TAFSIR AL-JAMI’ LI
AHKAM AL-QURAN
KARYA AL-QURTUBI
A. Pengenalan Kitab
1. Nama Kitab: Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an.Dikenal dengan
nama Tafsir al-Qurthubi.
2.
Nama Penulis:
Abu Abdillah Muhammad bin
Abi Bakr bin Farh al-Anshari al-Khazraji al-Andalusi al-Al-Qurthubi.
Lebih deikenal dengan nama al-Qurthubi (580H/1184M – 671H/1273M.)
4.
Kota Penerbit: Beirut,
Lebanon
5.
Tahun Terbit: 1993
6.
Jumlah Juz/Jilid: 10Jilid/20 juz
No
|
Juz
|
Surat
|
Hlm
|
1
|
I
II
|
Muqaddimah
Al-Fatihah – al-Baqarah:74
Al-Baqarah:75 -201
|
319
292
|
2
|
III
IV
|
Al-Baqarah: 203 -286
Ali Imran
|
285
214
|
3
|
V
VI
|
An-Nisa’: 1 – 147
An-Nisa: 148 – an-An’am:58
|
283
290
|
4
|
VII
VIII
|
Al-An’am:59 – al-Anfal: 40
Al-Anfal: 41 – Yunus
|
266
255
|
5
|
IX
X
|
Hud – Ibrahim
Hijr – al-Kahfi: 50
|
259
282
|
6
|
XI
XII
|
Al-Kahfi: 51 – al-Anbiya’
Al-Haj – an-Nur
|
238
219
|
7
|
XIII
XIV
|
Furqan – al-Ankabut
Rum – Fatir
|
244
237
|
8
|
XV
XVI
|
Yasin – Fussilat
As-Syura – al-Hujurat
|
251
237
|
9
|
XVII
XVII
|
Qaf – al-Mujadalah
Al-Hasyr – Nuh
|
207
212
|
10
|
XIX
XX
|
Jin – al-Buruj
At-Thariq – an-Nas
|
203
185
|
B. Biografi Al-Qurtubi
Penulis kitab tafsir Al-Jami’ Li Ahkam Al-Quran adalah Abu Abd Allah
Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar bin Farh… al-Anshoriy al-Khazrajiy al-Qurtubi,
yang dikenal dengan panggilan Al-Qurtubi[2].
Al-Qurtubiy sendiri adalah nama suatu daerah di Andalusia (sekarang
Spanyol), yaitu Cordoba, yang di-nisbah-kan kepada al-Imam Abu Abdillah
Muhammad, tempat dimana ia dilahirkan. Tidak ada data jelas yang menerangkan
tanggal berapa ia dilahirkan, namun yang jelas Al-Qurtubi hidup ketika waktu
itu wilayah Spanyol berada di bawah pengaruh kekuasaan dinasti Muwahhidun yang
berpusat di Afrika Barat dan Bani Ahmar di Granada (1232—1492 M) yaitu sekitar
abad ke-7 Hijriyah atau 13 Masehi.
Al-Qurtubi hidup di Cordoba pada abad-abad akhir kemajuan gemilang umat
Islam di Eropa disaat Barat masih tenggelam dalam kegelapan. Cordoba yang
sekarang yaitu kota Kurdu yang terletak di lembah sungai besar dan lambat laun
kota itu menjadi kota kecil. Sedikit demi sedikit pecahan kota yang didiami
muslim sekitar 86 kota semakin berkurang, berapa jumlah harta simpanan desa
yang tidak terlindungi, alias hilang. Sedikitnya di Cordoba terdapat 200 ribu
rumah, 600 Masjid, 50 rumah sakit, 80 sekolah umum yang besar, 900 pemandian.
Jumlah buku sekitar 600 ribu kitab lebih, yang kemudian dikuasai oleh Nasrani
pada tahun 1236 M. Bangsa Arab menguasai Cordoba pada tahun 711 M, hingga
mencapai masa puncaknya pada periode Bani Umayyah tahun 856 H/1031 yang
mengangkat dan memajukan negara-negara Eropa. Cordoba jatuh setelah Daulah Umuwiyah
kalah dan tunduk pada tahun 1087 M yang kemudian dikuasai oleh kerjaan
Qosytalah Fardinand yang ketiga tahun 1236 M.[3]
Al-Qurtubi dikenal memiliki semangat kuat dalam menuntut ilmu. Ketika
Perancis menguasai Cordoba pada tahun 633 H/1234 M, ia pergi meninggalkan
Cordoba untuk mencari ilmu ke negeri-negeri lain yang ada di wilayah Timur.
Al-Qurtubi kemudian rihlah thalab al-‘ilmi, menulis dan belajar dengan
ulama-ulama yang ada di Mesir, Iskandariyah, Mansurah, al-Fayyun, Kairo, dan
wilayah-wilayah lainnya, hingga akhirnya beliau wafat pada malam Senin tanggal
9 Syawal tahun 671 H/1272 M dan dimakamkan di Munya, kota Bani Khausab, daerah
Mesir Utara.[4]
Perjalanan al-Qurtubi
dalam mencari ilmu, dari satu tempat ke tempat yang lain, banyak berkenalan dengan orang-orang yang memberikan
kontribusi keilmuan dan perkembangan intelektualitasnya. Aktivitas
intelektualitas (tsaqafah) al-Qurtubi
terbagi menjadi dua tempat, pertama ketika di Cordoba Andalusia dan kedua di Mesir.
