I.
Pendahuluan
Al Qur’an dalam kajian Islam didefinisikan dengan ungkapan firman Allah
yang di turunkan kapada nabi Muhammad melalui malaikat Jibril. Ia ada bukan hanya sebagai pentunjuk kepada
umat Islam melainkan juga kepada umat
non-Islam. Seluruh umat berhak membaca serta mengkajinya.
Dalam ranah umat Islam, al Qur’an
bukan hanya sebagai petunjuk, tetapi juga landasan dalam beragama. Oleh
sebab itu banyak ulama’ yang mengkajinya melalui berbagai pendekatan dan corak.
pengkajian teks al Qur’an ini melahirkan pusaran wacana keislaman yang tak
pernah berhenti dan menjadi pusat inspirasi bagi manusia untuk melakukan
penafsiran dan pengembangan makna atas ayat-ayatnya.
berikut ini kami mencobah memaparkan salah satu corak penafsiran yang
dilakukan oleh satu-satunya mufassirah di dunia Islam.
II.
Rumusan masalah
A. Bagaimana biografi bint asy-Syathi’
B. Bagaimana manhaj bint asy-Syathi’
C. Bagaimana contoh penafsiran bint asy-Syathi’
D. Bagaimana sistematika tafsir bint asy-Syathi’
III.
Pembahasan
A. Bagaimana biografi bint asy-Syathi’
Nama lengkap
bint asy-syathi’ adalah Aisyah Abdurrahman. Ia dilahirkan pada 6 Nopember 1913 di
Dumyat, Mesir. Nama bint asy-Syathi’ sendiri merupakan nama pena yang ia gunakan untuk
menulis. Ia dilahirkan disebelah barat sungai Nil. Jadi, nama itu berarti anak
perempuan pinggir (sungai). Ia dibesarkan di tengah keluarga muslim yang saleh
dan sangat taat dalam melaksanakan ajaran agama. Pendidikan dasar dan
menengahnya ditempuh di kota kelahirannya. Adapun pendidikannya diselesaikan di
Universitas Fuad I Kairo.[1]
Ia adalah
pengajar pada Fakultas Adab dan fakultas
tarbiyah putri di kairo.[2]
Nama bint asy-syathi’ mulai dikenal khalayak ramai karna studinya tentang
sastra arab dan tafsirn al Qur’an.pada tahun 1960-an ia kerap memberi ceramah
keagamaan pada para sarjana di Roma,
Aljazair, Bagdad, New Delhi, Kuwait, Rabat, Kourtum, Fez, dan Yerussalem. Pada
tahun 1970-an ia dinobatkan sebagai Profesor Sastra dan Bahasa Arab di
universitas Ain Syam Mesir. Kadang-kadang ia juga menjadi profesor tamu di
Universitas, seperti Universitas Umm Durman Sudan dan Universitas Qawariyyin
Maroko.[3]
.Seorang penulis yang produktif,
Bint al-Shati memiliki lebih dari empat puluh buku dan seratus artikel.
Meskipun ia menerbitkan beberapa fiksi dan puisi, dia terkenal karena studinya
yang berkenaan dengan tema-tema sosial, sastra, dan Islam. Pertamanya dua buku,
yang muncul pada tahun 1936 dan 1938, berurusan dengan kesulitan yang dihadapi
petani Mesir. Buku-buku lainnya berurusan dengan sastra Arab (1961),
kontemporer Arab perempuan penyair (1963), Abu al-Ala al-Ma’arri (1968 dan
1972), dan pembacaan baru Risalat al-Ghufran (1972).
Diantara Karya-karya yang dipublikasikan meliputi Studi Mengenai Abu
A’la al Ma’ari, al Khansa’,serta Biogrfi Nabi Muhammad saw. Serta dalam bidang
Tafsirnya yaitu at Tafsir al Bayan li al Qur’anil Karim (vol: 1, 1962) yang dicetak
pada tahun1966 dan 1968. Volume 11 tafsirnya diterbitkan pada tahun 1969.
Publikasi ini mendapat sambutan hangat masyarakat luas. Bahkan ia diharapkan
bisa melanjutkan kajian tafsirnya hingga mencakup seluruh ayat al Qur’an, tidak
terbatas pada empat belas surah pendek yang telah diterbitkan tersebut.
