I.
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG MASALAH
Pertama, salam yang
diucapkan oleh orang-orang Yahudi adalah salam penghinaan, yaitu “assāmu
`alaikum” bukan salam perdamaian “assalamu`alaikum”. Kedua, yang
memulai mengucapkan salam penghinaan adalah orang-orang Yahudi, bukan Nabi. Ketiga,
sikap para tamu Yahudi kepada Nabi adalah sikap kebencian. Keempat,
Nabi menegur Aisyah agar tidak bertindak kasar pada tamu Yahudi. Karena Allah
mencintai keramahan dan kelembuta. Kelima, karena itu, cukup bagi Nabi
untuk menjawab salam orang-orang Yahudi itu dengan “wa`alaikum”.
Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh
Abu Hurairah sering dipersoalkan karena beberapa alasan. Pertama, ia
terlalu sering meriwayatkan apa yang sebenarnya tidak pasti diucapkan oleh
Rasulullah s.a.w. Kedua, diduga keras ia adalah orang yang pelupa dan
dia mengakui sifat pelupa ini. Ketiga, hadits yang diriwayatkan
Abu Hurairah terlalu banyak dalam waktu yang singkat. Ia meriwayatkan 5300 hadits
hanya dalam waktu tiga tahun. Keempat, ia adalah orang pemalas yang
tidak punya pekerjaan tetap selain mengikuti Rasulullah kemanapun pergi. Ia
pernah menolak pekerjaan yang ditawarkan oleh Umar. Kelima, banyak
hadits-hadit yang diriwayatkan Abu Hurairah bertentangan dengan hadits-hadits
yang diriwayatkan oleh para sahabat lain yang terpercaya, seperti Aisyah.
Hadits-hadits yang diriwayatkan Abu
Hurairah tersebut bertentangan dengan watak dasar Islam yang menekankan
kedamaian, keramahan dan kelembutan. Riwayatnya juga bertentangan dengan
riwayat lain yang menerangkan bahwa beliau mengucapkan (memulai) mengucapkan
salam pada Najasyi, Raja Ethiopia, melalui suratnya.
B. RUMUSAN
MASALAH
Bagaimana
pemahaman hadits tentang relasi muslim kepada non muslim?
II.
PEMBAHASAN
Hadits-hadits tentang Relasi Muslim kepada non muslim :
A.
HADITS PERTAMA
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ
أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ، أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي
بَكْرِ بْنِ أَنَسٍ، حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِذَا سَلَّمَ
عَلَيْكُمْ أَهْلُ الكِتَابِ فَقُولُوا: وَعَلَيْكُمْ " أخرجه البخاري في: كتاب
الاستئذان: باب كيف يُرَدّ على أهل الذمة السلام.
Artinya :
Telah menceritakan
kepada kami utsman ibnu abi syaibah, telah menceritakan kepada kami husyaim,
telah memberitakan kepada kami ‘ubaidullah ibnu abi bakar ibnu anas, telah
menceritakan kepada Anas bin Malik r.a. berkata: Nabi saw. bersabda: Jika kamu
diberi salam oleh ahli kitab maka jawablah: Wa alaikum. (HR. Bukhari dan
Muslim).
B.
HADITS KEDUA
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ،
أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ
عُمَرَ رضي الله عنهما، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم، قَالَ: إِذَا
سَلَّمَ عَلَيْكُمُ الْيَهُودُ فَإِنَّمَا يَقُولُ أَحَدُهُمُ: السَّامُ عَلَيْكَ
فَقُلْ: وَعَلَيْكَ.
Artinya :
Telah menceritakan
kepada kami Abdullah bin Yusuf, telah memberitahukan kepada kami Malik, dari
Abdullah bin Dinar, dari Abdullah bin Umar r.a. berkata: Nabi saw. bersabda:
Jika kamu diberi salam oleh orang Yahudi maka mereka itu berkata: Assaammu
alaika (Binasalah kamu), maka jawablah: Wa alaika (Yakni kamu juga begitu).
(Bukhari. Muslim).
C.
