Secara garis besarnya dapat disimpulkan bahwa bila iman
diartikan sebagai percaya. Sementara itu, akal merupakan salah satu karunia
Tuhan yang terbesar bagi manusia. Dengan akal, manusia memiliki nilai lebih
dari segala makhluk lainnya. Lebih dari itu, akal merupakan salah satu alat
atau sarana yang sangat penting bagi manusia, karena di samping sebagai alat
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, juga merupakan salah satu persyaratan
mutlak adanya pembebanan (taklif) pada manusia.[1]
Adapun pengetahuan yang menjadi obyek pembicaran
di kalangan teolog dalam kaitannya dengan iman dan kufur serta akal dan wahyu.[2]
Dalam hal ini akan dikhususkan dengan iman perprektif aliran Mu’tazilah. Yang dirumuskan
menjadi apa pengertian iman dan bagaimana pandangan iman menurut Mu’tazilah ?
Pengertian Iman
Dalam Al-Qur’an iman itu selalu berkaitan dengan amal
perbuatan baik berupa pelaksanaan rukun-rukun Islam, akan menyebabkan manusia
hidup berbahagia di dunia dan di akhiratnya. Iman dari segi bahasa, kata iman
berarti : pembenaran ( التَّصـْدِ يـْقُ ) inilah makna
yang dimaksud dengan kata ( مُؤْ مِنٌ ) dalam surat
Yusuf 12, 17 yanga artinya “Dan kamu sekali-kali tidak akan membenarkan kami
(مُؤْ مِنٍ لَّـنَا ) walaupun kami
orang-orang yang benar”. Dari ayat di atas, makna mukmin yakni orang yang
membenarkan. Adapun makna iman dari segi istilah ialah pembenaran atau
pengakuan hati dengan penuh yakin tanpa ragu-ragu akan segala apa yang di bawa
oleh Nabi Muhammad saw. yang diketahui dengan jelas sebagai ajaran agama yang
berasal dari wahyu Allah.[3]
Iman adalah meyakini dalam hati, menetapkan dengan lidah dan melaksanakan
dengan anggota (HR. Al-Baihaqi).
Iman Menurut Mu’tazilah
Telah diketahui bahwa konsep iman Mu’tazilah secara tidak langsung merupakan hasil terhadap
pendapat aliran-aliran teologi sebelumnya. Konsep Mu’tazilah ini diilhami oleh
perdebatan sengit diantara umat islam mengenai pelaku dosa besar. Oleh karena
itu konsep dosa besar perlu dibahas. Namun sebelum dibahas mengenai dosa besar
menurut kaum Mu’tazilah,
disini akan dijelaskan tentang dosa besar secara umum.
Untuk pembahasan mengenai pelaku dosa besar menurut kaum Mu’tazilah masih berhubungan dengan doktrin
mereka tentang al-manzilah
bayna manzilatain. Kaum
Mu’tazilah berpendapat bahwa orang mukmin yang mengerjakan dosa besar dan mati
sebelum tobat, tidak lagi mukmin dan tidak pula kufur, tetapi dihukumi sebagai
orang fasik. Di akhirat ia dimasukkan ke neraka untuk selama-lamanya, tetapi
agak dingin tidak seperti nerakanya orang kafir. Dan tidak pula berhak masuk
surga. Jelasnya menurut kaum Mu’tazilah, orang mukmin yang berbuat dosa besar
mati sebelum tobat, maka menempati tempat di antara dua tempat, yakni antara
neraka dan surga.[4]
Di akhirat ia dimasukkan ke neraka untuk selama-lamanya,
tetapi agak dingin tidak seperti nerakanya orang kafir. Dan tidak pula berhak
masuk surga. Jelasnya menurut kaum Mu’tazilah, orang mukmin yang berbuat dosa
besar mati sebelum tobat, maka menempati tempat di antara dua tempat, yakni
antara neraka dan surga.[5]
Kesimpulan
Iman secara bahasa berarti pembenaran. Sedangkan menurut
istilah berarti membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan, dan
membuktikan dengan perbuatan. Menurut Mu’tazilah orang Mu’min yang melakukan
dosa besar dan mati sebelum ia bertaubat, ia tidak lagi disebut mu’min ataupun
kafir, melainkan disebut fasik. Kelak diakhirat ia akan ditempatkan diantara
dua tempat, yakni surga dan neraka (al-manzilah bayna manzilatain).
Daftar
Pustaka
M.
Rasyidi dan Harifuddin Cawidu. Islam
Untuk Disiplin Ilmu. Cet. I. Jakarta
: Bulan Bintang. 1988
Nasution, Harun. Teologi
Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan. Cet. V. Jakarta : UI-Press. 1986
__________, Teologi Islam. Jakarta : UI-Press. 1986
Moh.
Rifa’I dan Rs. Abdul Aziz. Pelajaran
Ilmu Kalam. Semarang : CV.
Wicaksana. 1994
Barmawi, Bakir Yusuf. Konsep Iman dan Kufur dalam Teologi
Islam. Surabaya : PT. Bina Ilmu. 1987
[1] H.M. Rasyidi dan Harifuddin Cawidu, Islam Untuk Disiplin Ilmu (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1988), h. 16
[2] Harun Nasution, Teologi
Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan (Cet. V; Jakarta: UI-Press, 1986),
h. 79-80
[3] Harun Nasution, Teologi
Islam (Jakarta: UI Press,
1986), h. 42-46
[4] Moh. Rifa’I dan Rs. Abdul Aziz, Pelajaran Ilmu Kalam, CV. Wicaksana, Semarang, 1994. h.
79
[5] Bakir Yusuf Barmawi, Konsep Iman dan Kufur dalam Teologi
Islam, PT. Bina Ilmu. 1987.
h. 16-19
No comments:
Post a Comment