Thursday, June 30, 2016

Makalah Ulumul Qur’an tentang Tilawatil Qur’an; Motivasi, Keutamaan, Dan Madlarat Bagi Yang Tidak Bertilawatil Qur’an

PENDAHULUAN
Tilaawatil Qur’an adalah salah satu cabang ilmu yang termasuk di dalam Ilmu-ilmu Al-Qur’an yang sering kita dengar pada perlombaan MTQ atau pada berbagai acara-acara sosial. Pada umumnya, masyarakat, termasuk mahasiswa, hanya mengetahui Tilaawatil Qur’an sebatas hanya melagukan Al-Qur’an dengan suara yang meliuk-liuk menggetarkan jiwa. Namun mereka enggan untuk bertilaawatil qur’an.
Kenyataan di sekitar adalah bahwa masyarakat ataupun mahasiswa tersebut hanya mendengarkannya saja atau sekedar duduk diam ketika ada seseorang yang sedang bertilaawah pada acara-acara tertentu tanpa mengetahui tilaawah apa itu. Namun ada juga, bahkan banyak, mereka yang tidak mau berdiam mendengarkan apalagi mempraktekkan eksistensi Tilaawatil Qur’an. Keadaan inilah yang membuat kami, Tim Penyusun, ingin membahas seputar Tilaawatil Qur’an, motivasi-motivasinya, keutamaan-keutamaannya, dan mudlaratnya bagi yang tidak bertilaawatil qur’an.
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, tim Penyusun menyimpulkan permasalahan sebagai berikut: Mengapa orang-orang enggan bertilaawatil qur’an? Bagaimanakah Madlaratnya bagi orang yang tidak bertilaawatil qur’an? Dan bagaimana membangkitkan semangat mereka untuk bertilaawatil qur’an?
Tujuan
Tim Penyusun menyusun makalah ini dengan tujuan agar mahasiswa mengetahui seputar Tilaawatil Qur’an, motivasi-motivasi yang mendasarinya, keutamaannya, dan mudlarat bagi yang tidak bertilaawah sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang timbul di benak kami.
PEMBAHASAN
Definisi Tilaawatil Qur’an
Tilaawah secara bahasa berasal dari kata talaa – yatluu - tilaawah, yang berarti membaca atau menelaah (Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, 1973: 79). Secara tekstual tilaawah sebagai mashdar diartikan dengan pembacaan. Tilaawah adalah muradif  (padanan)-nya qira’ah. Keduanya diterjemahkan menjadi bacaan. Namun dalam pengertian yang lebih spesifik, kedua kata itu (tilaawah dan qira’ah) memiliki tekanan tersendiri. Kata Tilaawah terdapat di dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 121:
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولئِكَ يُؤمِنُونَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأولئِكَ هُمُ الخَاسِرُونَ
Artinya : orang-orang yang telah Kami berikan Al kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. dan Barangsiapa yang ingkar kepadanya, Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi. (Q.S Al-Baqarah:121)
Ibnu Abbast yang terkenal sebagai ahli tafsir Al-Qur'an menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan : يَتْلُو نَهُ حَقَّ تِلاَ وَ تِهِ adalah :
1.      An Yaqro’ahu kamaa anzalallaah / hendaklah membacanya itu sesuai dengan apa yang diturunkan oleh Allah. Tidak dirubah, tidak ditambah-tambah dan tidak dikurangi.
2.      An laa yuharrifahu 'an mawaadli'ih / janganlah memutar balikan letaknya, yang dahulu didahulukan dan yang kemudian di kemudiankan dari segi letak kalimatnya, juga letak urutan suratnya. Demikian juga jangan diputar balikkan pengertian yang terkandung di dalamnya.
3.      An laa yuawwilahu 'alaa ghairi ta'wiilih / janganlah menafsirkannya tidak menurut tafsir yang sebenarnya.
4.      An Yuhilla halaalahu wa yuharrima haraamah / hendaklah ia halalkan apa yang dihalalkan Al Qur'an dan ia haramkan apa yang diharamkan Al Qur'an. Artinya amalkan apa yang disuruh oleh Allah di dalam Al Qur'an, dan tinggalkan apa yang diharamkan-Nya.
Dapat disimpulkan dari pengertian di atas bahwa Tilaawatil Qur’an berarti membaca Al-Qur’an dengan tartil, menelaah isi dan kandungannya, serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Ziad Khaled Moh al-Daghameen dalam tulisannya “Al-Qur’an : Between The Horizons of Reading and Recititation", menyebutkan, terminologi tilaawah adalah mengikuti petunjuk dan aturan-aturan (sunan) kitab suci. Ini berarti keharusan berkesinambungan dalam memahami makna dan kebenaran-kebenaran (haqa’iq)-nya dalam hati. Jadi, tilaawatil qur’an tidak hanya membaca lafadznya saja tetapi juga menelaah isi dan kandungannya dengan penuh penghayatan.




