Friday, May 20, 2016

Makalah Study Kitab Tafsir Klasik tentang Mafatih Al-Ghaib Karya Ar-Razi



MAFATIH AL-GHAIB
KARYA AR-RAZI

A.     Pengenalan Kitab
1.      Nama Kitab:
            Tafsir al-Fahr ar-Razi. Lebih dikenal dengan nama Tafsir al-Kabir dan Mafatih al-Ghaib.[1]
2.      Nama Penulis:
            Nama lengkap Muhammad bin ‘Umar bin al-Husain bin ‘Ali al-Qurasyi at-Tamimiy al-Bakriy at-Tibristani ar-Razi. Lebih dikenal dengan nama ar-Razi (543H/1149M – 606 H/1210M.)[2]
3.      Penerbit: Dar Kutub al-Ilmiah.[3]
4.      Kota Penerbit: Beirut
5.      Tahun Terbit: Tahun 1990M.
6.      Jumlah Juz/Jilid: 16 Jilid
No
Juz
Surat
Hlm
1
I
Pendahuluan, al-Fatihah
265
2
II
 Al-Baqarah: 34
239
3
III
Al-Baqarah: 168, 169
224
4
IV
Al-Baqarah: 225
224
5
V
Ali Imran: 30-132
249
6
VI
An-Nisa’
255
7
VII
Al-Maidah
239
8
VIII
Al-Anfal
239
9
IX
Yunus: 1
243
10
X
Ar-Ra’d: 3
243
11
XI
Al-Isra: 61-63
240
12
XII
Al-Hajj: 1-2
272
13
XIII
Al-Qashash: 56-57
296
14
XIV
Az-Zumar: 53-59
318
15
XV
An-Najm
291
16
XVI
An-Naba’ - an-Nas
226


