Wednesday, November 30, 2016

Filsafat Barat Klasik: Neoplatinisme


PLOTINUS (NEOPLATONISME)
A. Biografi Plotinus
Plotinus dilahirkan pada tahun 204 Masehi di Lycopolis, Mesir. Orang tuanya berasal dari Yunani. Mengenai Plotinus, banyak yang tidak mengetahui tentang kehidupannya, Plotinus terkenal karena ajaran filsafatnya. Pada tahun 232 Masehi, Plotinus pergi ke Alexandria untuk belajar filsafat kepada seorang guru bernama Animonius Saccas, selama 11 tahun. Sebenarnya diusianya yang sudah 28 tahun, Plotinus nampak cerdas sebagai filosof. Namun, baginya itu semua belum cukup. Ia ingin mempelajari mistik dari Persia dan India, secara kebetulan Kaisar Roma ketika itu, Gordianus hendak melakukan penyerangan ke Persia. Plotinus pun meminta agar dirinya dijadikan serdadu dalam laskar Gordianus.
Akan tetapi, keinginan Plotinus untuk mempelajari mistik di Persia dan India gagal, karena Gordianus terbunuh dalam peperangan tersebut. Plotinus selamat dan berhasil melarikan diri ke Antakya (Antioch. Pada umur 40 tahun, Plotinus pergi ke Roma. Lalu, pada tahun 270 Masehi, Plotinus meninggal di Minturnae, Campania, Italia. Muridnya yang bernama Porphyry mengumpulkan tulisannya yang berjumlah 54 karangan.
B. Ajaran Filsafat Plotinus
Plotinus pada awalnya tidak bermaksud untuk mengemukakan filsafatnya sendiri. Ia hanya ingin memperdalam filsafat Plato. Oleh karenanya, filosofinya disebut pula dengan Neoplatonisme. Plato mendasarkan ajarannya kepada yang baik, yang meliputi segala-galanya. Sedangkan ajaran Plotinus berpokok kepada Yang Satu. Walaupun filosofinya berdasarkan ajaran Plato, ia juga mengambil ajaran dari filosofi-filosofi sesudah Plato, selagi ajaran-ajaran itu dapat disesuaikan dengan agamanya.
Yang satu tidak dapat dikenal, sebab tidak ada ukuran untuk membandingnya. Orang hanya dapat mengatakan, apa yang tidak sama dan serupa dengan Dia, tetapi tidak dapat dikatakan apa Dia. Pada dasarnya, Yang Satu itu tidak dapat disebut, karena nama-nama Yang Satu, Yang Baik, berlainan dengan nama-nama yang lain, tidak berhubungan dengan Yang Asal. Yang Satu itu menunjukkan sesuatu yang negatif, yaitu tidak ada padanya yang banyak. Yang Baik menunjukkan apa artinya baik itu untuk makhluk yang lain, bukan apa itu baginya sendiri. Hanya satu saat yang positif yang tidak boleh ada padanya, yaituYang Asal itu adalah permulaan dan sebab yang pertama dari segala yang ada.
Plotinus merasakan kesulitan tentang bagaimana kelanjutan logikanya. Untuk mengatasi kontradiksi itu dikemukakannya dasar kausalita Tuhan sebagai wujud jalan keluar yang dia lakukan. Yang Satu itu adalah semuanya, tetapi tidak mengandung didalamnya satupun dari barang yang banyak itu. Dasar dari yang banyak tidak bisa yang banyak itu sendiri. Sebaliknya, yang satu adalah semuanya berarti bahwa yang banyak itu adalah padanya. Didalam Yang Satu, yang banyak itu belum ada, tetapi yang banyak itu akan ada. Sebab didalamnya, yang banyak itu tidak ada, yang banyak itu datang dari Dia. Karena Yang Satu itu sempurna, tidak mencari apa-apa, tidak memiliki apa-apa dan tidak memerlukan apa-apa, keluarlah sesuatu dari Dia dan mengalir menjadi barang-barang yang ada. Pandangan itu disebut dengan Emanasi dari Dia dan datang dari Dia. Dan dalam alam pemikiran Yunani belum ada pengertian tentangnya.