Sunday, June 26, 2016

Makalah Studi Kitab Hadits tentang Komparasi 4 Kitab Hadits Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud dan Sunan At-Tirmidzi



KOMPARASI 4 KITAB HADITS

NO
HAL
SHAHIH BUKHARI
1.
Pengarang
Abu Abdullah Muhammad bin ismail bin ibrahim bin al-mughirah al-ja’fari, lahir pada hari Jum’at, 13 Syawal 194H di Bukhara. Dan wafat pada hari Sabtu 256H.[1]
2.
Nama kitab
Menurut Menurut Ibnu Salah: Al-jami’ al-musnad al-Sahih al-Mukhtasar min Umur Rasul Allah saw wa Sunanih wa Ayyamih.
Ibnu Hajar al-Asqalani: Jami Shahih Musnad min Hadis Rasulullah saw Sunnanihi wa Ayyamihi.[2]
Dimasyarakat umum dikenal dengan nama Jami’ shahih al-Bukhari.
3.
Rihlah hadits
Bukhara, balka, marwi, naisabur, al-Zay, baghdad, bashrah, kufah, madinah, makkah, wasith, damaskus, qaisariyah, asqalan, hams dan mesir. [3]
4.
Guru & Murid
Teachers ; Muhammad ibnu arafah, qutaibah, abdah, yahya ibn yahya, ali ibnu syaqiq, abi al mughirah, muhammad ibn isa ibn at-thaba’, muadz ibn asad, amr ibn ashim al-kalabi, dan said ibn talid.
Students ; abu zur’ah, abu hatim, al- turmudzi, al-nasai, imam muslim, mathin, abu bakar ibn ashim, abu abbas al-siraj, abu bakar ibn abi sha’id dan ibrahim ibn ma’qal al-nasfi.[4]
5.
Metode penyusunan
Imam Bukhari hanya menghimpun hadits yang shahih saja.
6.
Sistematika
Dalam shahih bukhari ada 7275 hadis dengan yang di ulang, dan 4000 hadis tanpa di ulang. Dalam kitab ini ada 3451 bab dengan 97 judul. [5]
7.
Kriteria kesahihan hadits
Di riwayatkan oleh perawi yang tsiqah, sanadnya bersambung, perawi adil dan dhabit, hadits yang diriwayatkan harus terbebas dari syadz dan cacat[6]
8.
Penilaian ulama’
·         Abu Bakar ibnu Khuzaimah telah memberikan kesaksian terhadap Imam Bukhari dengan mengatakan: "Di kolong langit ini tidak ada orang yang lebih mengetahui hadits dari Muhammad bin Isma'il."
·         'Abdan bin 'Utsman Al Marwazi berkata; 'aku tidak pernah melihat dengan kedua mataku, seorang pemuda yang lebih mendapat bashirah dari pemuda ini.' Saat itu telunjuknya diarahkan kepada Bukhari
·         Qutaibah bin Sa'id menuturkan; 'aku duduk bermajelis dengan para ahli fikih, orang-orang zuhud dan ahli ibadah, tetapi aku tidak pernah melihat semenjak aku dapat  mencerna ilmu orng yang seperti Muhammad bin Isma'il. Dia adalah sosok pada zamannya seperti 'Umar di kalangan para sahabat. Dan dia berkata; ' kalau seandainya Muhammad bin Isma'il adalah seorang sahabat maka dia merupakan ayat.
·         Ahmad bin Hambal berkata; Khurasan tidak pernah melahirkan orang yang seperti Muhammad bin Isma'il.
·         Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Ibnu Numair menuturkan; kami tidak pernah melihat orang yang seperti Muhammad bin Ism'ail

