Friday, May 20, 2016

Makalah Study Kitab Tafsir Klasik tentang Nadzm Ad-Durar Fi Tanasub Al-Ayat Wa As-Suwar Karya Al-Biqa’i



NADZM AD-DURAR FI TANASUB AL-AYAT
WA AS-SUWAR
KARYA AL-BIQA’I


A.     Pengenalan Kitab
1.      Nama Kitab:
            Nadzm ad-Durar Fi Tanasub al-Ayat wa as-Suwar. Dikenal dengan nama Tafsir al-Biqa’i. Ditulis pada tahun 865-875H.
2.      Nama Penulis:
            Nama lengkap (Burhan ad-Din Abu Hasan) Ibrahim bin Umar bin Hasan ar-Rubat bin Ali bin Abi Bakar asy-Syafi’i al-Biqa’i. Lebih dikenal dengan nama al-Biqa’i. (809 H/1406 M - 885 H/1480 M).
3.      Penerbit: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah. [1]
4.      Kota Penerbit: Beirut, Lebanon
5.      Tahun Terbit: Tahun 1415H./1995M.
6.      Jumlah Juz/Jilid: 8 Juz/Jilid
No
Juz/Jilid
Surat
Hlm
1
I
al-Fatihah - al-Baqarah
568.
2
II
Ali Imran - al-An’am
760
3
III
al-A’raf – Hud
598.
4
IV
Yusuf - Maryam
567.
5
V
Taha - ar-Rum
655.
6
VI
Luqman - asy-Syura
663
7
VII
al-Zuhruf  - al-Munafiqun
624.
8
VIII
al-Taghabun - an-Nas
632

B.     Biografi Penulis
Nama lengkap penulis adalah (Abu al-Hasan) Ibrahim bin Umar bin Hasan ar-Ribat bin Ali bin Abi Bakar asy-Syafi’i al-Biqa’i, lebih dikenal dengan nama al-Biqa’i. Beliau lahir di Biqa’, Damaskus, Suriah 809 H/1406 M dan meninggal pada tahun 885 H/1480 M.[2] Beliau dikenal sebagai ahli tafsir yang menemukan metode keserasian al-Qur’an, di samping sebagai ahli sejarah, ahli hadis dan sastrawan.[3]
Al-Biqa’i mengawali pendidikannya dengan belajar ilmu Qira’ah dibawah bimbingan Ibnu Jazari ahli Qira’ah dari Suriah, selanjutnya mendalami berbagai ilmu agama dari berbagai ulama ahli pada masanya. Diantara gurunya adalah at-Taj bin Bahadir ahli sejarah (w. 877 H/1473 M), at-Taqi al-Hushani ahli hadist dan fikih (w. 835 H/1426 M), at-Taj al-Garabili ahli hadist sekaligus sejarawan (w. 835 H/ 1434 M), Abu al-Fadil al-Magrabi ahli fikih (w. 866 H/1465 M), dan al-Qayati sastrawan dan ahli ushul fikih, lahir 782 H/1380 M. Dari al-Qayatu inilah beliau banyak belajar tentang keserasian ayat-ayat dan surah dalam al-Qur’an.[4]
Dari pengalamannya belajar berbagai ilmu kepada beberapa ulama di masanya, Al-Biqa’i selain terkenal sebagai ahli tafsir juga dikenal sebagai ahli dalam berbagai bidang keilmuan, seperti bahasa dan sastra, fikih dan ushul fikih, akidah dan tasawuf, dan ilmu sejarah serta biografi. Di dalam karier akademiknya, beliau  pernah menjadi guru besar dalam bidang hadis pada masjid Qal’at di Mesir. Banyak ulama yang mengakui keilmuan dan keahliannya, seperti Imam asy-Syaukani yang menilai bahwa al-Biqa’i sebagai pakar dalam berbagai disiplin ilmu agama, bukan hanya tafsir. Ibnu al-Imad, seorang ahli tafsir, mengatakan bahwa al-Biqa’i adalah ilmuan yang senang berdiskusi, gemar mengkritik, dan penulis yang produktif.
Selain menulis Nadzm ad-Durar fi Tanasub al-Ayat wa as-Suwar, beliau juga telah menulis berbagai kitab, seperti:
1.      ‘Unwan az-Zaman fi Tarajum as-Syuyukh wa al-Aqran.
2.      Aswaq al-Asywaq
3.      Akhbar al-Jilad fi Fatkh al-Bilad
4.      Shawab al-Jawab li as-Sa’il al-Murtab
5.      Al-Qaridl li Takfir Ibn al-Farid
6.      Badl al-Nushh wa ats-Tasqafah li at-Ta’rif bi Shuhabah Waraqah
7.      Al-Qoul al-Mufid fi Ushul at-Tajwid
8.      Masha’id an-Nadhr li al-Isyraf ‘ala Maqasid as-Suwar
9.      La’b al-‘Arab bi al-Maisir fi al-Jahiliyyah al-Ula.[5]


