Tuesday, May 17, 2016

Makalah Hadits Aqidah tentang Hadits 7 Macam Dosa Besar



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Manusia dikaruniakan oleh Allah SWT berupa akal dan pikiran. Akal digunakan manusia untuk berfikir, memikirkan sesuatu. Sedangkan pikiran digunakan untuk menentukan sesuatu yang di pikirkan oleh akal. Tetapi terkadang manusia sering tidak menggunakan akal dan fikirannya dengan baik, dengan cara memikirkan sesuatu yang tidak semestinya di pikirkan, dan juga tidak di pakai untuk mengembangkan sesuatu yang ada di alam yang sebenarnya bisa menghasilkan ilmu dan pengetahuan yang baru apabila kita dapat menggunakan dengan semestinya.
Manusia memang memiliki ke khilafan dalam setiap langkah, perbuatan, maupun sifat dan tindak tanduk yang dijalaninya, karena manusia juga mempunyai fitrah yang memiliki kekhilafan.
Suatu perbuatan yang di lakukan manusia, apabila keluar dari jalur yang telah di tentukan oleh Allh SWT maka itu di katakan Dosa. Perbuatan dosa sering di lakukan oleh manusia, karena manusia sering tidak menyadari akan perbuatan yang di lakukannya karena manusia lebih sering mengikuti hawa nafsunya dengan tidak memikirkan akibat buruk dan apa yang di lakukannya. Dalam pembahasan ini, penulis hanya mengetengahkan beberapa macam dari dosa-dosa besar.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil dari latar belakang masalah diatas, maka penulis membatasi permasalahan-permasalahan yang akan di bahas, diantaranya:
1.         Apakah pengertian dosa besar itu?
2.         Sebutkan 7 macam dosa besar?
3.         Sebutkan sebab-sebab gugurnya hukuman bagi pelaku kemaksiatan?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Dosa Besar
Para ulama berbeda pendapat dalam dan membedakannya dengan dosa kecil. Akan tetapi, mayoritas mereka memilih bahwa dosa besar adalah setiap kemaksiatan yang bersekuensi hadd (hukuman), atau ancaman neraka, atau laknat atau murka Allah. Pandangan itu di riwayatkan dari Ibnu Abbas..semoga Allah meridoinya...dan Hasan AI- Bashri...rahimahullah.
Abu Hamid Al-Ghazali mengatakan, “setiap kemaksiatan yang di lakukan seseorang dengan tidak disertai perasaan takut, wanti-wanti dan penyesalan, misalnya orang yang meremehkan perbuatan dosa dan berani membiasakannya, maka sikap itu justru termasuk dosa besar.” Sedangkan kesalahan yang terjadi karena keseleo lidah karena tidak terkontrolnya jiwa serta karena kevakuman kesadaran akan adanya pengawasan Allah SWT, sembari tidak terlepas dari penyesalan, maka hal itu tidaklah menghilangkan sifat adalah (integritas) dan tidak termasuk dosa besar.[1]
Apabila kita ingin mengetahui perbedaan dari dosa besar dan dosa kecil, maka kita lihat dari mafsadat (bahaya) nya suatu perbuatan dosa tersebut dan nash yang sudah ditentukan.

B. Tujuh Macam Dosa Besar
Allah SWT dan Rasul SAW mewanti-wanti kita agar tidak terjerumus kedalam kemaksiatan yang akhirnya menjadikan dosa, sekecil apapun kemaksiatan tersebut, jangan kita meremehkannya karena itu akan mengakibatkan buruk bagi kita. Maka dari itu kita harus membekali diri dan lebih meningkatkan ketaqwaan terhadap Allah SWT. Serta dapat menjauhi segala apa yang dilarang / di haramkan-Nya. Firman Allah SWT:
 “Barang siapa melakukan keburukan maka pasti ia akan dibalasnya dengannya dan dia tidak akan mendapatkan selain Allah SWT pembela dan penolong bagi dirinya”. (Q.S An-nisa :123)
Rasulullah SAW telah banyak menyebutkan beberapa kemaksiatan sebagai hal-hal yang membinasakan dalam beberapa hadits dalam daftar dosa-dosa besar. Di antaranya hadits salah satunya adalah:

عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "اجتنبوا السبع الموبقات. قالوا: يا رسول الله وما هن؟ قال: الشرك بالله، والسحر، وقتل النفس التي حرم الله قتلها إلا بالحق، وأكل الربا، وأكل مال اليتيم، والتولي يوم الزحف، وقذف المحصنات الغافلات المؤمنات. اخرجه البخارى والمسلم.