9.
Kekurangan & kelebihan
Kelebihan ; paling utama di antar kitab 9 imam
Kekurangan ; banyak hadits yang di ulang-ulang.

NO
HAL
SHAHIH MUSLIM
1.
Pengarang
Imam abul husein muslim bin al-hallaj al-qusairi al-naisaburi lahir di naisabur tahun 204H dan wafat pada tahun 260H.
2.
Nama kitab
Menurut sebagian ulama, misalnya Dr. Muhammad Mustafa al-‘Azami: Al-musnad al-sahih al-mukhtasar min al-sunan bi al-naql al-‘adl ‘an al-‘adl ‘an rasul Allah saw.
Menurut Abu ‘Amr Ibnus-Salah ialah: Al-shahih al-Mujarrad al-musnad ila Rasulullah saw
Di Masyarakat, lebih dikenal dengan sebutan shahih muslim atau Jami’ shahih muslim.[7]
3.
Rihlah hadits
Bagdad, hijaz, mesir, khurasan dan ray.
4.
Guru & Murid
Teachers ; imam ahmad ibn hambal, abdullah ibn masalamah, yahya bin yahya, abu mus’ab, said ibn manshur, amr ibn sawwad, harmalah ibn yahya, ishak ibn ruwaih, muhammad ibn mahran, dan abu ghassan.
Students ; abu isa al-tirmidzi, yahya ibnsha’id, muhammad ibn makhlad, ibrahim ibn sufyan, muhammad ibn ishaq ibn khuzaimah, al-farra’, muhammad ibn al-qahhab, abu awanah ya’qub, dan abu hamid ahmad ibn hamdan.
5.
Metode penyusunan
Menghimpun matan-matan hadis yang senada atau satu tema lengkap dengan sanad-sanadnya pada satu tempat, tidak memotong atau memisahkan dalam beberapa bab yang berbeda, serta tidak mengulang penyebutan hadis kecuali dalam jumlah sedikit karena adanya kepentingan yang mendesak yang menghendaki adanya pengulangan, seperti untuk menambah manfaat pada sanad atau matan hadis.[8]
6.
Sistematika
Kitab ini diawali dengan muqaddimah, setelah muqaddimah beliau mengelompokkan hadits-hadits yang berkaitan dalam suatu tema atau masalah pada suatu tempat. Namun beliau tidak membuat nama atau judul kitab (dalam arti bagian) dan bab bagi kitabnya secara kongkret, sebagaimana yang kita dapati pada sebagian naskah shahih muslim yang sudah dicetak. Judul kitab dan bab sebenarnya dibuat oleh para pengulas kitab ini pada masa-masa berikutnya. Salah satu pengulas kitab yang dinilai baik adalah Imam Nawawi dalam kitab syarah shahih muslim. Kitab ini diawali dengan muqaddimah, dilanjutkan dengan kitab al-Iman,
7.
Kriteria kesahihan hadits
Hadis yang di riwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit, hanya hadis yang musnad dan marfu’ dan tidak meriwayatkan hadis yang mauquf dan  muallaq
8.
Penilaian ulama’
1. Ishak bin Mansur al Kausaj pernah berkata kepada imam Muslim: “sekali-kali kami tidak akan kehilangan kebaikan selama Allah menetapkan engkau bagi kaum muslimin.”
2. Muhammad bin Basysyar Bundar berkata; “huffazh dunia itu ada empat; Abu Zur’ah di ar Ray, Muslim di An Naisabur, Abdullah Ad Darimi di Samarkand, dan Muhammad bin Isma’il di Bukhara.”
3. Muhammad bin Abdul Wahhab Al Farra` berkata; “(Muslim) merupakan ulama manusia, lumbung ilmu, dan aku tidak mengetahuinya kecuali kebaikan.”
4. Ahmad bin Salamah An Naisaburi menuturkan; “Saya me­lihat Abu Zur’ah dan Abu Hatim selalu mengutamakan Muslim bin al-Hajjaj dalam perkara hadits shahih ketimbang para masyayikh zaman keduanya.
5. Ibnu Abi Hatim mengatakan: ” Saya menulis hadits darinya di Ray, dan dia merupakan orang yang tsiqah dari kalangan huffazh, memiliki pengetahuan yang mendalam dalam masalah hadits. Ketika ayahku di Tanya tentang dia, maka dia menjawab; (Muslim) Shaduuq.”[9]
9.
Kekurangan & kelebihan
Kekurangan ; terdapat sekitar 132 hadits yang musnad-dhaif namun tidak sampai maudhu’
Kelebihan ; ; susunan tertib dan sistematis, pemilihan redaksi hadisnya sangat teliti dan cermat, seleksi dan akumulasi sanadnya sangat teliti, tidak tertukar-tukar, tidak lebih dan tidak kurang, penempatan dan pengelompokan hadis-hadis kedalam tema atau tempat tertentu, sehingga sedikit sekali hadits yang diulang.

