MAFATIH AL-GHAIB
KARYA AR-RAZI
A. Pengenalan
Kitab
1.
Nama Kitab:
Tafsir al-Fahr ar-Razi. Lebih
dikenal dengan nama Tafsir al-Kabir dan Mafatih al-Ghaib.[1]
2.
Nama Penulis:
Nama lengkap Muhammad bin ‘Umar bin al-Husain bin ‘Ali
al-Qurasyi at-Tamimiy al-Bakriy at-Tibristani ar-Razi. Lebih dikenal
dengan nama ar-Razi (543H/1149M – 606 H/1210M.)[2]
4.
Kota Penerbit: Beirut
5.
Tahun Terbit: Tahun 1990M.
6.
Jumlah Juz/Jilid: 16 Jilid
No
|
Juz
|
Surat
|
Hlm
|
1
|
I
|
Pendahuluan, al-Fatihah
|
265
|
2
|
II
|
Al-Baqarah: 34
|
239
|
3
|
III
|
Al-Baqarah: 168, 169
|
224
|
4
|
IV
|
Al-Baqarah: 225
|
224
|
5
|
V
|
Ali Imran: 30-132
|
249
|
6
|
VI
|
An-Nisa’
|
255
|
7
|
VII
|
Al-Maidah
|
239
|
8
|
VIII
|
Al-Anfal
|
239
|
9
|
IX
|
Yunus: 1
|
243
|
10
|
X
|
Ar-Ra’d: 3
|
243
|
11
|
XI
|
Al-Isra: 61-63
|
240
|
12
|
XII
|
Al-Hajj: 1-2
|
272
|
13
|
XIII
|
Al-Qashash: 56-57
|
296
|
14
|
XIV
|
Az-Zumar: 53-59
|
318
|
15
|
XV
|
An-Najm
|
291
|
16
|
XVI
|
An-Naba’ - an-Nas
|
226
|
B. Biografi Penulis
Muhammad bin ‘Umar bin al-Husain bin ‘Ali al-Qurasyi
at-Tamimiy al-Bakriy at-Tibristani ar-Razi. Lebih
dikenal dengan nama ar-Razi (543H/1149M – 606 H/1210M.[4]
dilahirkan pada tanggal 25
Ramadhan 543 H. Ia dilahirkan di lingkungan keluarga yang menawan, Hal itu
disebabkan ayahnya, Diya’ad-Din ‘Umar memperoleh tempat yang terhormat dan
kedudukan yang tinggi di Negeri Herat (Ray), oleh karena kehormatan ayahnya,
Ar-Razi menyebutkan dalam tafsirnya dengan gelar al-Imam, sebagaimana
terlihat dalam tafsirnya ketika ar-Razi menafsirkan surat Hud yang dicontohkannya
dan gurunya yaitu, al-Imam ayahnya semoga Allah memberikan
kasih sayangnya menjadi lantaran tempat yang baik.
Mengenai tahunnya ada juga yang menyebutkan bahwa beliau
lahir tahun 544 H, namun Ibn Khilikan berpendapat yang paling kuat adalah pendapat
yang mengatakan bahwa ar-Razi dilahirkan tahun 544 H, tepatnya 25 Ramadhan.
Ar-Razi dilahirkan di Jabal Ray, kota Ray merupakan bagian distrik Tibristan.
Suasana lingkungan keluarganya diwarnai oleh aliran mazhab Fiqh Syafi’i dan
teolog kalam Asy‘ari. Adapun gelar yang disandang ar-Razi adalahFakhr
ad-Din dan ia juga dikenal sebagai Ibn Khatib ar-Ray. Sebagai
seorang mufassir, mutakalim, ahli usul fiqh dan pengamat perkembangan pemikiran
sosial dan kehidupan masyarakat, ia banyak dikagumi oleh banyak ulama, bahkan
para ahli ilmu pengetahuan terpesona dengan kecedasannya yang menjadikan ahli
dalam berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan, baik ilmu agama maupun ilmu
umum seperti kedokteran, astronomi, filsafat dan ilmu-ilmu eksak.