B. Biografi Penulis
Muhammad bin ‘Umar bin al-Husain bin ‘Ali al-Qurasyi at-Tamimiy al-Bakriy at-Tibristani ar-Razi. Lebih dikenal dengan nama ar-Razi (543H/1149M – 606 H/1210M.[4] dilahirkan pada tanggal 25 Ramadhan 543 H. Ia dilahirkan di lingkungan keluarga yang menawan, Hal itu disebabkan ayahnya, Diya’ad-Din ‘Umar memperoleh tempat yang terhormat dan kedudukan yang tinggi di Negeri Herat (Ray), oleh karena kehormatan ayahnya, Ar-Razi menyebutkan dalam tafsirnya dengan gelar al-Imam, sebagaimana terlihat dalam tafsirnya ketika ar-Razi menafsirkan surat Hud yang dicontohkannya dan gurunya yaitu, al-Imam ayahnya semoga Allah memberikan kasih sayangnya menjadi lantaran tempat yang baik.
Mengenai tahunnya ada juga yang menyebutkan bahwa beliau lahir tahun 544 H, namun Ibn Khilikan berpendapat yang paling kuat adalah pendapat yang mengatakan bahwa ar-Razi dilahirkan tahun 544 H, tepatnya 25 Ramadhan. Ar-Razi dilahirkan di Jabal Ray, kota Ray merupakan bagian distrik Tibristan. Suasana lingkungan keluarganya diwarnai oleh aliran mazhab Fiqh Syafi’i dan teolog kalam Asy‘ari. Adapun gelar yang disandang ar-Razi adalahFakhr ad-Din dan ia juga dikenal sebagai Ibn Khatib ar-Ray. Sebagai seorang mufassir, mutakalim, ahli usul fiqh dan pengamat perkembangan pemikiran sosial dan kehidupan masyarakat, ia banyak dikagumi oleh banyak ulama, bahkan para ahli ilmu pengetahuan terpesona dengan kecedasannya yang menjadikan ahli dalam berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan, baik ilmu agama maupun ilmu umum seperti kedokteran, astronomi, filsafat dan ilmu-ilmu eksak.
Aktivitas intelektualnya dimulai dari pendidikan ayahnya. Beliau banyak belajar dari sang ayah yang merupakan ulama terpandang di Ray, Diya’ad-Din seorang ulama yang banyak menguasai bidang keilmuan hadits, fiqh, dan ushul fiqh. Kontak hubungan antara ar-Razi dengan Diya’ad-Din dalam transfer keilmuan tersebut terus berlangsung sampai akhir hayatnya. Walaupun ayahnya telah meninggal namun beliau tetap semangat menimba ilmu hal itu dibuktikan dengan pengembaraannya ke berbagai ulama besar seperti Muhammad al-Baghawi, yang bergelar penghidup sunnah. Dan juga kepada Kammal as-Sim’ani, kemudian kembali ke Ray dan disana beliau bertemu dengan Majid ad-Din al-Jilli. Ar-Razi bisa dikatatakan sosok yang banyak menguasai ilmu pengetahuan, penguasaan dalam berbagai disiplin keilmuwan seperti ilmu eksak, filsafat, astronomi dan kedokteran. Dalam bidang fiqh dan ushul fiqh ar-Razi banyak mengadopsi dari ayahnya, Diya’ad-Din seorang ulama besar pada saat itu, yang bermazhab Syafi’i. Oleh karena itu beliau banyak menguatkan pendapat Syafi’i dalam tafsirnya. Dalam ilmu kalam ia banyak mengambil dari gurunya yaitu Majid al-Jilli. Selain di bidang ilmu kalam beliau juga ahli di bidang filsafat, kepakarannya itu banyak dipengaruhi oleh karya Muhammad Ibn Zakaria, Al-Farabi, Ibn Sina dan Imam al-Ghazali. Namun yang paling menonjol adalah pengaruh dari Ibn Sina. Hal tersebut teraktualisasikan dalam kitab Syarh Qism Syarh al-Ilahiyat min al-Syarah Li Ibn Sina Lubab al-Isyarah.
Sedangkan dalam bidang hadits nabi, ar-Razi tidak begitu melakukan perhatian yang banyak. Beliau sangat minim sekali mencantumkan hadis. Bila mencantumkan hadis beliau sangat sedikit sekali membahas secara ilmiah baik sanad maupun matan hadis. Beliau sangat menghargai hadis-hadis yang disebut para Mufassir mengenai keutamaan surat yang dianggap oleh sebagian ulama kebanyakan hadis-hadis palsu.
            Pengembaraan intelektual ar-Razi berakhir di tangan kaum Karamiyyah. Sikap kebencian itu ditunjukan kepada ar-Razi, hal itu disebabkan al-Imam banyak melemahkan argumen-argumen kaum Karamiyyah, sehingga sikap kebencian tersebut sampai pada rencana pembunuhan terhadap ar-Razi. Pada tahun 606 H/ 1209 M, akhirnya ar-Razi wafat akibat racun yang diminumnya.
            Di antara karya-karya beliau:
1.       Kitab tafsir al-Quran al-Kabir atau Tafsir Mafatih al-Ghaib
2.      Asrar at-Tanzil w Anwar at-Ta’wil.
3.      Kitab Ihkam Ahkam
4.      Kitab al-Mahshal fi Ushul al-Fiqh
5.      Al-Burhan fi Qira’ah al-Qur’an
6.      Durrah at-Tanzil wa Ghurrah at-Ta’wil fi al-Ayat al-Mutasyabihat.
7.       Kitab Syarh al-Isyarat wa at-Tanbihat li Ibn Sina
8.      Ibthal al-Qiyas
9.      Syarh al-Qanun li Ibn Sina
10.  Al-Bayan wa al-Burhan fi Radd ‘ala Ahl az-Ziyagh wa at-Thughyan
11.  Ta’jiz al-Falasifah,
12.  Risalah al-Jauhar
13.  Risalah al-Huduts
14.  Al-Milal wa an-Nihal
15.  Muhassal Afkar al-Mutaqaddimin wa al-Mutaakhirin min al-Hukama wa al-Mutakallimin fi Ilm al-Kalam.
16.  Kitab Syarh al-Kitab al-Mufassal li az-Zamakhsyari[5]