NO
HAL
SUNAN ABU DAUD
1.
Pengarang
Abu dawud sulaiman bin al-asy’aq bin ishaq bin syidad bin imran al-azdi al-sijistani[10]
2.
Nama kitab
Judul kitab hadis susunan Abu Daud tersebut ialah as-Sunan dan dikenal dengan sebutan Sunan Abi Daud.[11]
3.
Rihlah hadits
Baghdad[12]
4.
Guru & Murid
Teachers ; ahmad bin hanbal, yahya bin main, qutaibah bin saidal-saqafi, ustman bin muhammad bin abi syaibah, abdullah bin maslamah, musa bin ismail al-tamimi, musaddad bin mushardadal-asadi, abu ustman amr bin marzuki, abdullah bin ahmadal-napili, dan muslim bin ibrahim.
Students ; muhammad bin isa at-turmudzi, al-nasai, abdullah bin sulaiman al-asyas, ahmad bin muhammad bin harun al-khalal, ali bin hbusein bin al-abid, muhammad bin mukhallid, ismail bin muhammad al-safar, ahmad bin salman al-najad[13], abu ubaid al-ajury dan abu bakar bin abu dawud.[14]
5.
Metode penyusunan
Hanya memuat hadis yang marfu’ dan di susun menurut bab fiqih mulai thaharah, salat, zakat dan sebagainya. Dan dalam kitabnya beliau hanya mencukupkan satu atau ndua hadis saja dalam setiap bab tetap ada juga yang terdapat sejumlah hadis yang sahih.
6.
Sistematika
Sesuai urutan bab fiqih dan dalam kitabnya beliau membagi hadisnya dalam beberapa kitab, dan setiap kitab di bagimnejadi bebrapa bab. Perinciannya 35 kitab, 1871 bab, serta 4800 hadis.
7.
Kriteria kesahihan hadits
Hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, sempurna ingatannya, sanadnya bersambung, tidak berillat dan tidak pula janggal.
8.
Penilaian ulama’
1.      Musa bin al harun ; abu dawud di ciptakan didunia untuk hadits dan di akhirat untuk surga. Aku tidak pernah melihat orang yang lebih utama dari dia.
2.      Abu hatim bin hibban ; abu dawud adalah seorang imam dunia dalam bidang fiqih, ilmu, hafalan, dan ibadah. Beliau telah mengumpulkan hadis-hadis hukum dan tegak mempertahankan sunnah.
3.      Al-hakim ; abu dawud adalh imam ahlihadis pada zamannya, tidak ada yang menyamainya.
4.      Ibrahim al-asbihani dan abu bakar bin sadaqah menyanjung abidawud dan mereka memujinya yang belumpernah diberikan pada siapapun
5.      Maslamah bin qasim ; dia adalah tsiqah, seorang zahid, mempunyaiilmu pengetahuan tentang hadis, seorang imam pada zamannya.[15]
9.
Kekurangan & kelebihan
 Kelebihan: Kitab tersebut diterima baik oleh semua orang, sehingga menjadi hakim di antara para ulama dan generasi para fuqaha, memenuhi syarat sebagai pegangan bagi para mujtahid, ketika melakukan ijtihadnya, Ia menjadi hakim bagi kaum muslimin dan pelerai bagi segala pertentangan.
Kekurangan: terdapat hadits maudhu’ (menurut Ibn al-Jauzi yang telah melakukan penelitian terhadap sunan abu dawud)