                                                                                                                            
“Abu Hurairah  r. a berkata: Nabi SAW bersabda: tinggalkanlah tujuh dosa yang dapat membinasakan, sahabat bertanya: apakah itu ya Rasulullah? Nabi SAW menjawab: “Syirik mempersekutukan Allah, Berbuat sihir (tenung}, membunuh jiwa yang di haramkan Allah kecuali dengan hak, Makan harta riba, Makan harta anak yatim, melarikan diri dari perang jihad saat berperang, dan menuduh wanita mu‘minat yang sofat (berkeluarga) dengan zina “. (Bukhari Muslim)[2]
Dari hadits di atas di sebutkan bahwa ada tujuh dosa besar. Di bawah ini penulis akan menjelaskan dari ke tujuh dosa besar tersebut:
 1. Syirik (Menyekutukan Allah)
Syirik menurut bahasa adalah persekutuan atau bagian, sedangkan menurut istilah agama adalah mempersekutukan Allah SWT dengan selain Allah (makhluk-Nya). Sebagian ulama berpendapat bahwa syirik adalah kufur atau satu jenis kekufuran.
Syirik di katagorikan sebagai dosa paling besar yang tidak akan di ampuni Allah SWT. Firman Allah:[3]
 “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni orang yang menyekutukan-Nya dan (Tuhan mengampwu) dosa selain itu bagi orang yang di kehendaki oleh-Nya... “ (Q.S An-nisa :48)
Selain ayat di atas, banyak ayat Al-Qur’an dan hadits lainnya yang menerangkan tentang syirik tersebut. Adapun beberapa contoh perbuatan syirik, antara lain[4]:
a.         Dukun yang mengaku bisa merubah nasib manusia dan menolak malapetaka,
b.         Ahli perbintangan atau ramalan,
c.         Mempercayai benda-benda pusaka,
d.        Jiarah Kubur yang bertujuan meminta berkah kepada orang yang telah meninggal dunia.
2. Berbuat Sihir (Tenung)
Kemampuan orang-orang kafir atau para penjahat-atas izin Allah SWT melakukan sesuatu yang luar biasa, dinamakan sihir. Para Ulama menegaskan, bahwa melakukan sihir itu haram hukumnya, oleh karena sihir itu bersifat merusak dan segala sesuatu yang merusaka dilarang OLEH Islam. Sihir dikatakan merusak, sebab sasaran sihir antara lain[5]: 
a.         Mempengaruhi hati dan badan seseorang, untuk di sakiti atau di bunuh,
b.        Memusnahkan harta benda seseorang,
c.         Memutuskan ikatan kasih sayang seseorang dengan suami istri atau anak atau dengan anggota keluarga lainnya.
Firman Allah SWT:
“Mereka mempelajari dari kedua malaikat ini, ada apa dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang suami dengan istrinya. Dan para tukang sihir itu tidaklah memberi madarat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah “. (Q.SA1-Baqarah :102)
Mayoritas manusia yang mudah terkena ilmu sihir adalah perempuan, terutama ketika mereka sedang Haid. Roh jahat biasanya melihat kepada tabi’at tabi’at yang dapat di kalahkan (lemah) dan jiwa-jiwa yang hina (kotor). Jika pada kaum perempuan, anak-anak, khusna, dan manusia tidak tahan uji, dan apabila kepribadiannya dan tabi’atnya rusak, dia akan menginginkan kepada hal-hal yang membahayakan dirinya, menikmati bahaya itu, bahkan merindukannya. Bila telah demikian, rusaklah akalnya, agamanya, akhlaknya, badannya dan hartanya[6].
3.    Membunuh Jiwa Yang Di Haramkan
Membunuh  ialah suatu tindakan yang di lakukan oleh seseorang dengan cara meniadakan nyawa orang lain. Membunuh merupakan suatu tindakan atau perbuatan yang menjurus ke dalam hal yang tidak baik, karena menghilangkan nyawa orang lain, yang sebenarnya belum saatnya untuk di hilangkan.
Para ahli fikih berpendapat bahwa sifat pembunuhan yang di kenai qishas adalah pembunuhan yang di sengaja. Pembunuhan di bagi menjadi tiga yaitu
a.         Pembunuhan dengan di sengaja.
Seperti dalam firman Allah SWT:
 “Dengan di berlakukannya hukum qishas, namun dapat hidup, hati orang-orang yang berakal, mudah-mudahan kamu takut dalam melakukan pembunuhan “. (Q.S Al-baqarah :179)
Dari ayat di atas, dapat di simpulakan bahwa si pembunuh harus di hukum qishas
b.        Pembunuhan tidak di sengaja.
Orang yang membunuh di wajibkan membayar denda ringan. Pembunuhan tidak di sengaja ini di lakukan oleh orang-orang yang tidak bermaksud melakukan pembunuhan. Yaitu seperti tidak di sengajanya dia melempar suatu barang, dengan tidak di sangka kena seseorang hingga orang tersebut mati. Firman Allah SWT dalam Q.S An-nisa ayat 192 yang artinya:
c.         Pembunuhan seperti sengaja.
