Wednesday, November 30, 2016

Makalah Sejarah Peradaban Islam: Hijrah Madinah



BAB I
PENDAHULAN

A. Latar Belakang
Berasal-usul dari keluarga sederhana, Muhammad menegakkan dan menyebarkan salah satu dari agama terbesar di dunia, Agama Islam. Dan pada saat yang bersamaan tampil sebagai seorang pemimpin tangguh, tulen, dan efektif. Kini tiga belas abad sesudah wafatnya, pengaruhnya masih tetap kuat dan mendalam serta berakar.
Muhammad lahir pada tahun 570 M, di kota Mekkah, di bagian agak selatan Jazirah Arabia, suatu tempat yang waktu itu merupakan daerah yang paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni maupun ilmu pengetahuan. Menjadi yatim-piatu di umur enam tahun, dibesarkan dalam situasi sekitar yang sederhana dan rendah hati. Sumber-sumber Islam menyebutkan bahwa Muhamnmad seorang buta huruf. Keadaan ekonominya baru mulai membaik di umur dua puluh lima tahun tatkala dia kawin dengan seorang janda berada. Bagaimanapun, sampai mendekati umur empat puluh tahun nyaris tak tampak petunjuk keluarbiasaannya sebagai manusia.
Umumnya, bangsa Arab saat itu tak memeluk agama tertentu kecuali penyembah berhala Di kota Mekkah ada sejumlah kecil pemeluk-pemeluk Agama Yahudi dan Nasrani, dan besar kemungkinan dari merekalah Muhammad untuk pertama kali mendengar perihal adanya satu Tuhan Yang Mahakuasa, yang mengatur seantero alam. Tatkala dia berusia empatpuluh tahun, Muhammad yakin bahwa Tuhan Yang Maha Esa ini menyampaikan sesuatu kepadanya dan memilihnya untuk jadi penyebar kepercayaan yang benar.
Selama tiga tahun Muhammad hanya menyebar agama terbatas pada kawan-kawan dekat dan kerabatnya. Baru tatkala memasuki tahun 613 dia mulai tampil di depan publik. Begitu dia sedikit demi sedikit punya pengikut, penguasa Mekkah memandangnya sebagai orang berbahaya, pembikin onar. Di tahun 622, cemas terhadap keselamatannya, Muhammad hijrah ke Madinah, kota di utara Mekkah berjarak 200 mil. Di kota itu dia ditawari posisi kekuasaan politik yang cukup meyakinkan.
Peristiwa hijrah ini merupakan titik balik penting bagi kehidupan Nabi. Di Mekkah dia susah memperoleh sejumlah kecil pengikut, dan di Medinah pengikutnya makin bertambah sehingga dalam tempo cepat dia dapat memperoleh pengaruh yang menjadikannya seorang pemegang kekuasaan yang sesungguhnya. Pada tahun-tahun berikutnya sementara pengikut Muhammad bertumbuhan bagai jamur, serentetan pertempuran pecah antara Mektah dan Madinah. Peperangan ini berakhir tahun 630 dengan kemenangan pada pihak Muhammad, kembali ke Mekkah selaku penakluk. Sisa dua setengah tahun dari hidupnya dia menyaksikan kemajuan luar-biasa dalam hal cepatnya suku-suku Arab memeluk Agama Islam. Dan tatkala Muhammad wafat tahun 632, dia sudah memastikan dirinya selaku penguasa efektif seantero Jazirah Arabia bagian selatan.[1]
Keterangan lebih lanjut ada dalam makalah yang kami tuliskan berikut. Selamat membaca, semoga bisa bermanfaat bagi kami dan kamu sekalian.