Sewaktu di Cordoba ia sering belajar dan menghadiri halaqah-halaqah yang
biasa diadakan di masjid-masjid, madrasah-madrasah para pembesar, hal ini
didukung dengan maraknya pembangunan madrasah-madrasah dan koleksi perpustakaan
di setiap ibu kota dan perguruan tinggi yang menjadi salah satu pusat sumber
ilmu pengetahuan di Eropa dalam waktu yang lama, dari sinilah intelektualitas
pertama Al-Qurtubi di mulai.[5]
Adapun intelektualitas Al-Qurtubi yang diperoleh ketika di Mesir yaitu
dengan melakukan perjalanan dari Andalusia ke Mesir kemudian menetap di kota
Iskandariyah, lalu pergi melewati Kairo sampai menetap di Qaus. Selama
perjalanan inilah beliau bertukar ilmu kepada setiap ulama yang dijumpainya.[6]
Kecintaan al-Qurtubi terhadap ilmu membentuk pribadi yang shalih, zuhud,
‘arif, banyak menyibukan diri untuk
kepentingan akhirat, waktunya diwaqafkan untuk dua hal, yaitu menghadap Allah
beribadah kepada-Nya dan menulis kitab. Para ulama mengenal sosok al-Qurtubi
sebagai ulama dari kalangan maliki, juga seorang ahli fiqh, ahli hadis, dsb.
hal ini karena beliau banyak menginggalkan karya-karya besar yang sangat
bermanfaat. Karya beliau ini meliputi berbagai bidang, seperti tafsir, hadis,
qira’at, dan lain sebagainya, diantara kitab beliau yang terkenal, sebagai
berikut:
1. Al-Jami’ li Ahkam Al-Quran
2. Al-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauti wa Umur
al-Akhirah,
3. Al-Tidzkar fi fadli al-Azkar.
4. Qama’ al-Hars bi al-Zuhdi wa al-Qana’ah wa
Radd zil al-Sual bi al-Katbi wa al-Syafa’ah.
5. Al-Intihaz fi Qira’at Ahl al-Kuffah wa
al-Basrah wa al-Syam wa Ahl al-Jijaz,
6. Al-I’lam bima fi Din al-Nasara min al-Mafasid
wa Awham wa Kazhar Mahasin al-Islam.
7. Al-Asna fi Syarh Asma al-Husna wa Sifatuhu fi
al-‘Ulya.
8. Al-I’lam fi Ma’rifati Maulid al-Mustafa ‘alaih
al-Salat wa al-Salam.
9. Urjuzah Fi Asma’ al-Nabi SAW.
10. Syarh al-Taqssi.
11. Al-Taqrib li Kitab al-Tamhid.
12. Risalah fi Alqab al-Hadis.
13. Al-Aqdiyah.
14. Al-Misbah fi al-Jam’i baina al-Af’al wa al-Shihah (fi ‘Ilmi Lugah)
15. Al-Muqbis fi Syarhi Muwatha Malik bin Anas.
16. Minhaj al-‘Ibad wa Mahajah al-Salikin wa
al-Zihad.
17. Al-Luma’ al-Lu’lu’iyah fi al-‘Isyrinat
al-Nabawiyah wa ghairiha.[7]
B.
Tafsir Al-Jami’
li Ahkam al-Qur’an
1.
Latar Belakang
Penulisan Tafsir
Al-Qurtubi menulis
kitab tafsir ini, semata-mata memang karena dorangan hatinya, bukan atas
permintaan seseorang tokoh ataupun mimpi. Ia berharap agar kitab ini bermanfaat
dan menjadi amal shaleh yang kekal setelah ia wafat, sebagaimana telah dijelaskan pada bagian pendahuluan kitab tafsirnya:
“Aku pikir harus menggunakan hidupku dan mencurahkan karunia ini untuk
menyibukan diri dengan al-Quran dengan cara menulis penjelasan yang ringkas
yang memuat intisari-intisari tafsir, bahasa, ‘irab, qira’at, menolak penyimpangan
dan kesesatan, menyebutkan hadis-hadis nabi dan sebab turun ayat sebagai
keterangan dalam menjelaskan hukum-hukum al-Quran dan turunnya ayat-ayat,
mengumpulkan penjelasan makna-maknanya, sebagai penjelasan ayat-ayat yang samar
dengan menyertakan qaul-qaul ulama salaf dan khalaf....Aku
melakukannya untuk mengenang diriku, sebagai tabungan dalam hidupku, dan amal
saleh setelah aku mati.”[8]
2.
Format Tafsir
al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an
a.
