Friday, May 20, 2016

Makalah Studi Kitab Tafsir Modern tentang Tafsir Al-Bayani Lil Qur’anil Karim Karya A’isyah Abdurrahman Bint Asy-Syathi’



I.                   Pendahuluan
Al Qur’an dalam kajian Islam didefinisikan dengan ungkapan firman Allah yang di turunkan kapada nabi Muhammad melalui malaikat Jibril.  Ia ada bukan hanya sebagai pentunjuk kepada umat Islam  melainkan juga kepada umat non-Islam. Seluruh umat berhak membaca serta mengkajinya.
Dalam ranah umat Islam, al Qur’an  bukan hanya sebagai petunjuk, tetapi juga landasan dalam beragama. Oleh sebab itu banyak ulama’ yang mengkajinya melalui berbagai pendekatan dan corak. pengkajian teks al Qur’an ini melahirkan pusaran wacana keislaman yang tak pernah berhenti dan menjadi pusat inspirasi bagi manusia untuk melakukan penafsiran dan pengembangan makna atas ayat-ayatnya.
berikut ini kami mencobah memaparkan salah satu corak penafsiran yang dilakukan oleh satu-satunya mufassirah di dunia Islam.


II.                Rumusan masalah
A.     Bagaimana biografi bint asy-Syathi’
B.     Bagaimana manhaj bint asy-Syathi’
C.     Bagaimana contoh penafsiran bint asy-Syathi’
D.    Bagaimana sistematika tafsir bint asy-Syathi’


III.             Pembahasan
A.    Bagaimana biografi bint asy-Syathi’
Nama lengkap bint asy-syathi’ adalah Aisyah Abdurrahman. Ia dilahirkan pada 6 Nopember 1913 di Dumyat, Mesir. Nama bint asy-Syathi’ sendiri merupakan nama pena yang ia gunakan untuk menulis. Ia dilahirkan disebelah barat sungai Nil. Jadi, nama itu berarti anak perempuan pinggir (sungai). Ia dibesarkan di tengah keluarga muslim yang saleh dan sangat taat dalam melaksanakan ajaran agama. Pendidikan dasar dan menengahnya ditempuh di kota kelahirannya. Adapun pendidikannya diselesaikan di Universitas Fuad I Kairo.[1]

Ia adalah pengajar pada Fakultas Adab  dan fakultas tarbiyah putri di kairo.[2] Nama bint asy-syathi’ mulai dikenal khalayak ramai karna studinya tentang sastra arab dan tafsirn al Qur’an.pada tahun 1960-an ia kerap memberi ceramah keagamaan  pada para sarjana di Roma, Aljazair, Bagdad, New Delhi, Kuwait, Rabat, Kourtum, Fez, dan Yerussalem. Pada tahun 1970-an ia dinobatkan sebagai Profesor Sastra dan Bahasa Arab di universitas Ain Syam Mesir. Kadang-kadang ia juga menjadi profesor tamu di Universitas, seperti Universitas Umm Durman Sudan dan Universitas Qawariyyin Maroko.[3]
            .Seorang penulis yang produktif, Bint al-Shati memiliki lebih dari empat puluh buku dan seratus artikel. Meskipun ia menerbitkan beberapa fiksi dan puisi, dia terkenal karena studinya yang berkenaan dengan tema-tema sosial, sastra, dan Islam. Pertamanya dua buku, yang muncul pada tahun 1936 dan 1938, berurusan dengan kesulitan yang dihadapi petani Mesir. Buku-buku lainnya berurusan dengan sastra Arab (1961), kontemporer Arab perempuan penyair (1963), Abu al-Ala al-Ma’arri (1968 dan 1972), dan pembacaan baru Risalat al-Ghufran (1972).
            Diantara Karya-karya yang  dipublikasikan meliputi Studi Mengenai Abu A’la al Ma’ari, al Khansa’,serta Biogrfi Nabi Muhammad saw. Serta dalam bidang Tafsirnya yaitu at Tafsir al Bayan li al Qur’anil Karim (vol: 1, 1962) yang dicetak pada tahun1966 dan 1968. Volume 11 tafsirnya diterbitkan pada tahun 1969. Publikasi ini mendapat sambutan hangat masyarakat luas. Bahkan ia diharapkan bisa melanjutkan kajian tafsirnya hingga mencakup seluruh ayat al Qur’an, tidak terbatas pada empat belas surah pendek yang telah diterbitkan tersebut.
            Bint al-Shati adalah pembela keras dari hak-hak perempuan. Beberapa judul artikelnya membuktikan lingkup luas pengetahuan  yakni: “The (woman) Loser”, “The Lost Woman”, “The (woman)stranger”, “The Rebellious”, “The Dreamer”, “The Innocent”, “The Sad,” “How Do Our (male) Literary Figures View Women?”, “The Image of Women in our Literature”, “We Are No More Evil than Men”, dan “Will a Women ecome a Shaykh in al-Azhar?”,pada tahun 1942 novelnya Master of the Estate menggambarkan gadis petani yang menjadi korban dari masyarakat patriarki dan feodal.[4]
Pencapaian bintu asy syathi’ tidak bisa dilepaskan dari sosok Amin al Kulli, guru sekaligus suaminya. Bahkan ia mengakui bahwa metode yang digunakan diperoleh dari al Kulli.[5]
            Pada awal bulan Desember tahun 1998 di usianya yang mencapai 85, Bintu Syati’ menghembuskan nafas terakhirnya. Tulisan terakhir yang sempat diterbitkan oleh koran Ahram berjudul “Ali bin Abi Thalib Karramllahu Wajhah” tanggal 26 Februari 1998. Seluruh karyanya menjadi saksi akan kehebatan beliau. Metode tafsir yang beliau kembangkan dalam bukunya “at Tafsir al Bayani Lil Qur’an al Karim” banyak menjadi rujukan metode penafsiran kontemporer.[6]