B. Rumusan Masalah
Apa makna hijrah Nabi dan peradaban islam di Madinah ?






BAB II
PEMBAHASAN

A. Makna Hijrah Nabi SAW
Ketika kezaliman telah memuncak, Rasulullah s.a.w. mengumpulkan para pengikut, dan sambil menunjuk arah ke Barat beliau mengatakan tentang suatu negeri di seberang lautan, tempat orang tidak dibunuh karena berganti agama, tempatmereka dapat beribadah kepada Tuhan tanpa diganggu dan di sana ada seorang raja yang adil. Sebaiknya mereka pergi ke sana; mungkin perubahan suasana akan membawa perbaikan dan kelegaan. Serombongan Muslimin- wanita, pria, dan anak-anak - mengikuti nasihat itu dan berangkat ke Abessinia. Hijrah berskala kecil dan sangat mengharukan. Orang-orang Arab memandang diri mereka sebagai penjaga  Ka'bah dan memang demikian kenyataannya. Untuk meninggalkan Mekkah adalah suatu peristiwa yang sangat pahit dan tidak ada seorang Arab pun yang mau berbuat demikian kecuali jika kehidupannya di Mekkah sudah sama sekali tidak mungkin. Pula, orang-orang Mekkah tidak sudimembiarkan gerakan semacam itu. Mereka tidak akan membiarkan orang-orang yang menjadi mangsa itu melarikan diri dan mempunyai kesempatan sedikit untuk hidup di tempat lain.[2]
Selanjutnya, orang-orang musyrik bertindak memboikot Rasulullah s.a.w., Bani Hasyim dan Bani Muttolib. Orang musyrik tidak lagi berjual beli, bernikah dan bergaul dengan mereka. Orang musyrik juga tidak menerima sebarang perdamaian daripada mereka.
Pemboikotan itu berlanjutan selama dua atau tiga tahun. Rasul s.a.w. dan orang yang bersamanya berhadapan dengan kesulitan yang teruk kesan pemboikotan tersebut. Ia berakhir hasil usaha tokoh-tokoh Quraisy yang rasional.
Walaupun setelah golongan jahat dan sesat mengenakan seksaan dan penindasan ke atas orang-orang mukmin, mereka tetap berpegang dengan akidah mereka. Ini menjadi bukti kejujuran iman dan keikhlasan pegangan akidah mereka. la juga menunjukkan ketinggian jiwa dan rohani mereka. Mereka menganggap kesakitan yang menimpa hanyalah sebagai satu kerehatan perasaan, juga ketenangan jiwa dan akal. Mereka lebih mendambakan keredhaan Allah Jalla Sya'nuh berbanding penyeksaan, halangan dan penindasan yang dialami oleh jasad mereka.
Sabda Rasul s.a.w. kepada bapa saudara Baginda Abu Tolib dan keengganan Baginda menerima tawaran harta dan takhta yang ditawarkan oleh Quraisy menjadi bukti kebenaran dakwaan kerasulan Baginda. la juga menjadi bukti kesungguhan Baginda membawa petunjuk kepada manusia. Demikian juga, seseorang pendakwah sepatutnya tekad meneruskan dakwahnya walau bagaimana golongan batil berhimpun menentangnya. Dia perlu mengalih pandangannya daripada godaan mereka yang menawarkan kemegahan dan pangkat. Bagi orang-orang mukmin, susah payah di jalan kebenaran merupa-kan kerehatan jiwa dan hati mereka. Pada mereka, redha Allah dan syurga-Nya lebih mulia dan lebih berharga dari pada segala pangkat, kemegahan dan harta dunia.
Perintah Rasulullah s.a.w. kepada para sahabat agar berhijrah ke Habsyah sebanyak dua kali menunjukkan ikatan agama sesama golongan beragama (walaupun berbeza agama mereka) adalah lebih kuat dan kukuh. Ini berbanding ikatan mereka dengan penyembah berhala dan golongan atheis. Agama-agama Samawidari segi sumber dan asas-asasnya yang aahih, sepakat dalam objektif utama sosial. la juga sepakat dalam persoalan keimanan kepada Allah, rasul-rasul-Nya dan hari Akhirat. Kebersamaan ini menjadikan jalinan kekerabatan antara agama-agama ini lebih kukuh berbanding mana-mana jalinan lain; Sama ada ikatan kaum kerabat, hubungan darah ataupun tempat tinggal yang berpasakkan pegangan atheism, keberhalaan dan kekufuran terhadap syariat Allah.[3]