Aktivitas intelektualnya dimulai dari pendidikan ayahnya.
Beliau banyak belajar dari sang ayah yang merupakan ulama terpandang di Ray,
Diya’ad-Din seorang ulama yang banyak menguasai bidang keilmuan hadits, fiqh,
dan ushul fiqh. Kontak hubungan antara ar-Razi dengan Diya’ad-Din dalam
transfer keilmuan tersebut terus berlangsung sampai akhir hayatnya. Walaupun
ayahnya telah meninggal namun beliau tetap semangat menimba ilmu hal itu
dibuktikan dengan pengembaraannya ke berbagai ulama besar seperti Muhammad
al-Baghawi, yang bergelar penghidup sunnah. Dan juga kepada Kammal as-Sim’ani,
kemudian kembali ke Ray dan disana beliau bertemu dengan Majid ad-Din al-Jilli.
Ar-Razi bisa dikatatakan sosok yang banyak menguasai ilmu pengetahuan,
penguasaan dalam berbagai disiplin keilmuwan seperti ilmu eksak, filsafat,
astronomi dan kedokteran. Dalam bidang fiqh dan ushul fiqh ar-Razi banyak
mengadopsi dari ayahnya, Diya’ad-Din seorang ulama besar pada saat itu, yang
bermazhab Syafi’i. Oleh karena itu beliau banyak menguatkan pendapat Syafi’i dalam
tafsirnya. Dalam ilmu kalam ia banyak mengambil dari gurunya yaitu Majid
al-Jilli. Selain di bidang ilmu kalam beliau juga ahli di bidang filsafat,
kepakarannya itu banyak dipengaruhi oleh karya Muhammad Ibn Zakaria, Al-Farabi,
Ibn Sina dan Imam al-Ghazali. Namun yang paling menonjol adalah pengaruh dari
Ibn Sina. Hal tersebut teraktualisasikan dalam kitab Syarh Qism Syarh
al-Ilahiyat min al-Syarah Li Ibn Sina Lubab al-Isyarah.
Sedangkan dalam bidang hadits nabi, ar-Razi tidak begitu
melakukan perhatian yang banyak. Beliau sangat minim sekali mencantumkan hadis.
Bila mencantumkan hadis beliau sangat sedikit sekali membahas secara ilmiah
baik sanad maupun matan hadis. Beliau sangat menghargai hadis-hadis yang
disebut para Mufassir mengenai keutamaan surat yang dianggap oleh sebagian
ulama kebanyakan hadis-hadis palsu.
Pengembaraan intelektual ar-Razi
berakhir di tangan kaum Karamiyyah. Sikap kebencian itu ditunjukan kepada
ar-Razi, hal itu disebabkan al-Imam banyak melemahkan argumen-argumen kaum
Karamiyyah, sehingga sikap kebencian tersebut sampai pada rencana pembunuhan
terhadap ar-Razi. Pada tahun 606 H/ 1209 M, akhirnya ar-Razi wafat akibat racun
yang diminumnya.
Di antara karya-karya beliau:
1. Kitab
tafsir al-Quran al-Kabir atau Tafsir Mafatih al-Ghaib
2. Asrar
at-Tanzil w Anwar at-Ta’wil.
3. Kitab Ihkam
Ahkam
4. Kitab
al-Mahshal fi Ushul al-Fiqh
5. Al-Burhan fi
Qira’ah al-Qur’an
6. Durrah
at-Tanzil wa Ghurrah at-Ta’wil fi al-Ayat al-Mutasyabihat.