NO
HAL
SUNAN AT-TIRMIDZI
1.
Pengarang
Abu isa muhammad ibn isa ibn saurah ibn musa ibn al-dahkak al-sulami al bugi al-trirmizi.[16]
2.
Nama kitab
Judul lengkap kitab hadis sunan at-Turmuzi ialah: Al-Jami’ al-Mukhtashar min al-Sunan ‘an Rasulullah saw
Sebagian ulama hadis menyebutnya dengan: Jami’ al-Shahih .
Sebagian ulama lagi menyebutnya dengan: Shahih al-Tirmidzi
Sedangkan di Masyarakat lebih dikenal dengan: Sunan al-Tirmidzi.[17]
3.
Rihlah hadits
Khurasan.
Hijaz
Irak
Bukhara[18]
4.
Guru & Murid
Teachers ; qutaibah bin said, ishaq bin rahawaih, mahmud bin gailan, ismail bin musa al-fazari, abu mus’ab al-zuhry, bisyri bin muadz, ali bin hujr, muhammad bin ismail, hannad dan ahmad bin muni’
Students ; abu bakar ahmad bin ismail al-samarqandi, abu hamid ahmad ibn abdullah, ibn yusufal-nasafi, al-husein bin yunus, hammad bin syakir,
5.
Metode penyusunan
-          Mentakhrij hadits yang menjadi amalan (ma’mul) oleh para fuqaha’
-          Memberikan penjelasan terhadap kualitas dan keadaan hadits yang ditulis,[19]
6.
Sistematika
Berdasarkan urutan bab fiqihy dimulai darithaharah seterusnya sampai bab akhlaq, doa, tafsir, fada’il dan lain-lain
7.
Kriteria kesahihan hadits
1.      Hadits-hadits yang sudah disepakati ke-shahihannya oleh Bukhari dan Muslim
2.      Hadits-hadits yang shahih menurut standar keshahihan Abu Dawud al-Nasai, yaitu hadits-hadits yang para ulama tidak sepakat untuk meninggalkannya, dengan ketentuan hadits itu bersambung sanadnya dan tidak mursal
3.      Hadits-hadits yang tidak dipastikan ke-shahihannya dengan menjelaskan sebab-sebab kelemahannya
4.      Hadits-hadits yang dijadikan sebagai hujjah oleh fuqaha’, baik hadits itu shahih atau tidak. Tentu saja ketidakshahihannya tidak sampai pada tingkatan dha’if matruk.