C. Tafsir Mafatih al-Ghaib
1.   Latar Belakang Penulisan
Fakhruddin ar-Razi hidup pada tahun keenam Hijriyyah. Masa ini adalah masa kesempitan dalam kehidupan umat muslim, baik dalam hal politik, sosial, keilmuan dan akidah. Dan kelemahan ini telah sampai pada puncaknya pada masa Daulah Abbasyiah. Ada kabar tentang perang salib di Syam. Pada masa itu juga terjadi perselisihan mazhab dan akidah, dan di Ray sendiri ada tiga golongan, yaitu Syafi’iyyah, Ahnafi, dan Syi’ah. Dan muncul pula banyak golongan kalam dan perdebatan-perdebatannya, diantaranya yaitu golongan Syi’ah, Mu’tazilah, Murjiah, Bathiniyah dan Kurrasiyah.[6]
Kemudian, Fakhruddin ar-Razi yang ahli dalam berbagai bidang keilmuan, menulis kitab tafsir ini dengan berjumlah 8 jilid besar.[7] Ar-Razi yang bermazhab Syafi’i dalam penulisan kitab tafsirnya beliau selalu membantah Mu’tazilah ketika ada kesempatan atau celah. Tafsir ini ditulis oleh Fakhruddin ar-Razi sebagai tanggapan terhadap tafsir ideologi karangan Zamakhsyari (Kitab Tafsir al-Kasysyaf). Dimana Fakhruddin ar-Razi yang beraliran Asy’ariyah berusaha mempertahankan alirannya (mazhab Syafi’i) dan mencari-cari jalan untuk membenarkannya.[8]
Ar-Razi tidak menfasirkan al-Qur’an sampai selesai. Menurut adz-Dzahabi, beliau menafsirkan al-Qur’an sampai surat al-Anbiya’, kemudian dilanjutkan oleh Syihab ad-Din al-Khubiy. Namun al-Khubiy juga belum selesai, lalu dilanjutkan oleh Najm ad-Din al-Qamuliy sampai akhir.[9]

2. Sistematika Tafsir
Adapun sistematika penulisan Tafsir ar-Razi, yaitu menyebut nama surat. Kemudian tempat turunnya, bilangan ayatnya, perkataan-perkataan yang terdapat didalamnya, kemudian menyebut satu atau beberapa ayat, lalu mengulas munasabah antara satu ayat dengan ayat sesudahnya, sehingga pembaca dapat terfokus pada satu topik tertentu pada sekumpulan ayat, tidak hanya munasabah antara ayat saja, ia juga menyebut munasabah antara surat.
Setelah itu ar-Razi mulai menjelaskan masalah dan jumlah masalah tersebut, misalnya ia mengatakan bahwa dalam sebuah ayat al-Qur’an terdapat beberapa yang jumlahnya mencapai sepuluh atau lebih. Lalu menjelaskan masalah tersebut dari sisi nahwunya, ushul, sabab al-nuzul, dan perbedaan qira’at dan lain sebagainya. Sebelum menjelaskan suatu ayat, beliau terlebih dahulu mengungkapkan penafsiran yang bersumber dari Nabi, Sahabat, tabi’in ataupun memaparkan masalah antara nasikh dan mansukh, bahkan jarh wat’ta’dil barulah kemudian  menafsirkan ayat disertai argumentasi ilmiyahnya dibidang ilmu pengtahuan, filsafat, ilmu alam maupun yang lainnya.