7. Kitab
Syarh al-Isyarat wa at-Tanbihat li Ibn Sina
8. Ibthal
al-Qiyas
9. Syarh
al-Qanun li Ibn Sina
10. Al-Bayan wa
al-Burhan fi Radd ‘ala Ahl az-Ziyagh wa at-Thughyan
11. Ta’jiz
al-Falasifah,
12. Risalah
al-Jauhar
13. Risalah
al-Huduts
14. Al-Milal wa
an-Nihal
15. Muhassal
Afkar al-Mutaqaddimin wa al-Mutaakhirin min al-Hukama wa al-Mutakallimin fi Ilm
al-Kalam.
16. Kitab Syarh
al-Kitab al-Mufassal li az-Zamakhsyari[5]
C.
Tafsir Mafatih al-Ghaib
1. Latar
Belakang Penulisan
Fakhruddin ar-Razi hidup pada tahun keenam Hijriyyah.
Masa ini adalah masa kesempitan dalam kehidupan umat muslim, baik
dalam hal politik, sosial, keilmuan dan akidah. Dan kelemahan ini telah sampai
pada puncaknya pada masa Daulah Abbasyiah. Ada kabar tentang perang salib di
Syam. Pada masa itu juga terjadi perselisihan mazhab dan akidah, dan di Ray
sendiri ada tiga golongan, yaitu Syafi’iyyah, Ahnafi, dan Syi’ah. Dan muncul
pula banyak golongan kalam dan perdebatan-perdebatannya, diantaranya yaitu
golongan Syi’ah, Mu’tazilah, Murjiah, Bathiniyah dan Kurrasiyah.[6]
Kemudian, Fakhruddin ar-Razi yang ahli dalam berbagai
bidang keilmuan, menulis kitab tafsir ini dengan berjumlah 8 jilid besar.[7] Ar-Razi
yang bermazhab Syafi’i dalam penulisan kitab tafsirnya beliau selalu membantah
Mu’tazilah ketika ada kesempatan atau celah. Tafsir ini ditulis oleh Fakhruddin
ar-Razi sebagai tanggapan terhadap tafsir ideologi karangan Zamakhsyari (Kitab
Tafsir al-Kasysyaf). Dimana Fakhruddin ar-Razi yang beraliran
Asy’ariyah berusaha mempertahankan alirannya (mazhab Syafi’i) dan mencari-cari
jalan untuk membenarkannya.[8]
Ar-Razi
tidak menfasirkan al-Qur’an sampai selesai. Menurut adz-Dzahabi, beliau
menafsirkan al-Qur’an sampai surat al-Anbiya’, kemudian dilanjutkan oleh Syihab
ad-Din al-Khubiy. Namun al-Khubiy juga belum selesai, lalu dilanjutkan oleh
Najm ad-Din al-Qamuliy sampai akhir.[9]
2.
Sistematika Tafsir
Adapun sistematika penulisan Tafsir ar-Razi, yaitu
menyebut nama surat. Kemudian tempat turunnya, bilangan ayatnya,
perkataan-perkataan yang terdapat didalamnya, kemudian menyebut satu atau
beberapa ayat, lalu mengulas munasabah antara satu ayat dengan ayat sesudahnya,
sehingga pembaca dapat terfokus pada satu topik tertentu pada sekumpulan ayat, tidak
hanya munasabah antara ayat saja, ia juga menyebut munasabah antara surat.
Setelah itu ar-Razi mulai menjelaskan masalah dan jumlah
masalah tersebut, misalnya ia mengatakan bahwa dalam sebuah ayat al-Qur’an
terdapat beberapa yang jumlahnya mencapai sepuluh atau lebih. Lalu menjelaskan
masalah tersebut dari sisi nahwunya, ushul, sabab al-nuzul,
dan perbedaan qira’at dan lain sebagainya. Sebelum menjelaskan suatu
ayat, beliau terlebih dahulu mengungkapkan penafsiran yang bersumber dari Nabi,
Sahabat, tabi’in ataupun memaparkan masalah antara nasikh dan mansukh,
bahkan jarh wat’ta’dil barulah kemudian menafsirkan ayat disertai argumentasi
ilmiyahnya dibidang ilmu pengtahuan, filsafat, ilmu alam maupun yang lainnya.
a.
