Ilmu fiqh yang merupakan panduan ubudiah para mukallaf. Selalu
berhadapan dengan kondisi dimana seorang mukallaf berada dan situasi yang
dihadapinya, dimana kondisi dan situasi tersebut dapat mempengaruhi
kemampuannya dalam melaksanakan hal-hal yang menjadi kewajibannya terutama
dalam hal ubudiah.
Ilmu fiqh merupakan hasil dari pemikiran para ulama tentang pedoman
pelaksanaan ubudiyah para mukallaf yang diatur berdasarkan
kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan yang baku yang kita kenal dengan istilah istimbath
hukum. Terlepas dari perbedaan pendapat di kalangan mereka,
istimbath hukum tersebut dilakukan berdasarkan aturan tertentu yang disebut
dengan ushul fiqh.
Mengenai situasi dan kondisi para mukallaf yang
mendapatkan hambatan dalam melaksanakan kewajiban ubudiyahnya, baik hambatan
itu berasal dari dirinya maupun luar dirinya, ushul fiqh mengatur konsep ketetapan dan keringanan yang
dikenal dengan istilah Azimah dan rukhsoh. Makalah
ini berusaha memaparkan secara singkat tentang azimah dan rukhsoh tersebut, serta tata
laksananya menurut para ulama ushul.
PEMBAHASAN
Pengertian Azimah dan Rukhsoh
Azimah
Secara etimologi, azimah berarti tekad yang kuat.
Pengertian seperti ini dijumpai dalam surat Ali-Imran, 3 : 159 ;
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا
غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ
لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ (159)
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan
itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”[1]
Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti
urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.
Secara
terminology, para ulama ushul fikh merumuskan nya dengan :
ما شرع من الاحكم الكلية ابتداء
“Hukum yang ditetapkan Allah pertama kali dalam bentuk hukum-hukum
umum.”
Kata-kata “ditetapkan pertama kali” mengandung arti bahwa pada
mulanyapembuat hukum bermaksud untuk menetapkan hukum taklifi kepada hamba.
Hukum ini tidak didahului oleh hukum lain. Seandainya ada hukum lain yang
mendahuluinya, hukum yang terdahulu itu tentu dinasakh dengan hukum yang datang
belakangan. Dengan demikian hukum azimah ini berlaku sebagai hukum pemula dan
sebagai pengantar kemashlahatan yang bersifat umum.
Kata-kata “hukum-hukum kulliyah (umum)” disini mengandung arti
berlaku untuk semua mukallaf dan tidak ditentukan untuk sebagian mukallaf atau
untuk sebagian waktu tertentu. Umpamanya shalat yang diwajibkan kepada
semua mukallaf dalam semua situasi dan kondisi. Begitu pula kewajiban zakat,
puasa, haji dan kewajiban lainnya.[2]
Menurut jumhur ulama, yang termasuk azimah, adalah kelima hukum taklif(Wajib,
sunah, haram, makruh dan mubah), karena kelima hukum ini disyari’atkan bagi
umat islam sejak semula. Akan tetapi, sebagian ulama berpendapat bahwa
yang termasuk azimah itu hanya hukum wajib, sunah, makruh dan
mubah. Ada juga ulama ushul fikh yang membatasinya dengan hukum wajib dan sunah
saja, serta ada pula yang membatasi dengan wajib dan haram saja. Dengan
demikian azimah adalah hukum yang sudah disyari’atkan oleh Allah kepada
hambanya sejak semula.[3]
No comments:
Post a Comment