8.
Penilaian ulama’
·         Ibn hibban ; tirmizi adalah seorang penghimpun dan penyampai hadis , sekaligus pengarang kitab.
·         Al-khalli ; beliau adalah seorang siqah mutafaq ‘alaih
·         Al-idris ; tirmizi adalah seorang ulama’ hadis yang meneruskan jejak ulama’ sebelumnya dalam bidang ulum al-hadis
·         Al-hakim abu ahmad ; aku mendengar amran bin alan berkata “sepeninggalbukhari tidak ada ulama’ yang menyamai ilmunya,ke waraannya, dan kezuhudannya dikhurasan,kecualai abu isa al-tirmizi
·         Ibn fadil ; tirmizi adalah seorang pengarang kitab jami’ dan tafsirnya, dia juga ulama’ paling berpengatahuan.
9.
Kekurangan & kelebihan
Kelebihan: baik sistematikanya dan sedikit pengulangannya, (al-jami’) terdapat banyak sekali ilmu yang bermanfaat, faedah yang melimpah, dan juga terdapat pokok-pokok permasalahan dalam Islam, diterangkan mengenai madzhab-madzhab fuqaha’ serta istidlal yang mereka tempuh, dijelaskan kualitas hadisnya, dan disebutkan pula nama-nama perawi, baik gelar maupun kunyahnya. 
Kelemahan: terkadang menhasankan hadits yang sebenarnya dhaif bahkan sampai pada status hadits maudhu’.


DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman dan elan sumarlan, Metode Kritik Hadis, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013
Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Studi Kitab Hadis, Yogyakarta: TERAS, 2003
Idris, Abdul Fatah, Studi Analisis Tahrij hadis-hadis prediktif dalam kitab al-bukhari,2012
Ismail, M. Syuhudi, Cara Praktis Mencari Hadis, Jakarta: Bulan Bintang, 1991
Khaeruman, Badri, Otentisitas Hadis (Studi Kritis Atas Kajian Hadis Kontemporer), Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004
Lidwa Pusaka i-Software - Kitab 9 Imam Hadist
Masruri, Ulin Ni’am, Metode Syarah Hadits Semarang: CV Karya Abadi Jaya
Solahudin, Agus dan agus suyadi, ulumul hadis, Bandung: pustakasetia, 2008



[1] Abdul Fatah Idris, Studi Analisis Tahrij hadis-hadis prediktif dalam kitab al-bukhari,2012.h.93
[2] Abdul Fatah Idris, Studi Analisis Tahrij hadis-hadis prediktif dalam kitab al-bukhari,2012.h.100
[3] Badri Khaeruman, Otentisitas Hadis (Studi Kritis Atas Kajian Hadis Kontemporer), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h.195-196
[4] Badri Khaeruman, Otentisitas Hadis (Studi Kritis Atas Kajian Hadis Kontemporer), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h.  197
[5] Abdurrahman dan elan sumarlan, Metode Kritik Hadis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013) , h. 233
[6] Abdul Fatah Idris, Studi Analisis Tahrij hadis-hadis prediktif dalam kitab al-bukhari,2012. H.130
[7]M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadis, Jakarta: Bulan Bintang, 1991, hal. 7
[8] Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta: TERAS, 2003), h. 70-71
[9] Lidwa Pusaka i-Software - Kitab 9 Imam Hadist
[10] Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta: TERAS, 2003), h.85
[11]M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadis, Jakarta: Bulan Bintang, 1991, hal. 7
[12] Badri Khaeruman, Otentisitas Hadis (Studi Kritis Atas Kajian Hadis Kontemporer), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h.223
[13] Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta: TERAS, 2003), h.88-89
[14] Agus solahudin dan agus suyadi, ulumul hadis, (bandung, pustakasetia, 2008), h.241
[15] Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta: TERAS, 2003), h.89
[16] Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta: TERAS, 2003), h.102
[17]M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadis, Jakarta: Bulan Bintang, 1991, hal. 8
[18] Badri Khaeruman, Otentisitas Hadis (Studi Kritis Atas Kajian Hadis Kontemporer), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h.231
[19] Ulin Ni’am Masruri, Metode Syarah Hadits (Semarang: CV Karya Abadi Jaya), 2015. Hal. 140