HADITS KETIGA
حَدَّثَنَا أَبُو اليَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ
الزُّهْرِيِّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ، أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا،
قَالَتْ: دَخَلَ رَهْطٌ مِنَ اليَهُودِ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالُوا: السَّامُ عَلَيْكَ، فَفَهِمْتُهَا فَقُلْتُ: عَلَيْكُمُ السَّامُ
وَاللَّعْنَةُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَهْلًا
يَا عَائِشَةُ، فَإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الأَمْرِ كُلِّهِ» فَقُلْتُ:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَوَلَمْ تَسْمَعْ مَا قَالُوا؟ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " فَقَدْ قُلْتُ: وَعَلَيْكُمْ "
Artinya :
Telah menceritakan
kepada kami Abul yaman, telah memberitakan kepada kami Syu’ib, dari Az zuhri,
berkata: telah menceritakan kepadaku ‘Urwah, sesungguhnya A'isyah r.a. berkata:
Serombongan orang Yahudi datang kepada Nabi saw. dan berkata: Assaammu alaika,
maka aku mengerti dan langsung aku jawab: Alaikum asaamu walla'natu. Rasulullah
saw. bersabda: Tenang hai A'isyah, sesungguhnya Allah suka tenang lunak dalam
semua hal. Lalu aku tanya: Ya Rasulullah, apakah engkau tidak mendengar apa
yang mereka katakan? Jawab Nabi saw.: Aku telah menjawab wa alaikum. Dan itu
telah kembali pada mereka. (Bukhari, Muslim).
Menurut pendapat madzhab syafi’i dan
juga pendapat mayoritas ulama’ seorang muslim diharamkan mengucapkan salam bagi
orang kafir, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairrah
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
لَا تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلَا النَّصَارَى
بِالسَّلَامِ
“Janganlah
kalian memulai ucapan salam pada orang yahudi dan nasrani”. (Shahih Muslim,
no.2167).[1]
Sedangkan apabila orang kafir
mengucapkan salam pada orang muslim maka diwajibkan menjawabnya, namun dengan
hanya mengucapkan “wa’alaikum” (dan semoga bagi kalian). Hukum ini didasarkan
pada hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, ia berkata, bahwasanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda:
إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ
فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ
Apabila orang ahlu kitab mengucapkan
salam bagi kalian, maka jawablah “wa’alaikum”. (Shahih Bukhari, no.6258 dan
Shahih Muslim, no.2163).
Maksud dari
jawaban tersebut sesuai dengan tujuan orang kafir tersebut:
o
Apabila ia mengucapkan salam dengan maksud agar orang
islam tersebut mendapatkan keselamatan, maka maksud jawaban dari muslim
tersebut adalah “semoga orang kafir tersebut masuk islam”, sebab hanya dengan
masuk islam ia mendapatkan keselamatan.
o
Apabila ucapannya itu niatnya menyindir atau meledek
seorang muslim, maka maksud dari jawaban tersebut adalah kami juga mendo’akan
hal yang sama kepadamu seperti yang kamu maksud.
Alasan dilarangnya seorang muslim
mengucapkan salam kepada orang kafir adalah karena orang kafir tidak akan
mendapatkan keselamatan, baik didunia maupun di akhirat jika ia tetap dalam
kekafirannya. Didunia ia boleh diperangi jika termasuk kategori kafir harbi,
dan diakhirat kelak ia akan disiksa selama lamanya.[2]
Wallahu a’lam.
Telah datang
dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma
bahwa dia berkata, “Balaslah salam dari orang Yahudi, Masrani, atau Majusi.
Yang demikian karena Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ
بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا
Apabila kamu diberi
penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan
yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang
serupa). (QS. An-Nisa’/4 : 86).
Dengan kata
lain, jika mereka menyampaikan salam kepada kalian dengan terang dan jelas,
hendaknya balasan kalian sama atau lebih baik. Inilah yang bisa dipahami dari
ucapan Ibnu Abbas Radhiyallahu
Anhuma. Dan karena itulah yang pokok dalam ayat yang dengannya Ibnu
Abbas Radhiyallahu Anhuma
berdalil.
Sedangkan
jika mereka menyampaikan salam dengan tidak jelas, maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
memerintahkan kepada kita agar kita mengatakan kepada mereka وَعَلَيْكُمْ
‘juga atas kalian’.
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda,
إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ الْيَهُودُ، فَإِنَّمَا
يَقُولُ أَحَدُهُمْ: السَّامُ عَلَيْكُمْ، فَقُوْلُوا: وَعَلَيْكَ
“Jika seorang
Yahudi mengucapkan salam kepada kalian, maka sesungguhnya salah seorang dari
mereka mengatakan, ‘Kematian
atas kalian, maka ucapkan, ‘Juga atas engkau’.”[3]
Juga firman Allah :
فَسَلِّمُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ
اللَّهِ مُبَارَكَةً طَيْبَةً
"Hendaklah
kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada
dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi
baik (QS. An-Nur, 61)
Dipilihnya
kata salam dalam pensyariatan salam, karena makna yang terkandung dalam kata
salam, yakni doa keselamatan dari musibah dalam diri dan agama. Juga karena
dalam salam terkandung janji untuk saling menjaga dan melindungi antar sesama
muslim. Karena inilah hukum memberi salam oleh seorang muslim kepada muslim
yang lain adalah sunat muakad, disamping berdasar dalil-dalil hadits.