a.      Metode Tafsir
Tafsir ar-Razi termasuk dalam metode Tahlili. Adapun metode Imam ar-Razi dalam tafsirnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Menerangkan hubungan-hubungan antara satu ayat dengan ayat lainnya dan hubungan satu surat dengan satu surat yang mengikutinya. Adakalanya beliau tidak mengemukakan satu hubungan saja, melainkan lebih dari satu hubungan.
2. Berbicara panjang lebar dalam menyajikan argumentasi. Sebagian pembicaraan itu menjadikan kitabnya tak berbeda dengan kitab filsafat, matematika dan ilmu eksakta, sampai-sampai Ibn ‘Atiyah berkata dalam kitab Imam ar-Razi, “segalanya ada kecuali tafsir itu sendiri.” Namun sesungguhnya, sekalipun Imam ar-Razi banyak berbicara tentang masalah-masalah ilmu kalam dan tinjauan-tinjauan alam semesta, beliau berbicara tentang tafsir al-Quran.
3. Menentang keras mazhab Mu’tazilah dan membantahnya dengan segala kemampuannya. Sebab itu beliau tidak pernah melewatkan setiap kesempatan untuk menghadapkan bantahan terhadap mazhab Mu’tazilah itu. beliau bentangkan  pendapat-pendapat mereka, kemudian beliau serang pendapat-pendapat tersebut dan beliau bongkar kelemahan-kelemahannya, walaupun adakalanya bantahan-bantahan beliau tidak cukup memadai dan memuaskan. Beliau menyoroti mazhab-mazhab fiqh dalam menafsirkan ayat-ayat hukum, dengan segala kemampuan beliau, dengan tujuan menguatkan mazhab-mazhab Syafi’i karena beliau memang bermazhab Syafi’i.
4. Terkadang suka melantur dalam membahas masalah-masalah ushul fiqh dan masalah-masalah yang berhubungan dengan ilmu nahwu dan balaghah. Hanya saja beliau tidak berlebih-lebihan dalam hal-hal tersbut seperti yang beliau lakukan dalam masalah-masalah eksakta dan ilmu-ilmu kealaman.[10]

b.      Corak Tafsir
Tafsir Mafātīh al-Ghaib atau yang dikenal sebagai Tafsir al-Kabir dikategorikan sebagai tafsir bi al-ra’y,[11] yaitu tafsir yang dalam menjelaskan maknanya mufassir hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan yang didasarkan oleh ra’y semata; dengan pendekatan Mazhab Syafi’iyyah dan Asy’ariyah.
Tafsir ini merujuk pada kitab Az-Zujaj fi Ma’anil Quran, Al-Farra’ wal Barrad dan Gharibul Quran, karya Ibnu Qutaibah dalam masalah gramatika. Riwayat-riwayat tafsir bil ma’tsur yang jadi rujukan adalah riwayat dari Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Sudai, Said bin Jubair, riwayat dalam tafsir At-Thabari dan tafsir Ats-Tsa’labi, juga berbagai riwayat dari Nabi saw, keluarga, para sahabatnya serta tabi’in. Sedangkan tafsir bir ra’yi yang jadi rujukan adalah tafsir Abu Ali Al-Juba’i, Abu Muslim Al-Asfahani, Qadhi Abdul Jabbar, Abu Bakar Al-Ashmam, Ali bin Isa Ar-Rumaini, Az-Zamakhsyari dan tafsir Abul Futuh Ar-Razi.
Menurut Ibn Hajar al-Asqalani, pengarang, Fakhruddin ar-Razi tidak menyempurnakan kitab tafsirnya ini. Sebagaimana yang juga dikatakan oleh Ibn Khalkan di dalam kitab Wafiyatul A’yan. Dalam kitab Kasyf ad-Dhunun  dijelaskan bahwa Fakhruddin ar-Razi hanya menulis kitabnya sampai pada surat al-Anbiya’, kemudian diteruskan oleh Syihabuddin al-Khauyi. Akan tetapi beliaupun belum menyelesaikannya dengan sempurna. Akhirnya dilanjutkan oleh Najmuddin al-Qamuli sampai sempurna.[12]

