1. Periode Pertama (711-755 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah
pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayah yang terpusat di
Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai
secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik dari dalam maupun dari
luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elite
penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Di samping itu,
terdapat perbedaan pandangan antara Khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika
Utara yang berpusat di Kairawan. Masing-masing mengaku bahwa merekalah yang
paling berhak menguasai daerah Spanyol ini. Oleh karena itu, terjadi dua puluh
kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat.
Perbedaan pandangan politik itu menyebabkan seringnya terjadi perang saudara.
Hal ini ada hubungannya dengan perbedaan etnis, terutama antara Barbar asal
Afrika Utara dan Arab. Di dalam etnis Arab sendiri terdapat dua golongan yang
terus-menerus bersaing yaitu suku Qaisy (Arab Utara) dan Arab Yamani (Arab
Selatan). Perbedaan etnis ini sering kali menimbulkan konflik politik, terutama
ketika tidak ada figur yang tangguh. Itulah sebabnya di Spanyol pada saat itu
tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan kekuasaannya untuk jangka waktu
yang agak lama. Periode ini berakhir dengan datangnya Abd al-Rahman Al-Dakhil
ke Spanyol pada tahun 138 H/755 M.
2. Periode Kedua (755-912 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah
pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak
tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh Khalifah
Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun
138 H/755 M dan diberi gelar Al-Dakhil (yang masuk ke Spanyol). Ia berhasil
mendirikan dinasti Bani Umayyah di Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol pada
periode ini adalah Abd al-Rahman al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abd al-Rahman
al-Ausath, Muhammad ibn Abd al-Rahman, Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah ibn
Muhammad.
Pada periode ini, umat Islam Spanyol mulai
memperoleh kemajuan-kemajuan baik dibidang politik maupun bidang peradaban. Abd
al-Rahman al-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota
besar Spanyol. Hisyam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran.
Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol. Sedangkan Abd al-Rahman
al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Pemikiran filsafat juga
mulai pada periode ini, terutama di zaman Abdurrahman al-Ausath.
Pada pertengahan abad ke-9 stabilitas negara
terganggu dengan munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari kesahidan
(Martyrdom). Gangguan politik yang paling serius pada periode ini datang dari
umat Islam sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk
negara kota yang berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu sejumlah orang
yang tak puas membangkitkan revolusi. Yang terpenting diantaranya adalah
pemberontakan yang dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di
pegunungan dekat Malaga. Sementara itu, perselisihan antara orang-orang Barbar
dan orang-orang Arab masih sering terjadi.[2]
Namun ada yang berpendapat pada periode ini
dibagi menjadi dua yaitu masa KeAmiran (755-912) dan masa ke Khalifahan
(912-1013).[3]
3. Periode Ketiga (912-1013 M)
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abd al-Rahman
III yang bergelar “An-Nasir” sampai munculnya “raja-raja kelompok” yang dikenal
dengan sebutan Muluk al-Thawaif. Pada periode ini Spanyol diperintah oleh
penguasa dengan gelar Khalifah, penggunaan khalifah tersebut bermula dari
berita yang sampai kepada Abdurrahman III, bahwa Muktadir, Khalifah daulah Bani
Abbas di Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut
penilainnya, keadaan ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah sedang
berada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang tepat
untuk memakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah
selama 150 tahun lebih. Karena itulah gelar ini dipakai mulai tahun 929 M.
Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada periode ini ada tiga orang yaitu
Abd al-Rahman al-Nasir (912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II
(976-1009 M).
Pada periode ini umat Islam Spanyol mencapai
puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad.
Abd al-Rahman al-Nasir mendirikan universitas Cordova. Akhirnya pada tahun 1013
M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketika
itu Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di
kota-kota tertentu.
4. Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini,
Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil di bawah
pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth-Thawaif yang berpusat di suatu
kota seperti Seville, Cordova, Toledo dan sebagainya. Yang terbesar diantaranya
adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini umat Islam memasuki masa
pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada di antara
pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen.
Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk
pertama kalinya orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif
penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan
intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para
sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana
lain.
5. Periode Kelima (1086-1248 M)
5. Periode Kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini
Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat
satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (1086-1143 M)
dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah
sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara.
Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di
Marakesy. Pada masa dinasti Murabithun, Saragosa jatuh ke tangan Kristen,
tepatnya tahun 1118 M.
Dinasti Muwahhidun
didirikan oleh Muhammad ibn Tumazi (w.1128). Dinasti ini datang ke Spanyol di
bawah pimpinan Abd al-Mun’im. Pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh
kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami
Muwahhhidun menyebabkan penguasanya memilih meninggalkan Spanyol dan kembali ke
Afrika Utara tahun 1235 M. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen
dan Seville jatuh tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari
kekuasaan Islam.[4]
6. Periode Keenam (1248-1492 M)
6. Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada peride ini yaitu
antara tahun (1232-1492) ketika umat islam Andalus bertahan diwilayah Granada
dibawah kuasa dinasti bani Amar pendiri dinasti ini adalah Sultan Muhammad bin
Yusuf bergelar Al-Nasr, oleh karena itu kerajaan itu disebut juga Nasriyyah.[5] Periode ini, Islam
hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492).
Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman an-Nasir.
Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir
karena perselisihan orang-orang istana dalam perebutan kekuasaan. Abu Abdullah
Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain
sebagai penggantinya menjadi raja. Dia memberontak dan berusaha merampas
kekuasaannya. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh
Muhammad ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdenand dan
Isabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini dapat mengalahkan
penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta. Tentu saja, Ferdenand dan
Isabella yang mempersatukan kedua kerajaan besar Kristen melalui perkawinan itu
tidak cukup puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan terakhir umat Islam di
Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang Kristen
tersebut dan pada akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan kekuasaan kepada
Ferdenand dan Isabella, kemudian hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian
berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M. Umat Islam setelah itu
dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol.
Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam didaerah ini.
[1] Dr.
Badri Yatim, M.A. Sejarah Peradaban Islam. PT: Gravindo
Persada : 2003, hlm. 93
[2] Ibid. Hlm.95
[3] Prof.
Dr. Hj. Musyrifah Sunanto. Sejarah Islam Klasik. Jakarta Timur :
Penada Media. 2003. Hlm. 119
[4] Dr.Badri
Yatim, M.A. Op.Cit. hlm. 98
[5] Prof.
Dr. Hj. Musyrifah Sunanto. Op.Cit. hlm. 122
No comments:
Post a Comment