Wednesday, January 11, 2017

Sejarah Kemunduran Kerajaan Safawi di Persia

Ismail safawi lahir di ardabil, 25 rajab 892h/17 juli 1487 m merupakan pendiri dan penguasa pertama dinasti safawi yang  berkuasa di iran.
Sepeninggal Abbas 1 Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu safi mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), sulaiman (1667-1694 M), Husain (1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M), dan Abbas III (1733-1736 M). pada masa raja-raja tersebut kondisi kerajaan safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada kehancuran.
Adapun penyebab kemunduran kerjaan syafawi yaitu:
1.      Kepemimpinan
Safi Mirza, cucu abbas I  adalah seorang pemimpin yang lemah, ia sangat kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan karena sifat pencemburunya. Kemajuan yang pernah di capai oleh Abbas I segera menurun. Kota Qandahar (sekarang termasuk wilayah Afghanistan) lepas dari kekuasaan kerajaan safawi, diduduki oleh kerajaan mughol yang ketika itu di perintah oleh Sultan Syah Jehar, sementara Baghdad direbut oleh kerajaan Usmani.
Abbas II adalah raja yang suka minum-minuman keras sehingga ia jatuh sakit dan meninggal. Meskipun demikian, dengan bantuan wazir-wazirnya, pada masanya kota Qandahar dapat direbut kembali.
 Sebagaimana Abbas II, sulaiman juga seorang pemabuk. Ia bertindak kejam terhadap para pembesar yang di curigainya. Akibatnya, rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintah, ia diganti oleh Shah Husain Alim. Pengganti Sulaiman ini memberi kekuasaan yang besar kepada para ulama’ Syi’ah yang sering memaksakan pendapatnya terhadap penganut aliran Sunni. Sikap ini membangkitkan kemarahan golonhan Sunni Afganistan, sehingga mereka berontak dan berhasil mengakhiri kekuasaan dinasti Safawi.[1]
Penyebab lainnya adalah dekadensi moral yang melanda sebagian para pemimpin kerajaan safawi. ini turut mempercepat proses kehancuran kerajaan tersebut. Sulaiman, disamping pecandu berat narkotik, juga menyenangi kehidupan malam beserta harem- haremnya selama tujuh tahun tanpa sekalipun menyempatkan diri menangani pemerintahan. Begitu juga Sultan Husein.
Tidak kalah penting dari sebab-sebab diatas adalah seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.[2]
2.      Pemberontakan
Pemberontakan bangsa Afgan tersebut terjadi pertama kali pada tahun 1709 M di bawah pimpinan Mir Vays yang berhasil merebut wilayah Qandahar. Pemberontakan terjadi di heart, suku Ardabil Afghanistan berhasil menduduki Mashad. Mir Vays dig anti oleh Mir Mahmud sebagai penguasa Qandahar. Ia berhasil mempersatukan pasukannya dengan pasukan Ardabil. Dengan kekuatan gabungan ini, Mir Mahmud berusaha memperluas wilayah kekuasaannya dengan merebut negeri-negeri Afghan dari kekuasaan safawi. Ia bahkan berusaha menguasai Persia.
Karena desakan dan ancamanMir Mahmud, Shah Husein akhirnya mengakui kekuasaan Mir Mahmud dan mengangkatnya sebagai gubernur di Qandahar dengan gelar Husein Quli Khan (budak Husein). Dengan pengakuan ini Mir Mahmud  menjadi lebih leluasa bergerak. Pada tahun 1721 M ia dapat merebut han, mengepungnya selama 6 bulan dan memaksa Shah Husein untuk menyerah tanpa syarat. Pada tanggal 12 Oktober 1722 M Shah Husein menyerah dan 25 Oktober Miir Mahmud memasuki kota Isfahan dengan penuh kemenangan.
3.      Aliran
Diantara sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan safawi ialah konflik berkepanjangan dengan Kerajaan Usmani. Bagi kerajaan Usmani berdirinya kerajaan Safawi yang beraliran Syi’ah merupakan ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaannya. Konflik antara dua kerajaan tersebut berlangsung lama, meskipun pernah berhenti sejenak ketika tercapai perdamaian pada masa Shah Abbas I. namun tak lama kemudian Abbas meneruskan konflik tersebut, dan setelah itu dapat di katakan  tidak ada lagi perdamaian antara dua kerajaan besar islam tersebut.
Penyebab penting lainnya adalah karena pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk oleh abbas  I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti  Qizilbash.Hal ini disebabkan karena pasukan tersebut tidak di siapkan secara terlatih dan tidak melalui proses pendidikan rohani seperti yang dialami oleh Qizilbash. Sementara itu, anggota Qizilbash yang baru ternyata tidak memiliki militansi dan semangat yang sama dengan anggota Qizilbash sebelumnya.




[1] Hamka, Sejarah Umat Islam,III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), hlm. 71-73
[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 158-157

No comments:

Post a Comment