Wednesday, November 30, 2016

Makalah Hadits Science Hadits Bangun Malam Melakukan Shalat dalam Kesehatan

I.                   PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Muslim mana yang tidak ingin mendapat predikat muslim sejati di mata Allah? Pastinya semua muslim ingin terlihat beramal salah dan bertakwa di hadapan pencipta-Nya kelak. Hal ini pula mungkin yang selalu dipikirkan oleh kaum muslimin dan muslimat di seluruh dunia. Sehingga tak jarang mereka selalu melakukan kewajiban serta sunnah secara sempurna. Begitu banyak sunnah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad guna menuntun kehidupan kaum muslim di muka dunia.
Salah satunya adalah sholat tahajud yang banyak dilakukan oleh kaum muslim di seluruh dunia. Sholat tahajud sendiri adalah shalat sunnah yang dikerjakan di malam hari setelah seseorang bangun dari tidur. Ibadah ini termasuk sunnah mu’akad, yaitu sunnah yang dikuatkan dengan syara’. Tak jarang banyak orang yang mengerjakannya di kala terbangun di tengah malam. Anda pun bisa mengerjakannya paling sedikit 2 rakaat dan sebanyak-banyaknya, tak ada batasan.
Waktu paling mustajab untuk melaukan shalat tahajud sendiri adalah 1/3 malam. Dimana para malaikat turun ke bumi dan Allah mengabulkan setiap doa hamba-Nya. Anda tak hanya mendapat imbalan pahala dari Allah, namun juga serentetan manfaat bagi kesehatan tubuh dan jiwa. Banyak orang mengatakan bahwa sholat tahajud diyakini memberi ketenangan dan kedamaian jiwa. Seseorang yang terbiasa bangun untuk sholat di tengah malam pastinya mampu mengontrol emosi.
Banyaknya informasi yang membahas tentang manfaat dari sholat tahajud, dari mulai manfaatnya terhadap meningkatnya kekuatan spriritual hingga manfaatnya untuk kesehatan jika di lihat dari kacamata kedokteran.
Banyak sekali hadits dan ayat Al-Qur’an yang membahas tentang keutamaan sholat tahajud. Namun demikian, amat disesalkan saat waktu sholat tahajud tiba, kita sedang terlelap tidur. Oleh karena itu agar kita semangat menjalankan sholat tahajud, marilah kita kaji bersama tentang manfaat sholat tahajud untuk kesehatan.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa Pengertian Bangun Malam Melakukan Shalat?
2.      Bagaimana Al-Qur’an dan Hadits tentang Shalat Tahajud dan Manfaat Shalat Tahajud?





