Wednesday, January 11, 2017

Contoh-Contoh Hukum Azimah yang Mendapatkan Rukhsoh

Rukhsoh

Secara etimologi , rukhshoh berarti kemudahan, kelapangan dan kemurahan. Secara terminologis, menurut ulama ushul fiqh adalah :
الحكم ثابت على خلاف الدليل العذر
“Hukum yang ditetapkan berbeda dengan dalil karena adanya uzur.”
Kata-kata “hukum” merupakan jenis dalam definisi yang mencakup semua bentuk hukum. Kata-kata tsabit (berlaku tetap) mengandung arti bahwa  rukhsah itu berdasarkan dalil yang ditetapkan pembuat hukum yang menyalahi dalil yan ditetapkan sebelumnya. Kata-kata “menyalahi dalil yang ada” merupakan sifat pembeda dalam definisi yang mengeluarkan dari lingkup  pengertian rukhsah, suatu yang memang pada dasarnya sudah boleh melakukannya seperti makan dan minum. Kebolehan dalam makan dan minum memang sudah dari dulunya dan tidak menyalahi hukum yang sudah ada. Kata “dalil” yang maksudnya adalah dalil hukum, dinyatakan dalam defenisi ini agar mencakup rukhsah untuk melakukan perbuatan yang ditetapkan dengan dalil yang menghendaki hukum wajib, seperti berbuka puasa bagi orang yang musafir, atau yang menyalahi dalil yang menghendaki hukum sunnah, seperti meninggalkan shalat jamaah karena hujan dan lain sebagainya.[1]
Hukum rukhsah dikecualikan dari hukum azimah yang umum hanya berlaku ketika ada udzur yang berat dan kadar yang diperlukan saja. Hukum rukhsoh datang setelah hukum azimah.[2] Ditegaskan dalm surat Al-Baqoroh, 2 : 173 yang berbunyi :
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (173)
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”[3]
Haram juga menurut ayat ini daging yang berasal dari sembelihan yang menyebut nama Allah tetapi disebut pula nama selain Allah.
Hukum Menggunakan Azimah dan Rukhsoh
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa hukum menggunakan azimah adalah diwajibkan atau diharuskan. Karena azimah sendiri adalah hukum yang disyari’atkan sejak semula berupa hukum-hukum umum. Sedangkan rukhsoh pada dasarnya adalah pembebasan seorang mukallaf  dari melakukan tututan hukum azimah dalam keadaan darurat. Dengan sendirinya hukumnya boleh, baik dalam mengerjakan sesuatu yang terlarang atau meninggalkan sesuatu yang perintah. Namun dalam hal menggunakan hukum rukhsah bagi orang yang memenuhi syarat untuk itu terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama.
Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum menggunakan rukhsah itu tergantung kepada bentuk uzur yang menyebabkan adanya rukhsah itu. Dengan demikian menggunakan hukum rukhsah itu dapat menjadi wajib seperti memakan bangkai bagi orang yang tidak mendapat makanan halal, sedangkan ia khawatir jika tidak menggunakan rukhsah akan membahayakan dirinya.[4]
Dalam menentukan pilihan yang paling afdhol antara rukhshah dengan azimah terdapat perbedaan pendapat ulama ushl fiqh. Sebagian ulama ushul fiqh menyatakan bahwa yang paling afdhal adalah memilih azimah, sedangkan sebagian ulama lain menyatakan bahwa yang paling afdhal adalah memilih rukhshah.[5]

Contoh-Contoh Hukum Azimah yang Mendapatkan Rukhsoh
1.      Memperpendek shalat lima waktu karena bepergian.
2.      Membatalkan puasa karena musyafir.
3.      Mengusap khuff lebih dari satu malam, karena menepuh perjalan yang panjang.
4.      Dapat bertayamum walaupun air melimpah ruah, dengan udzur sakit.
5.      Tidak batal puasanya karena makan dan minum pada siang hari sebab lupa.
6.      Ketidaktahuan, seperti tidak tahu bahwa berdehem itu membatalkan shalat.
7.      Kesulitan secara umum, seperti shalat dalam keadaan najis yang dibolehkan seperti darah luka, bisul, atau kusta.
8.      Minum khamar atau hal-hal yang diharamkan karena terpaksa.
9.      Memakan daging babi atau bangkai, sebab tidak ada lagi makanan selain itu dan apabila tidak memakan itu dapat menyebabkan kematian.
10.  Kekurangan, ini juga termasuk jenis masyaqqah, karena jiwa ini dibuat untuk mencintai kesempurnaan, lalu disesuaikan dengan keringanan dalam taklif (pembebanan). Contohnya adalah seperti anak kecil dan orang gila yang tidak kena taklif, juga perempuan yang tidak kena taklif sebagian yang diwajibkan kepada lelaki seperti shalat berjamaah, shalat Jumat, berjihad, membayar jizyah, dan yang lainnya.[6]




[1] Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, Usuhul Fiqh Jilid 1, hlm. 322
[2] Teuku Muhammad Hasbi Ash-Shidieqy, Pengantar Hukum Islam, hlm 479
[3] Q.S. Al-Baqoroh, 2 : 173
[4] Muhammad Riya’i, Ushul Fiqh, hlm. 321
[5] http://azimahdanrukhsah.blogspot.com/28-04-2014/20:13

No comments:

Post a Comment