yang disebut shahabat, namun ternyata bukan.[7]
III.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ilmu Rijal Al Hadis adalah suatu cabang ilmu dalam ilmu hadis
yang membahas tentang para perawi hadis untuk mengetahui kapasitasnya sebagai
perawi hadis.
Ilmu ini memiliki objek kajian yang sangat jelas yaitu
tentang kisah hidup para periwayat yang meriwayatkan hadis Nabi.
Kisah hidup para perawi menjadi objek pembahasan dalam ilmu
ini dikarenakan berbagai factor, diantaranya :
1. Tidak seluruh Hadis ditulis pada masa
Nabi
2. Terjadinya pemalsuan Hadis
3. Proses penghimpunan Hadis
Hal ini dikarenakan, dalam hal diatas sangat memerlukan
pengetahuan tentang perawi Hadis tersebut untuk menghindari kesalahan maupun
kecacatan dalam periwayatan hadis.
Ilmu Rijal Hadis ini lahir bersama-sama dengan periwayatan
hadis dalam Islam dan mengambil porsi
khusus untuk mempelajari persoalan-persoalan di sekitar sanad.
B.
Saran
Pemakalah sangat menyadari akan kekurangan-kekurangan yang
ada pada makalah ini. Baik dari segi ilmunya maupun dari segi penulisannya. Itu
semua disebabkan kurangnya referensi yang digunakan dan kurangnya pengalaman
pemakalah. Untuk itu, apabila ada kritikan maupun saran dari pembaca yang bersifat
membangun sangat pemakalah harapkan, agar di penulisan berikutnya pemakalah
dapat memperbaikinya.
IV.
DAFTAR PUSAKA
As
suyuthi, Jalaluddin. tadrib ar rawi,
Ajjaj
Dr. Muhammad. as sunah qablat Tadwin Ar Risalah Al Mustathrafah.
Rohman,
Fathur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung : PT. ALMA’ARIF.
Ajjaj
Al-Khatib, muhammad. ushul al-hadits, Jakarta:Gaya Media Pratama
[1] Jalludin
as suyuthi, tadrib ar rawi, h. 206
[2] Fathur
Rohman. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung
[3] baca
kitab as sunah qablat Tadwin Karya Dr. Muhammad Ajjaj Ar Risalah Al
Mustathrafah.
[4] Lisanul
Arab, 3 246
[5] Ma’rifatu
Ulumul Hadits 52, Al Kifayah 81,101.
[6] علم الرجال نشأته وتطوره
[7] Muhammad
Ajjaj Al-Khatib, ushul al-hadits, ( Jakarta:Gaya Media Pratama ) h.396
Izin menggunakan makalah ini sebagai referensi dan tugas kuliah🙏
ReplyDelete