II.                PEMBAHASAN
A.    Pengertian Bangun Malam Melakukan shalat
Pengertian Sholat setelah bangun dari tidur yaitu Sholat Sunah Tahajud sendiri adalah Sholat Sunah yg dikerjakan pd waktu malam sedikitnya 2 (dua) Raka’at dan sebanyak – banyaknya tidak terbatas dan masing – masing di 2 Raka’at dibarengi dg salam. Adapun Waktu Mengerjakan Sholat Tahajud dikerjakan setelah mengerjakan Sholat Isya sampai terbit fajar yg hanya bisa di lakukan di malam hari. Sholat Tahajud ini hanya bisa dilakukan dimalam hari selepas Sholat Isya dg syarat harus tidur dulu atau selepas tidur, walaupun tidur ittu hanya sebentaar saja.
Jadi apabila anda mengerjakan Sholat Tahajud tanpa tidur terlebih dahulu maka Sholat anda tersebut bukan Sholat Sunah Tahajud melainkan Sholat – Sholat Sunah sajja seperti Sholat Sunah Witir atau sebagainyaa. Untuk Waktu Sholat Tahajud Sendirii dikerjakaan malam hari setelah Sholat Isya sampai masuk waktu Sholat Subuh dan sesudah bangun tidur, sedangkan untuk Waktu Sholat Tahajud yg paling utama bisa dibagi menjadi 3 (tiga) sepanjang malam yg antara lain.
Waktu Sepertiga Pertama ialah yg kira – kira dari jam 19.00 mlm sampai dg jam 22.00 mlm (Waktu Saat Utama), Waktu Sepertiga Kedua ialah kira – kira dari jam 22.00 mlm sampai dg jam 01.00 pagi (Waktu ini saat yg lebih utama) dan Waktu Sepertiga Ketiga ialah waktu kira – kira dari jam 01.00 pagi sampai dg sebelum masuknya waktu shubuh (Waktu yg paling sangat utama).[1]
B.     Al-Qur’an dan Hadits tentang Shalat Tahajud
Shalat tahajud adalah salat malam yang dikerjakan setelah kita tidur dulu. Shalat Tahajud juga merupakan shalat yang diwajibkan kepada Nabi SAW sebelum turun perintah shalat wajib lima waktu.
Sekarang shalat Tahajud merupakan shalat yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan. Sebagaimana firman Allah SWT :
وَمِنَ اللَّيْلِ فَاسْجُدْ لَهُ وَسَبِّحْهُ لَيْلًا طَوِيلًا
Artinya : “Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam hari.” (QS. Al-Insaan: 26).
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا
Artinya: “Dan pada sebagian malam hari, hendaklah engkau shalat Tahajud sebagai tambahan bagi engkau. Mudah-mudahan Tuhan mengangkat engkau ketempat yang terpuji.”. (QS : Al-Isro’ : 79).
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه و سلم قال أفضل الصلاة بعد الفريضة الصلاة في جوف الليل (رواه الدارمي)
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi SAW bersabda: Shalat yang paling utama sesudah shalat fardhu adalah shalat pada malam hari (sepertiga yang akhir dari malam).” (HR. ad-Darimi).[2]
Shalat malam (qiyamullail) mempunyai manfaat praktis, baik dari sudut pandang religius maupun kesehatan, sebagaimana sabda Nabi SAW:
حدثنا أحمد بن منيع حدثنا أبو النضر حدثنا بكر بن خنيس عن محمد القرشي عن ربيعة بن يزيد عن أبي إدريس الخولاني عن بلال عن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال عليكم بقيام الليل فإنه دأن الصالحين قبلكم و إن قيام الليل قربة الى الله و منهاة عن الإثم و تكفير للسيّئات و مطردة للداء عن الجسد(رواه الترمذي)
Artinya: "Ahmad bin Mani’ menceritakan kepada kita, Abu Nadhr menceritakan kepada kita, Bakar bin Hunais menceritakan kepada kita, dari Muhammad al-Quraisy, dari Rabi’ah bin Yazid, dari Abu Idris al-Khaulany, dari Bilal bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: "Hendaklah kalian melakukan shalat malam, karena shalat malam itu adalah budaya orang-orang shalih sebelum kalian, dan bahwasanya shalat malam itu adalah pendekatan diri kepada Allah, mencegah perbuatan dosa, dan menghapus kejelekan-kejelekan bahkan juga mengusir penyakit dari tubuh seseorang." (H.R. at-Tirmidzi)[3]
Sabda Rasul di atas memberikan peluang bagi kita untuk menelaah lebih jauh mengenai hubungan praktek ibadah mahdah dengan alur logika dan pembuktian sains. Dalam hubungannya dengan tema shalat tahajud, sabda Rasulullah di atas dapat dihubungkan dengan fakta dalam sebuah penelitian yang membuktikan bahwa ketenangan dapat meningkatkan ketahanan tubuh imunologik dan mengurangi resiko terkena penyakit jantung. Sebaliknya stres dapat menyebabkan seseorang sedemikian rentan terhadap infeksi, dan mempercepat perkembangan sel kanker. Dengan demikian secara teoritis, para pengamal shalat tahajud pasti terjamin kesehatannya, baik secara fisik maupun mental.
Sinyal dari hadits di atas dengan tegas menyatakan bahwa terdapat hubungan erat antara rajinnya mengamalkan shalat tahajud dan peningkatan pengendalian diri berupa ketenangan. Atau dengan kata lain para pengamal shalat tahajud akan terhindar dari stres. Jika kondisi ini dimiliki oleh siapapun, kesehatan fisik dan ketenangan batin merupakan hasil yang langsung dapat dirasakan oleh para pengamal shalat tahajud.[4]