Metode Tafsir
Tafsir ar-Razi termasuk dalam metode Tahlili.
Adapun metode Imam ar-Razi dalam tafsirnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Menerangkan hubungan-hubungan antara satu ayat dengan
ayat lainnya dan hubungan satu surat dengan satu surat yang mengikutinya.
Adakalanya beliau tidak mengemukakan satu hubungan saja, melainkan lebih dari
satu hubungan.
2. Berbicara panjang lebar dalam menyajikan argumentasi.
Sebagian pembicaraan itu menjadikan kitabnya tak berbeda dengan kitab filsafat,
matematika dan ilmu eksakta, sampai-sampai Ibn ‘Atiyah berkata dalam kitab Imam
ar-Razi, “segalanya ada kecuali tafsir itu sendiri.” Namun sesungguhnya,
sekalipun Imam ar-Razi banyak berbicara tentang masalah-masalah ilmu kalam dan
tinjauan-tinjauan alam semesta, beliau berbicara tentang tafsir al-Quran.
3. Menentang keras mazhab Mu’tazilah dan membantahnya
dengan segala kemampuannya. Sebab itu beliau tidak pernah melewatkan setiap
kesempatan untuk menghadapkan bantahan terhadap mazhab Mu’tazilah itu. beliau
bentangkan pendapat-pendapat mereka, kemudian beliau serang
pendapat-pendapat tersebut dan beliau bongkar kelemahan-kelemahannya, walaupun
adakalanya bantahan-bantahan beliau tidak cukup memadai dan memuaskan. Beliau
menyoroti mazhab-mazhab fiqh dalam menafsirkan ayat-ayat hukum, dengan segala
kemampuan beliau, dengan tujuan menguatkan mazhab-mazhab Syafi’i karena beliau memang
bermazhab Syafi’i.
4. Terkadang suka melantur dalam membahas masalah-masalah
ushul fiqh dan masalah-masalah yang berhubungan dengan ilmu nahwu dan balaghah.
Hanya saja beliau tidak berlebih-lebihan dalam hal-hal tersbut seperti yang
beliau lakukan dalam masalah-masalah eksakta dan ilmu-ilmu kealaman.[10]
b.
Corak Tafsir
Tafsir Mafātīh al-Ghaib atau yang
dikenal sebagai Tafsir al-Kabir dikategorikan sebagai tafsir bi
al-ra’y,[11]
yaitu tafsir yang dalam menjelaskan maknanya mufassir hanya berpegang pada
pemahaman sendiri dan penyimpulan yang didasarkan oleh ra’y semata; dengan
pendekatan Mazhab Syafi’iyyah dan Asy’ariyah.
Tafsir ini merujuk pada kitab Az-Zujaj fi Ma’anil Quran,
Al-Farra’ wal Barrad dan Gharibul Quran, karya Ibnu Qutaibah dalam masalah
gramatika. Riwayat-riwayat tafsir bil ma’tsur yang jadi rujukan adalah riwayat
dari Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Sudai, Said bin Jubair, riwayat dalam tafsir
At-Thabari dan tafsir Ats-Tsa’labi, juga berbagai riwayat dari Nabi saw,
keluarga, para sahabatnya serta tabi’in. Sedangkan tafsir bir ra’yi yang jadi
rujukan adalah tafsir Abu Ali Al-Juba’i, Abu Muslim Al-Asfahani, Qadhi Abdul
Jabbar, Abu Bakar Al-Ashmam, Ali bin Isa Ar-Rumaini, Az-Zamakhsyari dan tafsir
Abul Futuh Ar-Razi.