B.     Manhaj tafsir
Penafsiran bint asy-syathi’ menekankan pada aspek kajian al Qur’an sendiri dengan fokus utamanya adalah kosa kata dan struktur ujaran al Qur’an.[7]
Metode sastra yang dimaksud adalah pengkajian al-Qur’an dengan dua tahap:
1.      Dirasah Min a Haula al-Nass (Kajian seputar al-Quran) Kajian tersebut meliputi kajian khusus dan kajian umum. Kajian khusus adalah kajian ulum al-Quran. Sedangkan kajian umum adalah kajian konteks/situasi, material dan immaterial lingkungan Arab.
2.      Dirasah ma fi al-Nass (kajian tentang al-Quran itu sendiri) Kajian ini bermaksud untuk mencari makna etimologis, terminologis. Semantic yang stabil dalam sirkulasi kosakata dan makna semantic dalam satu ayat yang ditafsirkan.[8]

Ada beberapa prisip yang digunakan bint asy Syathi’ dalam menafsirkan al Qur’an, prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:Pertama, prinsip “sebagian al Qur’an manafsirkan sebagian yang lain” berpegang pada prinsip ini ia telaten melacak makna suatu ayat dengan ayat yang lain. Kedua, Munasbah, artinya, metode mengaitkan kata atau ayat dengan kata atau ayat yang ada di dekatnya, bahkan sangat mungkin dengan kata atau ayat yang berada dari kata atau ayat yang sedang ditafsirkan. Ketiga,prinsip bahwa suatu ibrah atau ketentuan suatu masalah berdasar atas bunyi umum suatu ayat, bukan berdasar pada sebab khusus. Keempat, keyakinan bahwa kata-kata dalam bahasa Arab al Qur’an tidak mengandung sinonimitas(kesamaan). Satu kata hanya mempunyai satu makna. Seandainaya ada orang yang mencoba menggantikan kata dari al Qur’an dengan kata lain, maka al Qur’an bisa kehilangan efektifitas, ketepatan, esensi, dan keindahannya.[9]
C.     Sistematiak penulisan tafsir
Dari analisis pemakalah Sistematika  penulisan tafsir ini, pada jilid pertama yaitu dari surah ad-duhaa, ash-sharh, az-zalzalah, al-adiyat, an-naziat, al balad, at-takasur. Lalu pada jilid ke dua yaitu dari surah al-Alaq, al-Qalam, al-Asarh, al-Lail, al- Fajr, al-Humazah, dan yang terakhir  al-Ma’un.
Lalu sistematika penafsiran kitab ini, bint Syathi’ menyebutkan sebuah surah secara utuh, setelah itu dia menjelaskan riwayat-riwayat mengenai apakah surah ini tergolong makiyyah atau madaniyyah, setelah itu menyebutkan riwayat tentang asbab an-nuzul ayat itu jika ada, dan yang terakkhir dia menjelaskan ayat-ayat dalam surah yang ditafsisri  secara rinci.