Mengenai alam, Plotinus mengatakan bahwa alam ini terjadi dari yang melimpah atau mengalir dari Yang Asal dan yang mengalir itu tetap bagian yang asalnya tadi. Bukan Tuhan berada dalam alam, melainkan alam berada dalam Tuhan. Jalannya sebab dan akibat serupa dengan air yang mengalir dalam mata air dan panas dalam api. Emanasi alam dari Yang Asal itu, janganlah dipahamkan sebagai suatu kejadian yang berlaku dalam ruang dan waktu. Sebab, ruang dan waktu terletak pada tingkat yang terbawah daripada Emanasi tadi. Ruang dan waktu adalah pengertian dalam dunia yang lahir.
Dapat disimpulkan bahwa dalam ajaran Plotinus, Yang Satu itu adalah dalam keadaan sempurna. Oleh sebab itu, bertambah banyaknya yang tidak sempurna hanya bisa terjadi dalam bertambah banyaknya yang berbagai rupa, pembagian dan perubahan-perubahan. Dari Yang Satu datang ‘makhluk’ yang pertama, yaitu akal dan dunia pikiran. Dari akal datang jiwa dunia, yang pada akhirnya melahirkan materi.  Semuanya datang dari Yang Satu, tetapi semua itu terus langsung berhubungan dengan Yang Satu tersebut. Begitulah Plotinus menyusun suatu sistem filosofinya, yang sebelumnya hal ini belum ada dalam alam pikiran Yunani. Adapun ajaran-ajaran Plotinus yang dapat disebutkan sebagai berikut :
1.      Ajaran Tentang Jiwa
Ajaran Plotinus tentang jiwa adalah dasar teorinya tentang hidup yang praktis dan ajaran moral. Menurut Plotinus, benda itu karena tidak terpengaruhYang Satu, Yang Baik, adalah pangkal dari yang jahat. Dari teorinya tersebut muncul persoalan bahwa apabila benda dihasilkan oleh jiwa, dengan sendirinya timbul pertanyaan, “Apakah jiwa itu tidak bersalah dalam hal kejahatan benda itu?”.
Plotinus menerangkan bahwa jiwa itu tidak langsung bersalah. Karena jiwa itu memiliki dua macam hubungan ke atas dan ke bawah. Ke atas, ia berhubungan dengan akal dan karena itu ia adalah makhluk yang berpikir dan menerima dari akal itu idea yang kekal. Ke bawah, berarti ia berhubungan dengan dunia benda yang dibentuknya menurut idea yang datang dari atas.
Mengenai perbuatan jiwa, Plotinus mengatakan bahwa pada awalnya kejahatan timbul pada mereka yang menjadi sombong dan ingin mencapai tanda kebesaran untuk diri sendiri. Jika diperhatikan, maka pernyataan ini ada benarnya, karena pangkal dari kejahatan lainnya adalah adanya sifat sombong dalam diri. Seperti halnya sifat Iblis yang menyombongkan dirinya sebagai makhluk yang lebih mulia dari manusia, yang sehingga membuat Iblis harus mendapat murka Allah SWT.
Plotinus menjelaskan hubungan jiwa dan benda beliau mengungkapkan bahwa jiwa yang pada hakikatnya makhluk rohaniah tidak dapat dikurung oleh badan seperti barang dalam peti. Karena makhluk yang lebih tinggilah yang meliputi yang lebih rendah. Yang lebih rendah itu adalah suatu limpahan dari yang lebih tinggi. Hubungan seperti itu terdapat pula pada hubungan jiwa dan badan. Oleh karenanya, dalam badan manusia terdapat dua bagian yang berbeda sama sekali.
Pertama, materi yang dilahirkan oleh jiwa dunia menurut kemestian Emanasi. Kedua, cahaya jiwa dunia dalam benda yang sudah dilahirkan. Jiwa ini bercahaya masuk kedalam badan, tidak lain dari gambaran cahaya dari jiwa dunia yang sebenarnya. Keinginan, kesedihan, kesenangan dan pemandangan tak lain dari pengalaman dan pemandangan dari jiwa tersebut. Jiwa yang sebenarnya, yang masih rohaniah, tidak menderitan sedikitpun. Dengan ‘aku’nya yang bersih, manusia dapat mencapai yang lebih tinggi daripada materi, mencapai alam rohaniah. Akan tetapi, pada ‘aku’ rohaniah yang suci tadi bergantung pula ‘aku’ yang buas, yang menarik yang tinggi tadi ke bawah. Sebaliknya, ‘aku’ rohaniah yang lebih tinggi tadi menarik yang lebih rendah itu ke atas. Pada ‘aku’ rohaniah yang suci tidak terdapat kesenangan dan beban yang ada pada ‘aku’ yang lebih rendah yang buas.Dengan jalan itu, Plotinus mengajarkan bahwa dosa dan keburukan, kejahatan dan kebengisan hanya ada pada keadaan dan perbuatan ‘aku’ yang rendah. Tidak ada pada jiwa yang masih murni.