Bint al-Shati adalah pembela keras
dari hak-hak perempuan. Beberapa judul artikelnya membuktikan lingkup luas
pengetahuan yakni: “The (woman) Loser”,
“The Lost Woman”, “The (woman)stranger”, “The Rebellious”, “The Dreamer”, “The
Innocent”, “The Sad,” “How Do Our (male) Literary Figures View Women?”, “The
Image of Women in our Literature”, “We Are No More Evil than Men”, dan “Will a
Women ecome a Shaykh in al-Azhar?”,pada tahun 1942 novelnya Master of the
Estate menggambarkan gadis petani yang menjadi korban dari masyarakat
patriarki dan feodal.[4]
Pencapaian
bintu asy syathi’ tidak bisa dilepaskan dari sosok Amin al Kulli, guru
sekaligus suaminya. Bahkan ia mengakui bahwa metode yang digunakan diperoleh
dari al Kulli.[5]
Pada awal bulan Desember tahun 1998
di usianya yang mencapai 85, Bintu Syati’ menghembuskan nafas terakhirnya.
Tulisan terakhir yang sempat diterbitkan oleh koran Ahram berjudul “Ali bin
Abi Thalib Karramllahu Wajhah” tanggal 26 Februari 1998. Seluruh
karyanya menjadi saksi akan kehebatan beliau. Metode tafsir yang beliau
kembangkan dalam bukunya “at Tafsir al Bayani Lil Qur’an al Karim”
banyak menjadi rujukan metode penafsiran kontemporer.[6]
B. Manhaj tafsir
Penafsiran bint
asy-syathi’ menekankan pada aspek kajian al Qur’an sendiri dengan fokus
utamanya adalah kosa kata dan struktur ujaran al Qur’an.[7]
Metode sastra
yang dimaksud adalah pengkajian al-Qur’an dengan dua tahap:
1.
Dirasah Min a
Haula al-Nass (Kajian seputar al-Quran) Kajian tersebut
meliputi kajian khusus dan kajian umum. Kajian khusus adalah kajian ulum
al-Quran. Sedangkan kajian umum adalah kajian konteks/situasi, material dan
immaterial lingkungan Arab.
2.
Dirasah ma fi
al-Nass (kajian tentang al-Quran itu sendiri) Kajian
ini bermaksud untuk mencari makna etimologis, terminologis. Semantic yang
stabil dalam sirkulasi kosakata dan makna semantic dalam satu ayat yang
ditafsirkan.[8]
Ada beberapa
prisip yang digunakan bint asy Syathi’ dalam menafsirkan al Qur’an,
prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:Pertama, prinsip “sebagian al
Qur’an manafsirkan sebagian yang lain” berpegang pada prinsip ini ia telaten
melacak makna suatu ayat dengan ayat yang lain. Kedua, Munasbah, artinya,
metode mengaitkan kata atau ayat dengan kata atau ayat yang ada di dekatnya,
bahkan sangat mungkin dengan kata atau ayat yang berada dari kata atau ayat
yang sedang ditafsirkan. Ketiga,prinsip bahwa suatu ibrah atau ketentuan
suatu masalah berdasar atas bunyi umum suatu ayat, bukan berdasar pada sebab
khusus. Keempat, keyakinan bahwa kata-kata dalam bahasa Arab al Qur’an tidak
mengandung sinonimitas(kesamaan). Satu kata hanya mempunyai satu makna.
Seandainaya ada orang yang mencoba menggantikan kata dari al Qur’an dengan kata
lain, maka al Qur’an bisa kehilangan efektifitas, ketepatan, esensi, dan
keindahannya.[9]
C. Sistematiak penulisan tafsir
Dari analisis
pemakalah Sistematika penulisan tafsir
ini, pada jilid pertama yaitu dari surah ad-duhaa, ash-sharh, az-zalzalah,
al-adiyat, an-naziat, al balad, at-takasur. Lalu pada jilid ke dua yaitu dari
surah al-Alaq, al-Qalam, al-Asarh, al-Lail, al- Fajr, al-Humazah, dan yang
terakhir al-Ma’un.