3. Penilaian Ulama
Banyak ulama yang memberikan komentar atau penilaian terhadap tafsir karya Fakhruddin ar-Razi ini. Diantaranya adalah sebagai berikut:
Pengarang kitab Kasyfudh Dhunun mengatakan : Sesungguhnya Imam Fakhruddin ar-Razi memenuhi tafsirnya dengan perkataan-perkataan hukama’ dan filosof, dan mengecualikan sesuatu dari sesuatu, sehingga peniliti merasa takjub.
Dinukil dari Abi Hayyan, beliau berkata dalam kitabnya, Bahru al-Muhith: Imam Fakhruddin ar-Razi mengumpulkan segala sesuatu yang banyak dan panjang dalam tafsirnya dimana hal tersebut tidak dibutuhkan dalam kajian ilmu tafsir.
Sebagian ulama juga berpendapat: Semuanya ada di dalam kitab itu kecuali tafsir itu sendiri (fiihi kullu syai-in illa at-tafsir).
Ibnu ajr al-‘Asqalani di dalam kitab Lisan Al-Mizan mengemukakan bahwa saya membaca dalam Iksir fi al Ilmi at-Tafsir yang disusun oleh At-Thufi, ia mengatakan bahwa banyak kekurangan yang ditemukan alam kitab Tafsir Al-Kabir.[13]
Fakhruddin ar-Razi telah mencurahkan perhatian untuk menerangkan korelasi antar ayat dan surat al-Qur'an satu dengan yang lain, serta banyak menguraikan ilmu eksakta, fisika, falak, filsafat, dan kajian-kajian masalah ketuhanan menurut metode dan argumentasi para filosof yang rasional; disamping juga mengemukakan mazhab-mazhab fiqh. Namun sebenarnya sebagian besar uraian tersebut tidak diperlukan dalam ilmu tafsir.[14]



                [1]Fakhruddin ar-Razi, Tafsir al-Fakhr ar-Razi al-Musytahir bi at-Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib  (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990).
                [2]Muhammad ‘Ali Iyaziy, Al-Mufssirun Hayatuhum wa Manhajuhum  (Teheran: Muassasah at-Thaba’ah wa an-Nasyr Wazarah ats-Tsaqafah wa al-Irsyad al-Islamiy, 1373), hlm. 648-649. Menurut al-Qaththan, nama lengkap ar-Razi adalah Muhammad bin ‘Umar bin al-Hasan at-Tamimiy al-Bakriy ath-Thibristaniy ar-Raziy. Lihat Manna’ al-Qattan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, (Kairo: Maktabah Wahbah, t.th.),  hlm. 374.
                [3]Tafsir ini ditulis pada tahun 603 H. dan telah diterbitkan beberapa kali, di antaranya: Kairo: Bulaq, 1278H– 1289H, 6 Jilid; Kairo: 1309H, 8 Jilid; Qisthanthiniyah: 1308H; Teheran: Muhammad Husein Ilmiy, 1335; Kairo: Matba’ah al-Bahiyyah, 1352H – 1357 H, 16 Jilid 32 Juz; Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabiy; Iran: Qum, 1405H; Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah. Lihat: Iyaziy, Al-Mufssirun… hlm. 648-649.
                [4]Iyaziy, Al-Mufssirun… hlm. 648-649.
                [5]Al-Qaththan, Mabahits…, hlm. 375. Lihat Rudi Priyanto, “Corak Penafsiran Ilmi Fakhr ar-Razi dan Tantawi Jauhari (Studi Komparasi Tafsir Mafatihul Gaib dan Tafsir al-Jawahir fi Tafsir al-Quran)”, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Yogyakarta, hlm. 54-67.
                [6]Fakhruddin ar-Razi, Tafsir al-Fakhri ar-Razi: al-Musytahiru bi al-Tafsiri al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib, Juz 1, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990), hlm. 4.
                [7]Muhammad Husain al-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun (Mesir: Dar el-Hadith, 2005), hlm. 249.
                [8] M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur'an/Tafsir (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hlm. 253.
                [9]Adz-Dzahabi, at-Tafsir…, hlm. 293. Lihat al-Qaththan, Mabahits…, hlm. 357
                [10]Rudi Priyanto, “Corak Penafsiran…” hlm. 54-67.
                [11] Manna’ al-Qattan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, (Kairo: Maktabah Wahbah, t.th.),  hlm. 357.
                [12]Muhammad Husain al-Dzahabi, al-Tafsiir wa al-Mufassiruun, hlm. 249-51.
                [13]Adz-Dzahabi, at-Tafsir wa al-Mufassirun, hlm 252.
                [14]Al-Qaththan, Mabahits…, hlm. 357

No comments:

Post a Comment