Yaitu pembunuhan terhadap orang yang di lindungi hukum, sengaja dalam melakukannya tetapi memakai alat ayng tidak mematikan. Maksudnya pemukulan yang terjadi adalah orang yang di pukul ternyata mati. Dalam jenis pembunuhan seperti ini tidak perlu di lakukan qishas, tetapi hanya di kenakan diyat.
4.    Memakan Harta Riba
Arti riba menurut bahasa lebih atau bertambah. Pengertian syara’nya adalah akad yang terjadi pertukaran benda sejenis tanpa di ketahui sama atau tidak, tambahan atau takarannya. Hal ini sering terjadi dalam pertukaran bahan makanan, perak dan emas. Untuk menghindari riba maka apabila mengadakan jual beli sejenis, di tetapkan syarat: Sama timbangan dan ukurannya, dilakukan serah terima, saat itu juga, secara tunai
Ulama berpendapat bahwa riba ada empat macam :
a.    Riba Fadholi, yaitu pertukaran barang sejenis yang tidak sama timbangannya
b.    Riba Qardhi, yaitu pinjam meminjam dengan syarat harus memberi kelebihan saat pengembalikannya
c.    Riba Iyadh, yaitu akad jual beli barang sejenis dan sama timbangannya, namun si penjual dan si pembeli, berpisah saat melakukan serah terima
d.   Riba Nasha, yaitu akad jual beli dengan pengerahan barang beberapa waktu kemudian[7]
Apapun macamnya riba, hukumnya haram dan di larang oleh agama.
Firman Allah SWT:
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba “. (Q.S Al-Baqarah
.275)
5.    Memakan Harta Anak Yatim
Anak yatim adalah anak yang di tinggal mati oleh ayahnya ketika ia masih kecil atau dengan kata lain, di tinggal mati oleh orang yang menanggung nafkahnya. Memelihara anak yatim dan menyelamatkan hartanya, dalam syari’at Islam merupakan kewajiban. Sehingga apabila anak yatim yang hidupnya terlantar dan tidak terarahkan maka kita selaku umat Islam yang ada di sekitarnya apabila tidak merawatnya maka kita termasuk orang-orang yang mendustakan agama.
Firman Allah SWT:
“Tahukah kamu orang yang mendustakan agama?, ItuLah orang yang menghardik anak yatim “. (Q.S Al- Maun :1-2)
Sabda Rasulullah SAW:
“santunilah anak-anak yatim, serta usaplah kepala mereka dan berilah makanan seperti yang engkau makan, niscaya hati engkau menjadi lembut dan hajat engkau akan terpenuhi “.
Yang di maksud anak yatim adalah merawat dan memenuhi kebutuhannya sehari-hari, serta mendidiknya. Dan apabila anak yatim tersebut memiliki harta benda peninggalan orang tuanya,  orang yang memeliharanya bisa memanfaatkan harta benda tersebut sebatas untuk memenuhi kebutuhan si anak yatim. Dan apabila si anak telah dewasa maka sisa harta bendanya harus di serahkan kepadanya. Tetapi apabila sebaliknya jika orang tersebut yang memelihara memakan hartanya maka Ia telah berbuat Dzalim.
Sabda Rasulullah SAW:
“Allah membangkitkan suatu kaum dan kuburan mereka dengan bara apai dan perut meraka dan mulut-mulut mereka menyemburkan api neraka. Oleh karena itu mereka memakan harta anak yatim “. (H.R Abu Hurairab)
6.    Menuduh Wanita Mu’minat Yang Sopan (Berkeluarga) Dengan Berzina
Melontarkan tuduhan zina kepada seseorang adalah yang di larang oleh Islam, karena selain dapat merusak nama baik orang yang di tuduh juga dapat menjatuhkan kehormatan keluarganya. Orang yang menuduh berzina baik pria / wanita ditetapkan hukuman dera sebanyak 80 kali, sedangkan bagi budak di kenakan separuhnya yaitu 40 kali.
Firman Allah SWT:
 “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat
zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik’ (Q.SAn-nur :4)
7.    Melarikan Diri Dari Perang (Jihad) Saat Berperang
Islam mewajibkan umatnya untuk memelihara, menjaga, mempertahankan dan membela agamanya jika Islam di serang dan di perangi musuh, maka umat Islam di wajibkan untuk berperang. Dan apabila tentara Islam telah ada di medan perang, haram bagi mereka mundur dan lari dari peperangan tersebut.
Firman Allah SWT:
“barang siapa membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka jahanam, dan amal buruklah tempat kediaman itu “. (Q.S Al-anfal :16)
Sulaiman Rasjid, dalam bukunya Fiqih Islam (1989 :417) menyebutkan bahwa para  ulama berpendapat bahwa hukuman dan berperang adalah fardu ‘ain bagi setiap orang islam, tetapi yang lebih berhak hukum berperang itu ialah fardu kifayah, artinya wajib bagi setiap orang Islam. Akan tetapi apabila sebagian dan orang Islam telah mengerjakannya serta telah cukup bilangannya menurut hajat, maka terlepaslah kewajiban tersebut.[8]