Sistematika
Tafsir
Tafsir
al-Qurtubi memakai sistematika mushafi, ia menafsirkan al-Quran sesuai
dengan urutan ayat dan surat yang terdapat dalam mushaf al-Quran, yaitu mulai
dari ayat pertama surat al-Fatihah sampai ayat terakhir surat al-Nas. Meskipun
sistematika penafsiran al-Qurtubi memakai mushafi, namun model
sistematika maudu’i dalam tafsir al-Qutubi sudah tampak, hal ini terlihat dari fokus
penafsiran ayat al-Quran yang bertema hukum.[9]
b.
Metode Tafsir
Dapat dikatakan bahwa tafsir al-Qurtubi ini
memakai metode tahlili. Hal ini dapat dilihat dalam tafsirnya ketika secara panjang lebar dan mendalam ia
menjelaskan kandungan ayat dari berbagai aspek secara runtut dengan
langkah-langkah penafsiran sesuai dengan metode tafsir tahlili.
Langkah-langkah penafsiran al-Qurtubi sebagai berikut:
1. menyebutkan ayat,
2. menyebutkan point-point masalah ayat yang dibahas kedalam beberapa bagian,
3. memberikan kupasan dari segi bahasa,
4. menyebutkan ayat-ayat lain yang berkaitan dan hadis-hadis dengan menyebut
sumber dalilnya,
5. mengutip pendapat ulama dengan menyebut sumbernya sebagai alat untuk
menjelaskan hukum-hukum yang berkaitan dengan pokok bahasan,
6. menolak pendapat yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam,
7. Mendiskusikan
pendapat ulama dengan argumentasi masing-masing dan mengambil pendapat yang
paling benar.[10]
c.
Corak dan Pendekatan
Tafsir
Dapat disimpulkan bahwa corak tafsir al-Qurthubi adalah fiqhi. Hal ini berdasarkan pada judul tafsir yang mengisayaratkan adanya
pembahasan ayat-ayat hukum dalam al-Quran (al-Jami li Ahkam al-Quran),
selain itu juga karena hampir setiap ayat yang dijelaskan selalu dihiasi dengan
penjelasan hukum-hukum yang ada dalam ayat tersebut.[11]
Al-Qurthubi memang terkenal beraliran fiqh al-Maliki, namun kalau melihat
tafsirnya, sifat fanatisme terhadap fikih Maliki sama sekali tidak ditemui,
bahkan sebenarnya ketika memaparkan atau menjelaskan hukum itu banyak
menyertakan dalil-dalil, analisis bahasa pun sering menjadi point penting
pembahasan ayat tersebut. Sehingga apa yang temukan berdasar dari dalil-dalil
itulah yang menurutnya benar.[12]
3. Komentar
Terhadap Tafsir
Berikut ini adalah pernyataan-pernyataan dari beberapa ulama ternama
tentang al-Qurtubi dan karya-karyanya:
1. Al-‘Alamah ibn Farhun pernah berkomentar tentang tafsir al-Qurtubi: “tafsir
ini termasuk tafsir yang paling penting dan besar sekali manfaatnya, mengganti
kisah-kisah dan sejarah-sejarah yang tidak perlu dengan hukum-hukum al-Quran
dan lahir darinya dalil-dalil, menyebutkan qira’at-qira’at, i’rab dan
nasikh-masukh”
2. Kesimpulannya bahwa sesungguhnya al-Qurtubi dalam tafsirnya ini bebas atau
tidak terikat oleh madzhab, analisisnya teliti, solutif dalam perbedaan dan
perdebatan, menggali tafsirnya dari segala segi, mahir dalam segala bidang ilmu
yang berkaitan dengannya.
3. al-Qurtubi adalah seorang imam yang
memiliki ilmu pengetahuan yang beragam dan sangat luas, sangat cerdas,
mempunyai hafalan yang banyak, memiliki kapasitas intelektual yang dan kualitas
pribadi yang baik, memiliki karangan
yang sangat bermanfaat, sangat berhati-hati dalam memahami sesuatu, karya
tulisanya sistematik, dan banyak orang yang menggunakan tafsirnya karena
karyanya cukup sempurna dan sangat berarti. [13]
[1]Tafsir
ini telah dicetak beberapa kali, di antaranya: Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabi,
1967, 20 jilid. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1408, 20 jilid. Kairo: Dar
al-Ghad al-‘Arabi, cet. I, 1409/1988, 10 jilid. Lihat: Muhammad ‘Ali Iyaziy, al-Mufassirun
Hayatuhum wa Manhajuhum (Teheran: Muassasah at-Thaba’ah wa an-Nasyr Wazarah
ats-Tasaqafah wa al-Irsyad al-Islamiy, 1373), hlm. 408.
[3]Abu Abdillah Muhammad bin
Ahmad al-Anshori al-Qurtubi, Al-Jami’
li Ahkam Al-Quran (Kairo: Dar al-Kutub
al-Ilmiyah, 1993), Jilid I, hlm. 16-17.
[9]M. Quraish Shihab, Kaidah
Tafsir: Syarat, dan Ketentuan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Al-Qura (Tangerang:
Lentera Hati, 2013), hlm. 387.
No comments:
Post a Comment