Namun, telaah medis menunjukkan bahwa terdapat dua kelompok para pengamal shalat tahajud yang memiliki dampak kesehatan yang berbeda setelah melakukan shalat tahajud, masing-masing: kelompok individu yang sehat dan kelompok yang sakit. Fakta ini menunjukkan bahwa masih ada misteri yang perlu dikupas tentang hubungan yang mengikat antara pelaksanaan shalat tahajud dan mekanisme proses peningkatan respons ketahanan tubuh imunologik.
Secara filosofis, sebenarnya  pola kehidupan manusia mempunyai irama sirkadin diurnal. Dan jika siklus ini ditambah dengan beban melaksanakan shalat tahajud di malam hari, ia akan berubah menjadi nokturnal. Hal ini akan menyebabkan perubahan perilaku dari sistem saraf pusat yang bertujuan beradaptasi dengan irama sirkadin, sebuah irama kehidupan yang memiliki siklus selama 24 jam untuk beradaptasi dengan lingkungan. Karena itu, bagi kelompok individu yang sakit setelah menjalankan shalat tahajud, mungkin berkaitan dengan niat yang tidak ikhlas.
Penyelenggaraan shalat tahajud secara terpaksa akan mengakibatkan kegagalan proses adaptasi terhadap perubahan irama sirkadin tersebut. Gangguan adaptasi ini tercermin pada sekresi kortisol yang seharusnya menurun pada malam hari.  Namun, karena di malam hari ia mendapatkan beban untuk melaksanakan shalat tahajud, sekresi kortisol tetap tinggi.
Reichlin menyatakan bahwa gangguan irama sirkadin akan mendatangkan stress yang ditandai dengan peningkatan peningkatan ACTH. Dan stress, sudah terbukti secara medis dapat mengganggu ketahanan imunologik. Bahkan bila stress mencapai tingkat exhaustion stage, dapat menimbulkan kegagalan fungsi sistem imun. Dalam kondisi ini, maka tubuh akan sedemikian mudah terserang aneka ragam penyakit.
Dengan demikian, terdapat sebuah kesimpulan yang berbeda dengan apa yang yang diutarakan sabda Nabi SAW di atas. Atau dengan kata lain, bila masalah ini tidak segera diketahui mekanismenya, ia akan mengesankan bahwa shalat tahajud akan mendatangkan kerugian. Untuk itu, dapat dipandang bahwa terdapat korelasi negatif antara pelaksanaan shalat tahajud dan kondisi kesehatan terjadi diduga karena penyelenggaraan shalat tahajud tersebut dijalankan secara tidak ikhlas.
Kondisi psikis seseorang ketika mengerjakan sesuatu secara tidak ikhlas akan menyebabkan terjadinya gangguan adaptasi terhadap irama sirkadin, dan mendatangkan kesakitan. Hanya saja, sekali lagi, bahwa alur kesimpulan logis seperti ini baik dengan kesimpulan akhir terjadinya korelasi positif atau negatif antara pengamalan shalat tahajud dengan peningkatan sistem imun tubuh, masih belum terungkap mekanismenya. Bahkan lebih rendah dari itu, sampai saat ini masih jarang bahkan cenderung tidak dilakukan upaya mencari hubungan antara pemaknaan religius atas penyelenggaraan ritual keagamaan dengan pembuktian sains.
Singkatnya, baik kalangan saintis maupun kalangan agamawan masih menganut logika dikotomik: memisahkan antara nalar empiris sains dengan dalamnya kesadaran religius. IAIN atau UIN yang secara kelembagaan mengosentrasikan kajian keislaman, model kajiannya masih cenderung bersifat normatif dan sama sekali tidak menyentuh sains. Sebaliknya, kalangan saintis masih mengagungkan kaidah bahwa nalar sains haruslah bersifat sekuler dan melepaskan diri dari landasan wahyu ilahi.
Menurut paradigma lama, agama sering dinilai sebagai suatu yang harus diterima secara dogmatis, terpisah dari sains, dan mustahil bisa dibuktikan secara ilmiah. Implikasinya adalah bahwa dakwah sering dilakukan hanya dengan pendekatan yang bersifat normatif, ancaman dan siksaan, bukan atas dasar bahwa ibadah itu sebagai suatu kebutuhan dan memiliki implikasi langsung bagi kesehatan dan kesempurnaan lahir-batin. Melalui penelitian ini terbukti bahwa kebenaran agama bisa diuraikan dan dibuktikan secara ilmiah. Untuk itu, penemuan penelitian ini merekomendasikan bahwa pemahaman dikotomik ekstrem yang mereduksi agama dari sains segera disingkirkan.
Belakangan, logika dikotomik ini mulai digugat, penjelasan tentang kecerdasan emosional dan spiritual dalam penjelasan mekanisme kerja otak, misalnya, sudah mulai menyadari fakta adanya campur tangan kesadaran religius dalam nalar sains. Dalam hubungannya dengan topik shalat tahajud ini, adalah penjelasan tentang kejadian yang menimbulkan stress.
Salah satu faktor yang terpenting dalam penjelasan gejala stres adalah penggunaan strategi penanggulangan adaptif (coping mechanism) respons individu terhadap stress.  Coping mechanism yang positif dan efektif dapat menghilangkan atau meredakan stress. Sebaliknya,  coping mechanism yang negatif dan tidak efektif memperburuk kesehatan dan memperbesar potensi sakit.
Pengelolaan stress memiliki dua komponen utama: 1) edukatif dan 2) teknik relaksasi, yang meliputi meditasi, perenungan dan umpan balik hayati (biofeedback). Shalat tahajud memiliki kandungan aspek meditasi dan relaksasi yang cukup besar, dan kandungan yang dapat digunakan sebagai coping mechanism pereda stress.