Menurut Ibn Hajar al-Asqalani, pengarang, Fakhruddin
ar-Razi tidak menyempurnakan kitab tafsirnya ini. Sebagaimana yang juga
dikatakan oleh Ibn Khalkan di dalam kitab Wafiyatul A’yan. Dalam
kitab Kasyf ad-Dhunun dijelaskan bahwa Fakhruddin ar-Razi
hanya menulis kitabnya sampai pada surat al-Anbiya’, kemudian diteruskan oleh
Syihabuddin al-Khauyi. Akan tetapi beliaupun belum menyelesaikannya dengan
sempurna. Akhirnya dilanjutkan oleh Najmuddin al-Qamuli sampai sempurna.[12]
3. Penilaian Ulama
Banyak ulama yang memberikan komentar atau penilaian
terhadap tafsir karya Fakhruddin ar-Razi ini. Diantaranya adalah sebagai
berikut:
Pengarang kitab Kasyfudh Dhunun mengatakan :
Sesungguhnya Imam Fakhruddin ar-Razi memenuhi tafsirnya dengan
perkataan-perkataan hukama’ dan filosof, dan mengecualikan sesuatu dari
sesuatu, sehingga peniliti merasa takjub.
Dinukil dari Abi Hayyan, beliau berkata dalam
kitabnya, Bahru al-Muhith: Imam Fakhruddin ar-Razi mengumpulkan
segala sesuatu yang banyak dan panjang dalam tafsirnya dimana hal tersebut
tidak dibutuhkan dalam kajian ilmu tafsir.
Sebagian ulama juga berpendapat: Semuanya ada di dalam
kitab itu kecuali tafsir itu sendiri (fiihi kullu syai-in illa at-tafsir).
Ibnu Ḥajr
al-‘Asqalani di dalam kitab Lisan Al-Mizan mengemukakan bahwa
saya membaca dalam Iksir fi al Ilmi at-Tafsir yang disusun
oleh At-Thufi, ia mengatakan bahwa banyak kekurangan yang ditemukan
alam kitab Tafsir Al-Kabir.[13]
Fakhruddin ar-Razi telah mencurahkan perhatian untuk
menerangkan korelasi antar ayat dan surat al-Qur'an satu dengan yang lain,
serta banyak menguraikan ilmu eksakta, fisika, falak, filsafat, dan
kajian-kajian masalah ketuhanan menurut metode dan argumentasi para filosof
yang rasional; disamping juga mengemukakan mazhab-mazhab fiqh. Namun sebenarnya
sebagian besar uraian tersebut tidak diperlukan dalam ilmu tafsir.[14]
[2]Muhammad
‘Ali Iyaziy, Al-Mufssirun Hayatuhum wa Manhajuhum (Teheran: Muassasah at-Thaba’ah wa an-Nasyr
Wazarah ats-Tsaqafah wa al-Irsyad al-Islamiy, 1373), hlm. 648-649. Menurut
al-Qaththan, nama lengkap ar-Razi adalah Muhammad bin ‘Umar bin al-Hasan
at-Tamimiy al-Bakriy ath-Thibristaniy ar-Raziy. Lihat Manna’ al-Qattan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, (Kairo:
Maktabah Wahbah, t.th.), hlm. 374.
[3]Tafsir
ini ditulis pada tahun 603 H. dan telah diterbitkan beberapa kali, di
antaranya: Kairo: Bulaq, 1278H– 1289H, 6 Jilid; Kairo: 1309H, 8 Jilid;
Qisthanthiniyah: 1308H; Teheran: Muhammad Husein Ilmiy, 1335; Kairo: Matba’ah
al-Bahiyyah, 1352H – 1357 H, 16 Jilid 32 Juz; Beirut: Dar Ihya’ at-Turats
al-‘Arabiy; Iran: Qum, 1405H; Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah. Lihat: Iyaziy, Al-Mufssirun…
hlm. 648-649.
No comments:
Post a Comment