Lalu
sistematika penafsiran kitab ini, bint Syathi’ menyebutkan sebuah surah secara
utuh, setelah itu dia menjelaskan riwayat-riwayat mengenai apakah surah ini
tergolong makiyyah atau madaniyyah, setelah itu menyebutkan riwayat tentang
asbab an-nuzul ayat itu jika ada, dan yang terakkhir dia menjelaskan ayat-ayat
dalam surah yang ditafsisri secara
rinci.
D.
Contoh penafsiran
لَا أُقْسِمُ
بِهَذَا الْبَلَدِ
Diantara
contoh penafsiran sastra ini adalah yang dilakukan Bintu Syathi’ ketika
menafsirkan kata uqsimu dalam surat al-balad di situ beliau
mencoba membandingkan dan menyimpulkan perbedaan diantara kata Uqsimu dan
Uhlifu yang semuanya punya makna sumpah. Menurut beliau kata Uqsimu (saya
bersumpah) dan Uhlifu dalam penggunaannya orang Arab sering menyamakan. Akan
tetapi penelitian terhadap dua kata ini mengantarkan pada pengertian bahwa
Al-Quran membedakan antara keduanya. Kata ahlafa dalam Al-Quran terdapat
dalam 13 tempat yang semuanya menunjukkan dosa dan kesalahan akibat melanggar
sumpah. Adapun lafadz aqsam umumnya digunakan dalam sumpah-sumpah yang
benar. Dengan penafsiran yang demikian ini terlihat beliau berupaya
mengantarkan pemahaman kepada makna yang mendasar dari sebuah konsep
dalam Al-Quran. Sumpah yang menurut beliau memiliki muatan yang tidak hanya
terpaku pada diskursus ilmu bahasa melainkan sudah beranjak pada bagaimana
kata-kata itu direspon oleh masyarakat Arab.
IV.
Penutup
A. Simpulan
Aisyah
Abdurrahman adalah seorang penulis yang aktif di media massa. Karyanya dalam
bentuk aktikel dan cerpen sangat banyak dan tersebar di media massa saat itu. Bint al-Shati
adalah pembela keras dari hak-hak perempuan. Beberapa judul artikelnya
membuktikan lingkup luas pengetahuannya.
Metode sastra
yang dimaksud adalah pengkajian al-Qur’an dengan dua tahap: pertama, Dirasah Min a Haula al-Nass, dan yang kedua, Dirasah ma fi al-Nass.
Berarti dapat
disimpulkan bahwa metode yang digunakan bintu Syathi’ adalah metode tahlili.
V.
Daftar pustaka
Amin Ghofur, syaiful Mozaik Mufassir al Qur’an dari Klasik hingga
Kontemporer (Yogyakarta: KAUKABA DIPANTARA,2013
Mudzakir, Manna’ Khalil
al Khattan, terjemahan(bogor: Pustaka litera Antarnusa,2006
Abdurrahman Aisyah,
tafsir al bayan lil qur’anil karim vol.1
Abdurrahman Aisyah,
tafsir al bayan lil qur’anil karim vol. 2
https://pustakailmudotcom.wordpress.com/al-quran/mufassir-al-quran/aisyah-bint-al-syati/
diakses pada 18-10-2015
[1] Syaiful Amin Ghofur,Mozaik
Mufassir al Qur’an dari Klasik hingga Kontemporer (Yogyakarta: KAUKABA
DIPANTARA,2013) H. 147
[3] Syaiful Amin
Ghofur,Mozaik Mufassir al Qur’an dari Klasik hingga Kontemporer (Yogyakarta:
KAUKABA DIPANTARA,2013) H. 147-148
[4] https://pustakailmudotcom.wordpress.com/al-quran/mufassir-al-quran/aisyah-bint-al-syati/
[7] Amin al Khulli(penerjemah
Khoirun Nahdiyin), Metode tafsir sastra (yogyakarta:ADAB PRESS, 2004)H. ix
[8] https://pustakailmudotcom.wordpress.com/al-quran/mufassir-al-quran/aisyah-bint-al-syati/
[9] Syaiful Amin
Ghofur,Mozaik Mufassir al Qur’an dari Klasik hingga Kontemporer (Yogyakarta:
KAUKABA DIPANTARA,2013) H. 148-149
No comments:
Post a Comment