B. Peradaban Islam di Madinah
Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan Negara baru, nabi segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat.
1. Pembangunan masjid
Setelah agama Islam datang, rasulullah bermaksud hendak mempersatukan suku-suku bangsa ini, dengan jalan menyediakan suatu tempat pertemuan. Di tempat ini semua penduduk dapat bertemu untuk mengerjakan ibadah dan pekerjaan-pekerjaan atau upacara-upacara lain. Maka Nabi mendirikan masjid, dan diberi nama “Baitullah”.
Di masjid ini kaum muslimin dapat bertemu mengerjakan ibadah, belajar mengadili perkara-perkara, jual-beli, upacara-upacara lain. Kemudian ternyata bahwa banyak terjadi hiruk-pikuk yang mengganggu orang-orang yang sedang sembahyang. Maka dibuatnyalah suatu tempat yang khas untuk sembahyang, dan satu lagi khas untuk jual beli, tempat yang dibuat khas untuk “masjid”. Masjid ini memegang peranan besar untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka.
Tujuan Rasulullah mendirikan masjid adalah untuk mempersatukan umat manusia dalam satu majlis, sehingga majlis ini umat islam bias bersama-sama melaksanakan shalat jama’ah secara teratur, mengadili perkara-perkara dan bermusyawarah.[4]

2. Mempersatukan kaum Anshar dan Muhajirin
Rasulullah telah memepertalikan keluarga-keluarga Islam yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar. Masing-masing keluarga mempunyai pertalian yang erat dengan keluarga-keluarga yang banyak, karena ikatan persaudaraan yang diadakan rasulullah. Persaudaraan ini pada permulaannya mempunyai kekuatan dan akibat sebagai yang dipunyai oleh persaudaraan nasab, termasuk diantaranyahal pustaka, hal tolong-menolong dan lain-lain.

3. Menjalin hubungan dengan non-muslim
Nabi Muhammad SAW hendak menciptakan toleransi antar golongan yang ada di Madinah, oleh karena itu Nabi membantu perjanjian antara kaum muslimin dengan non muslimin. Menurut Ibnu Hisyam, isi perjanjian tersebut antara lain sebagai berikut:
  • Pengakuan atas hak pribadi keagamaan dan politik
  • Kebebasan beragama terjamin untuk sesama umat
·         Adalah kewajiban penduduk Madinah, baik muslim maupun non muslim, dalam hal moril maupun materil, mereka harus bahu membahu menangkis semua serangan terhadap kota mereka (Madinah).

4. Menetapkan dasar-dasar politik, ekonomi dan sosial untuk masyarakat baru
Karena masyarakat islam itu telah terwujud, maka menjadi suatu keharusan islam untuk menentukan dasar-dasar yang kuat bagi masyarakat yang baru teòwujud itu. Sebab itu ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan dalam periode ini terutama ditujukan kepada pembiaan hokum. Ayat-ayat yang diturunkan itu diberi penjelasan oleh Rasulullah. Mana-mana yang belum jelan dan belum terperinci dijelaskan oleh Rasulullah dengan perbuatan-perbuatan beliau.
Maka timbullah dari satu buah sumber yang menjadi pokok hokum ini (Al Qur’an dan Hadits). Satu sistem yang amat indah untuk bidang politik, yaitu sistem bermusyawarah.
Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad mengadakan ikatan perjanjian dengan Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang. Sebuah piagam (dikenal dengan konstitusi Madinah atau piagam Madinah) yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas yang dikeluarkan. Setiap golongan masyarakat yang memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaa. Kemerdekaan beragama dijamin, dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan negeridari serangan luar. Diantaranya isi piagam madinah adalah :
  • Mereka adalah satu kesatuan masyarakat (ummah) yang mandiri berbeda dengan yang lain.
  • Muhajirin quraisy, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama –sama ( secara kelompok) membayar diyat di kalangan mereka sendiri, dan mereka  ( sebagai satu kelompok) menerima uang tebusan atau (tawanan) mereka, (ini harus dilaksanakan dengan benar dan adil diantara mukminin.
  • Mukmin tidak diperkenankan menyingkirkan arang yang berhutang tapi harus memberinya  (bantuan) menurut kewajaran, baik untuk membayar tebusan maupun untuk membayar diyat.
  • Seorangmukmin tidak diperkenankan membunuh seseorang mukmin untuk kepentingan kafir,dan tidak diperkenankan juga berpihak kepada dalam sengketa dengan seorang mukmin.
·         Siapa saja yahudi yang mau bergabung berhak mendapatkan bantuan dan persamaan (hak).  Dia tidak boleh diperlakukan secara buruk dan tidak boleh pula memberikan bantuan kepada musuh-musuh mereka.[5]

5. Peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada periode Madinah
a. perang badar
Perang badar, perang antara kaum muslimin dengan kaum musyrik Quraisy. Pada tranggal 8 Ramadhan tahun 2 hijriyah, Nabi bersama 305 orang muslim bergerak keluar kira membawa perlengkpan yang sederhana. Di daerahBadar, kurang lebih 120 kilometer dari madinah, pasukan Nabi bertemu dengan pasukan quraisy yang berjumlah 900 sampai 100 orang. Nabi sendiri yang memegang komando. Dalam perang ini kaum muslimin keluar sebagai pemenang.

b. perang uhud
Bagi kaum quraisy Mekkah, kekalahan mereka dalam perang badar merupakan pukulan berat. Mereka bersumpah akan membalas dendam. Pada tahun 3 H, mereka berangkat menuju madinah membawa tidak kurang 3000 pasukan berkendaraan unta, 200 pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid bin walid, 700 orang diantara mereka memakai baju besi. Nabi Muahammad menyongsong kedatang mereka dengan pasukan sekitar seribu menyosong  kedatang mereka denga 300 orang yahudi membelot dan kembali dan kembali ke madinah. Beberapa kilo meter dari kota madinah tepatnya di bukit Uhud, kedua pasukan bertemu, perang dahsyat pun berkobar.

c. perang khandak
Masyarakat yahudi yang mengungsi ke khaibar itu kemudian mengadakan kontak denga mayarakat Mekkah untuk menyusun kekuatan bersama guna menyerang Madinah. Mereka membentuk pasukan gabungan beberapa suku arab lain. Mereka bergerak menuju Madinah pada tahun 5 H. atas usul Salman Al-farisi, Nabi memerintahkan umat islam menggali parit untuk pertahanan. Setelah tentara sekutu tiba, mereka tertahan oleh parit itu. Namun, mereka mengepung Madinah dengan mendirikan kemah-kemah di luar parit hampir sebulan lamanya. Perang ini disebut perang ahzab ( sekutu beberapa sekutu) atau perang khandaq (parit). Dalam suasana kritis itu, orang-orang yahudi Bani Quraizha di bawah pimpinan ka’ab Bin As’ad berkhianat. Hal ini membuat umat islam makin terjepit. Setelah sebulan pengepungan, angin dan badai turun amat kencang, menghantam dan menerbangkan kemah-kemah dan seluruh tentara sekutu. Mereka terpaksa menghentikan pengepungan dan kembali  ke negeri masing-masing tanpa hasil apapun. Sementara itu, penghianatan-penghianatan yahudi Bani Quraizha dijatuhi hukuman berat, hukuman mati.[6]