Untuk
hukum memberi salam oleh seorang muslim kepada non muslim, para ulama berbeda
pendapat. Imam An-Nawawi dalam al-Majmu' mengungkapkan bahwa pendapat yang
shahih dan menjadi kesepakatan mayoritas ulama syafi'iyah, hukum memberi salam
oleh muslim kepada non muslim adalah haram. Bahkan jika ada mailul qalbi
(kecenderungan hati) membenarkan agama yang mereka anut, akan berdampak pada
kekufuran.
Seperti
yang dikutip An-Nawawi, Al-Mawardi dalam Al-Hawi menceritakan dua pendapat
ulama mengenai hukum memberi salam ini. Pertama adalah haram, sebagaimana yang
telah disebutkan di atas. Kedua, makruh dengan syarat hanya mengucapkan
as-salamu'alaika bukan as-salamu'alikum, dan tidak ditambah yang lain seperti
wa rahmatulloh. Pendapat kedua ini adalah pendapat dlo'if dan hanya dikatakan
oleh segelintir ulama.
Untuk
menjawab salam non muslim, cukup ucapkan wa'alaikum saja, menurut pendapat
shahih dan menurut yang lain boleh ditambah menjadi wa'alaikum salam saja.[4]
Menurut
Hanafiyah dan Malikiyah, hukum memberi salam kepada non muslim adalah makruh,
karena dalam salam terkandung ungkapan pengagungan dan penghormatan. Boleh
(mubah) hukumya bila hal itu dilakukan karena ada suatu keperluan.
Perlu
diketahui, bahwa hukum mengucapkan salam dengan menejemahkannya ke selain
bahasa Arab adalah sama. Karena tujuan dari pada salam adalah pemberian rasa
aman, doa selamat, dan penghormatan.[5]
III.
PENUTUPAN
A. KESIMPULAN
Dari semua pendapat yang dilontarkan,
walau terjadi perselisihan pendapat, tampak bahwa tidak diperbolehkannya
mengucapkan salam kepada non muslim, dikarenakan tidak diperbolehkannya
memberikan penghormatan, pemuliaan, memberikan rasa gembira dan menampakkan
rasa cinta dan suka kepada non muslim, dalam situasi yang tidak darurat dan
tanpa adanya keperluan. Hukum tidak boleh ini sangat layak diberikan, sebab akan
melindungi kekokohan iman dari gerusan kekufuran melalui pergaulan tak berbatas
dengan non muslim. Ketika kita ucapkan "Selamat hari Natal" kepada
umat Nasrani misalnya, tanpa kita sadari ada sedikit kecenderungan hati kepada
kekufuran; ridlo bil kufri. Dan lama-kelamaan kecenderungan ini akan semakin
bertambah, bila dibiarkan. Sabda Rasulullah SAW yang menjelaskan taghyirul
munkar (merubah kemungkaran), menyatakan bahwa ketidakmampuan untuk taghyirul
munkar baik dengan lisan atau perbuatan, adalah selemah-lemah iman. Ucapan
selamat yang kita lakukan kepada non muslim, seolah-olah kita diam melihat
ketidakbaikan, bahkan bisa dikatakan merelakan atau bahkan mendukungnya. Wa
hadza adl'aful iman.
Dampak negatif yang lebih menyeluruh
akan terjadi jika ucapan selamat ini ucapkan oleh seorang tokoh. Bagaimana
tidak, orang-orang muslim awam akan segera mengatakan bahwa agama non muslim
itu benar dan sama saja. Karena dibuktikan dengan adanya motifasi dan
seolah-olah ikut bergembira melalui ucapan selamat.
B. KRITIK DAN
SARAN
Pemakalah sangat menyadari akan
kekurangan-kekurangan yang ada pada makalah ini. Baik dari segi ilmunya maupun
dari segi penulisannya. Itu semua disebabkan kurangnya referensi yang digunakan
dan kurangnya pengalaman pemakalah. Untuk itu, apabila ada kritikan maupun
saran dari pembaca yang bersifat membangun sangat pemakalah harapkan, agar di
penulisan berikutnya pemakalah dapat memperbaikinya.
IV.
DAFTAR PUSAKA
Syarah
Shohih Muslim Lin-Nawawi
Faidhul
Qodir
Fathul Bari
Dalam Shohih Al-Bukhori
An-Nawawi,
"Al-Majmu”
Wizarah
al-Awqaf Al-Kuwaitiyah, "Al-Mausu'ah al-Fiqhiya"
No comments:
Post a Comment