C.     Tafsir Nadzm ad-Durar
1.      Latar Belakang Penulisan           
            Tafsir ini dipandang sebagai tafsir yang lengkap di dalam menjelaskan keserasian hubungan (munasabah) tertib susunan surat dan ayat di dalam al-Qur’an, yang belum pernah dijumpai pada generasi sebelumnya. Tafsir ini ditulis pada tahun 865-875H dalam 22 jilid.
            Tafsir ini diawali dengan pendahuluan yang menjelaskan tujuan penulisan kitab ini, manfaat dan metodenya, cara yang ditempuh oleh para mufassir sebelumnya dalam bidang ini, seperti Ahmad bin Ibrahim al-Andalusi dalam kitab al-Ilmu bi al-Burhan fi Tartib Suwar al-Qur’an, Badr ad-Din az-Zarkasyi dalam kitab al-Burhan fi ‘ulum al-Qur’an dll.
            Al-Biqa’i di dalam menyusun tafsirnya ini mengatakan bahwa: “Ini adalah kitab yang mengagumkan, memiliki tingkatan yang tinggi di dalam bidang yang digeluti orang-orang sebelumku,…, aku jelaskan di dalamnya keserasian hubungan tertib susunan surat dan ayat al-Qur’an, lama aku bertadabur dan bertafakur mengenai ayat-ayat al-Qur’an.[6]

2. Format Tafsir
a. Sistematika Penafsiran
            Di dalam menyusun kitab tafsir Nadzm ad-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar ini, al-Biqa’i mengawali dengan menyebutkan surat atau ayat yang selanjutnya menjelaskan hubungan nama surat dengan kandungannya, menjelaskan tema-tema di dalamnya. Beliau dalam hal ini banyak mengutip kitab Miftah Albab al-Muqfal karya al-Harraliy al-Maghrabiy.
            Beberapa keserasian yang dijelaskan oleh al-Biqa’I di dalam tafsirnya antara lain meliputi keserasian antara kata demi kata dalam satu ayat, keserasian antara kandungan satu ayat dan penutup ayat, keserasian antara satu ayat dan ayat sebelumnya, keserasian antara awal uraian satu surah dan akhir uraianya, keserasian antara akhir uraian satu surah dengan uraian surah berikutnya, keserasian antara tema sentral setiap surah dan nama surah tersebut, keserasian antara satu surah dan surah sebelumnya.
            Dalam menjelaskan hubungan antar ayat dan surah dalam al-qur’an, al-Biqa’i tidak sekedar menghubungkan antara ayat yang satu dan ayat yang lainnya. Seperti biasa dilakukan oleh mufassir lain, tetapi juga memberikan penjelasan tentang hubungan kata demi kata dalam satu ayat.[7]           
b. Metode Tafsir
            Al-Biqai menafsirkan al-Qur’an secara keseluruhan yang diawali dari surat al-Fatihah sampai dengan surat an-Nas. Meski beliau lebih fokus kepada keserasian hubungan ayat dan surat dalam al-Qur’an, namun tidak mengesampingkan penjelasan lain yang terkait, seperti bidang fiqh dll. Melihat kenyataan ini, maka dapat dikatakan bahwa secara metodologis, al-Biqa’I menggunakan metode Tahlili di dalam menyusun tafsirnya.
            Dalam mencermati munasabah al-Qur’an, al-Biqa’i melihat adanya unsur-unsur di dalam ayat atau surah untuk menjadikan tema sentral. Munasabah semacam ini hampir mendekati kepada tafsir maudhu’iy, karena untuk mencari munasabah surah mufassir juga mencari ayat yang berkaitan dengan surah yang dijelaskan. Dengan demikian, ada kesan kesamaan dengan kerangka operasional penyusunan tafsir maudhu’i dalam satu surah, dan surat-surat dalam al-Qur’an adalah satu kesatuan tema (wihdat al-maudhu’iy).
            Jadi, jika dilihat dari penafsiran dan penjelasan kata demi kata dalam al-Qur’an secara runtut, metode tafsirnya adalah tahlily, tetapi jika dilihat dari munasabah ayat dengan ayat lain akan lebih cenderung kepada tafsir maudhu’i, karena di dalam munasabah ini berarti mencari keserasian ayat yang mempunyai kesamaan makna (maudhu’i surat).
           