D.     Contoh penafsiran
لَا أُقْسِمُ بِهَذَا الْبَلَدِ
Diantara contoh penafsiran sastra ini adalah yang dilakukan Bintu Syathi’ ketika menafsirkan kata uqsimu dalam surat al-balad di situ beliau mencoba membandingkan dan menyimpulkan perbedaan diantara kata Uqsimu dan Uhlifu yang semuanya punya makna sumpah. Menurut beliau kata Uqsimu (saya bersumpah) dan Uhlifu dalam penggunaannya orang Arab sering menyamakan. Akan tetapi penelitian terhadap dua kata ini mengantarkan pada pengertian bahwa Al-Quran membedakan antara keduanya. Kata ahlafa dalam Al-Quran terdapat dalam 13 tempat yang semuanya menunjukkan dosa dan kesalahan akibat melanggar sumpah. Adapun lafadz aqsam umumnya digunakan dalam sumpah-sumpah yang benar. Dengan penafsiran yang demikian ini terlihat beliau berupaya mengantarkan pemahaman kepada makna yang mendasar  dari sebuah konsep dalam Al-Quran. Sumpah yang menurut beliau memiliki muatan yang tidak hanya terpaku pada diskursus ilmu bahasa melainkan sudah beranjak pada bagaimana kata-kata itu direspon oleh masyarakat Arab.

















IV.             Penutup
A.    Simpulan
Aisyah Abdurrahman adalah seorang penulis yang aktif di media massa. Karyanya dalam bentuk aktikel dan cerpen sangat banyak dan tersebar di media massa saat itu. Bint al-Shati adalah pembela keras dari hak-hak perempuan. Beberapa judul artikelnya membuktikan lingkup luas pengetahuannya.
Metode sastra yang dimaksud adalah pengkajian al-Qur’an dengan dua tahap: pertama, Dirasah Min a Haula al-Nass, dan yang kedua,  Dirasah ma fi al-Nass.
Berarti dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan bintu Syathi’ adalah metode tahlili.
V.                Daftar pustaka

Amin Ghofur, syaiful  Mozaik Mufassir al Qur’an dari Klasik hingga Kontemporer        (Yogyakarta: KAUKABA DIPANTARA,2013
Mudzakir, Manna’ Khalil al Khattan, terjemahan(bogor: Pustaka litera Antarnusa,2006
Abdurrahman Aisyah, tafsir al bayan lil qur’anil karim vol.1
Abdurrahman Aisyah, tafsir al bayan lil qur’anil karim vol. 2



[1] Syaiful Amin Ghofur,Mozaik Mufassir al Qur’an dari Klasik hingga Kontemporer (Yogyakarta: KAUKABA DIPANTARA,2013) H. 147
[2]  Mudzakir, Manna’ Khalil al Khattan, terjemahan(bogor: Pustaka litera Antarnusa,2006) H.515
[3] Syaiful Amin Ghofur,Mozaik Mufassir al Qur’an dari Klasik hingga Kontemporer (Yogyakarta: KAUKABA DIPANTARA,2013) H. 147-148
[4] https://pustakailmudotcom.wordpress.com/al-quran/mufassir-al-quran/aisyah-bint-al-syati/
[5] Ibid H.148
[6] [6] https://pustakailmudotcom.wordpress.com/al-quran/mufassir-al-quran/aisyah-bint-al-syati/
[7] Amin al Khulli(penerjemah Khoirun Nahdiyin), Metode tafsir sastra (yogyakarta:ADAB PRESS, 2004)H. ix
[8] https://pustakailmudotcom.wordpress.com/al-quran/mufassir-al-quran/aisyah-bint-al-syati/
[9] Syaiful Amin Ghofur,Mozaik Mufassir al Qur’an dari Klasik hingga Kontemporer (Yogyakarta: KAUKABA DIPANTARA,2013) H. 148-149

No comments:

Post a Comment