Wednesday, November 30, 2016

Makalah Study Kitab Syarah Hadits tentang Metode Ijmali Dalam Syarah Hadits Nabi

PENDAHULUAN
Begitu banyak para Ulama’ Muhaddisin yang melakukan pensyarahan terhadap hadis. Akan tetapi, jika dicermati, jarang sekali ulama’ yang membahas tentang metodologi pensyarahan hadis. Padahal, guna bisa lebih memahami penjelasan ulama’ tentang suatu hadis dalam kitab syarahnya, sangat penting untuk mengetahui metode yang digunakan ulama’ tersebut. Sebenarnya, jika diamati lebih dalam, metode pensyarahan hadis-hadis Nabi hampir sama dengan metode penafsiran al-Qur’an, bahkan menurut Nizar Ali, metode-metode pensyarahan hadis memang diadopsi dari metode penafsiran al-Qur’an sebab kesamaan karakter keduanya. Metode yang dimaksud adalah tahlili, ijmali dan muqarin. Tulisan ini akan dengan singkat menjelaskan tentang metode ijmali.[1]

a)      Definisi Metode Ijmali
Metode ijmali adalah menjelaskan atau menerangkan hadis-hadis sesuai dengan urutan dalam kitab yang ada dalam kutub al-sittah secara ringkas, tapi dapat merepresentikan makna literal hadis, dengan bahasa yang mudah dimengerti dan gampang dipahami. Syarahannya cukup singkat dan tanpa menyinggung hal-hal selain arti yang dikehendaki.
b)     Metode Ijmali dalam Syarah Hadis Nabi
Metode ini mempunyai kemiripan dengan metode tahlili dari segi sistematika pensyarahan. Perbedaannya terletak pada segi uraian penjelasannya. Metode tahlili sangat terperinci dan panjang lebar sehingga pensyarahnya lebih banyak dapat mengemukakan pendapat dan ide-idenya, sedangkan metode ijmali penjelasannya sangat umum dan sangat ringkas. Hal ini membuat  pensyarahnya tidak mempunyai ruang untuk mengemukakan pendapat dan dan ide-idenya. Meski demikian, dalam kitab yang menggunakan metode ijmali, juga tidak menutup kemungkinan adanya uraian yang panjang lebar mengenai suatu hadis tertentu yang membutuhkan penjelasan yang detail. Akan tetapi, penjelasan tersebut tidak seluas metode tahlili.
a)      Ciri-ciri metode Ijmali (Global)
Pensyarah langsung melakukan penjelasan hadits dari awal sampai akhir tanpa penetapan judul serta perbandingan yang jelas, dalam kitab syarah metode syarah ini tak memiliki ruang untuk menjelaskan sebanyak-banyaknya. Oleh sebab itu, penjelasan umum dan sangat ringkas merupakan ciri yang dimiliki kitab syarah dengan metode ijmali.
b)     Kelebihan metode ijmali     
Ø  Ringkas dan padat
Syarah yang menggunakan metode ini terasa lebih praktis dan singkat sehingga dapat segera diserap oleh pembacanya.
Ø  Bahasanya mudah untuk dipahami
Pemahaman terhadap kosa kata yang terdapat dalam hadits ini lebih mudah didapatkan karena pensyarahan langsung menjelaskan maksud hadits yang tak memikirkan kepribadian dari pensyarah tersebut sehingga mudah dipahami karena menggunakan bahasa yang singkat dan mudah.

c)      Kekurangan metode ijmali

Ø  Menjadikan petunjuk hadits menjadi parsial
Terkadang hadits memiliki keterkaitan antara hadits satu dengan yang lain, oleh karena itu ada sebuah hadits yang bersikap umum/global (samar) dapat diperjelas dengan hadits lain yang dapat melengkapi kekurangan hadits tersebut. Dengan menggabungkan kedua hadits tersebut akan diperoleh suatu pemahaman yang utuh tanpa terpecah-pecah.

Ø  Tidak ada ruang untuk mengemukakan analisis yang memadai
Syarah yang mengguankan metode ini tidak dapat memberikan sarana yang memuaskan yang berkenaan dengan wacana pluralisme pemahaman suatu hadits. Disamping itu memiliki sisi positif yaitu bersifat instan seperti yang sudah disebutkan diatas.

Ø  Adanya ketidak-konsisten-an terhadap metode yang digunakan

Misalnya, kitab ‘aun al-ma’bud adalah salah satu kitab yang “dicap” sebagai kitab yang menggunakan metode ijmali. Tetapi setelah ditelusuri, ada beberapa hadis yang disyarahi dengan menggunakan metode lain. Hadis-hadis tersebut antara lain.[2]

d)     Kitab-Kitab yang menggunakan Metode Ijmali

Kitab-kitab  syarah yang  mengikuti metode ini antara lain Syarh al-Suyuti li Sunan al-Nasa’i karya Jalal al-Din al-Suyuti, Qut al-Mughtazi ‘ala Jami’ al-Turmudzi karya Jalal al-Din al-Suyuti, ‘Aun al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud karya Muhammad bin Asyraf bin ‘Ali Haidar al-Siddiqi al-‘Azim Abadi, dan lain-lain.

Sebenarnya, dalam muqaddimah kitab-kitab di atas tidak pernah dijelaskan tentang keterangan metode yang dipakai. Hanya saja, para ulama’ yang datang belakangan kemudian berusaha mengetahui cara atau metode yang digunakan para penyusun kitab dengan meneliti kitab-kitab tersebut. walaupun  sebenarnya, upaya untuk menemukan metode yang digunakan oleh para penyusun kitab-kitab syarah tersebut baru muncul akhir-akhir ini saja.

Karena tidak ada penjelasan secara pasti mengenai metode yang digunakan dalam kitab-kitab tersebut. Hal ini menjadi maklum jika ditemukan ke-tidak konsisten-an metode atau cara yang digunakan dalam mensyarahi hadis. Dalam penjelasan beberapa hadis, ditemukan adanya pemakaian metode lain seperti metode tahlili dan metode muqarin.






[1]  http://forum.liputan6.com/t/makalah-metode-ijmali-dalam-syarah-hadis-nabi/19171.23/03/2016.11.31
[2] http://joko-document.blogspot.co.id/2014/02/metode-syarah-hadits.html.23/03/2016.11.35

No comments:

Post a Comment