c. Corak Tafsir
            Al-Biqa’i di dalam menafsirkan al-Qur’an lebih condong kepada pendekatan bahasa dalam arti sastra.Kata demi kata di dalam al-Qur’an dijelaskan dengan begitu rinci maksud dari kata-kata dalam satu ayat, serta ditambah dengan penjelasan ayat-ayat lain yang berkaitan. Model penafsiran semacam itu tampak jelas mengunakan pendekatan akal (ra’yu) dibanding sumber-sumber riwayat, karena lebih banyak berdasarkan pendapat mufassir pribadi di dalam memahami keserasian al-Qur’an. 
            Operasional tafsir al-Biqa’i ini ada kesamaan dengan tafsir maudhu’i surat di dalam menjelaskan hubungan masing-masing ayat di dalam satu surat. Hanya saja, beliau lebih luas dan lebih rinci di dalam menjelaskan hubungan tersebut, tidak hanya sebatas hubungan ayat-ayat dalam satu surat, tetapi hubungan kata-kata dalam ayat, hubungan ayat-ayat dalam satu surat dan hubungan surat yang satu dengan surat yang lain dalam al-Qur’an secara keseluruhan yang diyakini merupakan satu kesatuan tema.
           
3. Komentar Ulama’
            Al-Biqa’i dinilai oleh banyak pakar sebagai ahli yang berhasil menyusun suatu karya yang sempurna dalam masalah korelasi antar ayat dan  surat dalam al-Qur’an. sementara ahli bahkan menilai bahwa kitab tafsirnya itu merupakan ensiklopedia dalam bidang keserasian ayat-ayat dan surat-surat al-Qur’an.
            Jika pada  umumnya para ahli tafsir dalam munasabah menempuh satu di antara 3 cara berikut dalam menjelaskan hubungan antara ayat: pertama, mengelompokkan sekian banyak ayat dalam satu kelompok tema-tema, kemudian menjelaskan hubungannya dengan kelompok ayat-ayat berikutnya, seperti tafsir al-Manar dan al-Maraghi; kedua, menemukan tema sentral dari satu surat lalu mengembalikan uraian kelompok ayat-ayat kepada tema sentral itu, seperti Tafsir Mahmud Syaltut; ketiga, menghubungkan ayat dengan ayat sebelumnya dengan menjelaskan keserasiannya; maka al-Biqa’iy menempuh pola ketiga dengan cara yang amat menarik serta jangkauan pembahasan yang amat luas, tidak sekedar menjelaskan dan menghubungkan ayat dengan ayat, tapi menjelaskan hubungan kata demi kata dalam satu ayat. Ada tujuh keserasian dalam materi al-Qur’an:
  1. Keserasian antara kata demi kata dalam satu ayat
  2. Keserasian antara kandungan satu ayat dengan fashilat (penutup ayat tersebut).
  3. Keserasian antara ayat dengan ayat sebelumnya.
  4. Keserasian antara awal uraian satu surat dengan akhir uraiannya.
  5. Keserasian antara akhir uraian satu surat dengan awal uraian surat berikutnya.
  6. Keserasian antara tema sentral setiap surat dengan nama surat tersebut.
  7. Keserasian antara surat dengan surat sebelumnya.
            Al-Biqa’i sebagai pakar tafsir yang telah berhasil melakukan sebuah pekerjaan besar yang belum pernah dilakukan oleh ulama sebelumnya, bahkan oleh ulama-ulama sesudahnya. Usahanya layak mendapatkan perhatian serius. [8]







                [1]Kitab ini pernah dicetak di India: Da’irah al-Ma’arif al-Utsmaniyah, cet. I tahun 1396H/1976M. lalu Dicetak di Kairo: Dar al-Kitab al-Islami tahun 1413H/1992M. Lihat: Muhammad ‘Ali Iyaziy, al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum (Teheran: Muassasah at-Thaba’ah wa an-Nasyr Wazarah ats-Tasaqafah wa al-Irsyad al-Islamiy, 1373), hlm. 712.

[2]Burhanudin Ibarahim Al-Biqa’i. Nadzm ad-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar, (Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah. 2006), juz, hlm. 3.
                [3]Iyazi, al-Mufassirun…, hlm. 712-713.
[4]Taufiq Abdullah (dkk.), Ensiklopedi Islam, Jilid 2 (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000), hlm. 78.
                [5]Iyazi, al-Mufassirun…, hlm. 713.
                [6]Iyazi, al-Mufassirun…, hlm. 713-714. Lihat: Al-Biqa’i, Nadz ad- Durar…, juz I hlm. 2
                [7] Iyazi, al-Mufassirun…, hlm. 714
[8]M.Qurash Shihab. Sejarah dan Ulum al-Qur’an, (Jakarta; Pustaka Firdaus. 1999). 75.

No comments:

Post a Comment