2.      Ajaran Tentang Hidup dan Moral
Ajaran ini mudah, karena hanya melaksanakan dalam praktik ajarannya tentang jiwa. Tujuan hidup manusia dikatakannya mencapai persamaan dengan Tuhan. Budi yang tertinggi adalah roh. Benda yang disekitar manusia hendaklah diabaikan sama sekali dan jiwa itu harus mencoba semata-mata hidup dalam lingkungan alam rohaniah dan alam pikiran. Hanya dalam alam rohaniah dan alam pikiran itulah, jiwa dapat melatih diri untuk mencapai langkah terakhir, yaitu bersatu dengan Tuhan. Ini hanya dapat dicapai dengan mengembangkan perasaan yang luar biasa, yaitu rasa keluar dari diri sendiri dengan extase.
3.      Ajaran Metafisika Plotinus
Seperti halnya Plato, Plotinus juga menganut realitas idea. Namun, antara keduanya ada perbedaan. Menurut Plato idea itu umum, artinya setiap jenis objek hanya ada satu ideanya. Perbedaan mereka yang pokok adalah pada titik tekan ajaran mereka masing-masing. Plotinus kurang memperhatikan masalah-masalah sosial seperti pada Plato. Plotinus tidak percaya bahwa kemanusiaan dapat dibangun melalui filsafat. Oleh karenanya, Plotinus tidak mencoba mengaplikasikan metafisikanya kedalam politik. Ahmad Tafsir (2010:68) mengatakan, “Sistem metafisika Plotinus ditandai oleh konsep transendens. Menurut Plotinus, didalam pikiran ada tiga realitas, yaitu: the one, the mind dan the soul.
The One (Yang Esa) adalah Tuhan dalam pandangan Philo yaitu suatu realitas yang tidak mungkin dapat dipahami melalui metode sains dan logika. Ia berada diluar eksistensi, diluar segala nilai. Jika kita mencoba mendefinisikannya, kita akan gagal. Yang Esa itu adalah puncak semua yang ada. Ia itu cahaya diatas cahaya. Kita tidak mungkin mengetahui esensinya, kita hanya mengetahui bahwa Ia itu pokok atau prinsip atau prinsip yang berada di belakang akal dan jiwa. Ia adalah pencipta semua yang ada. Mereka yang merasa memiliki pengetahuan keilahian juga tidak akan dapat merumuskan apa Dia sebenarnya.
The Mind (Nous), ini adalah gambaran tentang Yang Esa dan didalamnya mengandung idea-idea Plato. Idea-idea itu merupakan bentuk asli objek-objek. Kandungan Nous adalah benar-benar kesatuan. Agar mampu mengerti, dilakukan perenungan mendalam.
The Soul adalah realitas ketiga dalam filsafat Plotinus. Sebagai arsitek semua fenomena yang ada di alam ini, Soul itu mengandung satu jiwa dunia dan banyak dunia kecil. Jiwa dunia dapat dilihat dalam dua aspek, ia adalah energi di belakang dunia dan pada waktu yang sama ia adalah bentuk-bentuk alam semesta. Jiwa manusia juga mempunyai dua aspek, yaitu: intelek yang tunduk pada reinkarnasi dan irasional. Irasional ini mungkin sama dengan moral pada Kant yang intelek itu kelihatannya sama dengan akal logis.

DAFTAR PUSTAKA
Beni Ahmad Hakim dkk. 2008. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Tafsir, Ahmad. 2010. Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

No comments:

Post a Comment