                                                            
BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari memaparan di atas, dapat dismpulkan bahwa dosa besar ialah melakukan sesuatu yang dilarang, atau meninggalkan berbuatan sesuatu yang diperintahkan Perbuatan dosa yang dapat membinasakan diri dan orang lain harus senantiasa dihindari dan dijauhi. Manusia dilarang untuk menyekutukan Allah Swt. Dengan sesuatu apapun, karena hal itu akan membinasakan diri baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat. Sihir dan tenung merupakan perbuatan terlarang karena perbuatan tersebut adalah bersekongkol dan jin dan syetan.  Jiwa seorang Muslim harus senantiasa dijaga dan haram hukumnya untuk mengambil nyawa orang lain tanpa alasan yang haq. Kita dilarang untuk memakan harta riba dan harta anak yatim yang ada dalam tanggungan kita dan berada dalam pengasuhan kita. Setiap umat Islam dicela oleh Allah dan Rasul-Nya bagi siapapun yang melarikan diri dari peperangan atau ia keluar dari barisan perang karena merasa takut akan kematian. Menuduh berzina kepada seorang muslimah dan mukminah adalah perbuatan yang amat dilarang oleh baginda Nabi. Setiap perbuatan dosa dan hal-hal yang telah jelas dilarang dalam agama akan membinasakan kehidupan kita dan akan membawa kita pada jalan kerugian dan peneysalan.
B.       Kritik dan Saran
Alhamdulillah makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
A1-Buruswi, Ismail Haqqi, Tafsir Ruhul Bayan, Bandung: PT Diponegoro, 1995
Baqi, Muhammad  Fu’ad Abdul, Al-Iu’lu wal Marjan, Surabaya: PT Bina lImu, 2003
Yasin, Muhammad Nu’aim, Iman: Rukun, Hakikat dan yang membatalkannya, Bandung: Syamil Cipta Media, 2002
Syafe’i, Rahmat, Al-Hadits: Aqidah, Akhlak, Sosial dan Hukum, Bandung: CV Pustaka Setia, 2003
Rasjid, Sulaiman, Fiqih Islam, Bandung: Sinar Bani, 1989
Hamid, Syamsul Rijal, Buku Pintar Agama Islam, Jakarta: Penebar Salam, 1999


[1] Dr. Muhammad Nu’aim Yasin, Iman: Rukun, Hakikat dan yang membatalkannya, (Bandung:
Syamil Cipta Media, 2002), Hal: 251

[2]  Muhammad  Fu’ad Abdul Baqi, Al-Iu’lu wal Marjan, (Surabaya: PT Bina lImu, 2003) Hal: 28-29
[3]  Rahmat Syafe’i, Al-Hadits: Aqidah, Akhlak, Sosial da Hukum, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2003) Hal: 94
[4] “Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, (Jakarta: Penebar Salam, 1999) Hal: 298 5lbid,hal: 137
[5]  Ibid, hal: 137
[6]  Ismail Haqqi A1-Buruswi, Tafsir Ruhul Bayan, (Bandung: PT Diponegoro. 1995) Hal: 704

[7]  Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, (Jakarta: Penebar Salam, 1999) hal 224-225

[8]  Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Bani, 1989) Hal: 417

No comments:

Post a Comment