Secara konseptual, paradigma psikoneuroimunologi dapat menjelaskan secara holistik hubungan mekanistis tentang keterkaitan peningkatan antara penyelenggaraan shalat tahajud dengan respons ketahanan tubuh melalui mekanisme keterkaitan perilaku dengan ketahanan tubuh imunologik yang diperantarai oleh neurotransmitter, neurohormonal, hormon, dan sitokin.
Sekurang-kurangnya ada empat jalur keterkaitan perilaku dengan ketahanan tubuh. Namun, karena pertimbangan teknis, jalur yang digunakan pada penelitian ini hanya menggunakan jalur yang merupakan mediator penting dalam hipotalamus-adrenal, dan lazim digunakan oleh pakar peneliti di bidang imunologi, yaitu jalur ACTH-kortisol-imunitas.[5]

III.             PENUTUP
Pemakalah sangat menyadari akan kekurangan-kekurangan yang ada pada makalah ini. Baik dari segi ilmunya maupun dari segi penulisannya. Itu semua disebabkan kurangnya referensi yang digunakan dan kurangnya pengalaman pemakalah. Untuk itu, apabila ada kritikan maupun saran dari pembaca yang bersifat membangun sangat pemakalah harapkan, agar di penulisan berikutnya pemakalah dapat memperbaikinya.
IV.             DAFTAR PUSAKA
Imam Abdullah bin Abdurrahman bin Fadhol bin Barom bin Abdus Shomad as-Sahmy as-Samarqondy ad-Darimi, Sunan ad-Darimi, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th),
Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at-Tirmidzi, Sunan Tirmidzi,  Juz V,  (Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyyah, t.th.)
Sholeh, Moh. Tahajjud Manfaat Praktis Ditinjau dari Ilmu Kedokteran, Yogyakarta:  Forum Studi Himanda kerjasama dengan Pustaka Pelajar, 2001



[1] http://rukun-islam.com/cara-dan-doa-sholat-tahajud/
[2]  Imam Abdullah bin Abdurrahman bin Fadhol bin Barom bin Abdus Shomad as-Sahmy as-Samarqondy ad-Darimi, Sunan ad-Darimi, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), hlm. 346.
[3] Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at-Tirmidzi, Sunan Tirmidzi,  Juz V,  (Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyyah, t.th.), hlm. 516.
[4] Moh. Sholeh, Tahajjud Manfaat Praktis Ditinjau dari Ilmu Kedokteran, Yogyakarta:  Forum Studi Himanda kerjasama dengan Pustaka Pelajar, 2001, hlm. 2-3.
[5] Ibid., hlm. 6-7.

No comments:

Post a Comment