d. perjanjian Hudaibiyah
Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin sudah merindukan ibadah     haji. Pada tahun ke 6 H, Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin berangkat ke Makkah. Jumlah mereka sebanyak 1000 orang, untuk menghilangkan praduga jelek dari kaum kafir Quraisy, umat islam berpakaian ihram dan menuntuk ternak untuk di sembelih pada hari Tasrik di Mina. Untuk sekedar menjaga diri, mereka membawa pedang yang disarungkan.
Ketika sampai di suatu tempat yang bernama Hudaibiyah, Nabi Muhammad SAW berhenti. Beliau mengutus Usman bin Affan kepada orang-orang kafir Quraisy untuk menjelaskan tujuan kaum muslimin ke Makkah, yaitu untuk beribadah haji dan menengok saudara-saudaranya. Namun Usman di tahan oleh orang kafir Quraisy dan terdengar berita bahwa dia dibunuh. Ternyata berita itu tidak benar, Usman datang dan berhasil memberi penjelasan kepada orang-orang kafir Quraisy.
Tidak lama kemudian, utusan kafir Quraisy yang bernama Suhail bin Amr datang. Dalam pertemuan itu disepakati perjanjian antara kaum muslimin dan kaum kafir Quraisy. Perjanjian itu di sebut perjanjian Hudaibiyah. Adapun isinya adalah sebagai berikut:
  • Umat islam tidak diperbolehkan menjalankan Umrah tahun ini. Tahun depan baru diperbolehkan. Umat islam tidak boleh berada dimekah lebih dari 3 hari.
  • Keduanya tidak saling menyerang selama 10 tahun.
  • Orang islam yang lari kee Makkah (murtad) diperbolehkan, sedangkan orang kafir (mekah) yang lari ke Madinah ( masuk islam) harus ditolak.
·         Suku Arab yang lain bebas memilih ikut ke Madinah atau ke Makkah.
Dan masih banyak lagi peristiwa-peristiwa yang lain. Yang tidak memungkinkan untuk kami kupas dalam makalah yang sederhana ini.[7]



BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP

Hal yang membuat rasulullah saw dam umatnya berhijrah karena sikap orang-orang Qurasy yang sudah keterlaluan. Mereka menyiksa, menganiaya, mencaci dan kedzaliman yang lainnya. Hingga pad puncaknya, orang-orang Quraisy melakukan pemboikotan pada Bani Hasyim. Hal itu sangat menyulitkan bagi rasul dan umatnya. Sehingga mereka berhijrah ke Habsyah.
Rasul hijrah karena beliau ingin umatnya tidak disiksa atau didzalimi oleh orang-orang Quraisy, dan bisa melakukan ibadah dengan tenang tanpa gangguan. Mereka berhijrah hingga menemukan tempat dimana mereka disambut dan didukung dengan baik. Tempat itu ialah Yastrib (setelah kedatangan rasul, namanya berganti Madinah).
Hal yang pertama dilakukan rasul di Madinah adalah membangun masjid. Yang digunakan untuk mempersatukan umat dalam suatu majlis. Kemudian rasul juga memeprsatukan dan mensaudarakan kaum anshar dan kaum muhajirin, menetapkan dasar-dasar politik, sosial, dan ekonomi. Peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di Madiah antara lain adalah perang badar, perang uhud, perang khandak, perjanjian hudaibiyah, dan masih banyak lagi yang tak memungkinkan kami muat dalam makalah yang sederhana ini.
Mungkin hanya ini yang dapat kami uraikan dalam makalah ini. Apabila terdapat kesalahan dalam makalah ini, kami mohon kritik dan saran dari pembaca. Guna untuk perbaikan karya tulis yang akan datang. Terima kasih.




DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Bashiruddin Mahmud. Riwayat Hidup Rasulullah Saw. Bogor : Yayasan Wisma Damai. 1992
Asy-Syibaie, Mustafa. Sejarah Nabi Muhammad Saw Pengajaran dan Pedoman. Bogor : Pustaka Islam. 1962
Hart, Michael H. Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah. Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya. 1982
http://peristiwa-peristiwa-penting-di-Madinah,23/03/2014/19:20.html.


[1] Michael H. Hart. Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah. Terjemahan H. Mahbub Djunaidi.
[2] Bashiruddin Mahmud Ahmad. Riwayat Hidup Rasulullah Saw. Hlm. 24
[3] DR. Mustafa asy-Syibaie. Sejarah Nabi Muhammad Saw Pengajaran dan Pedoman. Hlm. 24-27
[4] Bashiruddin Mahmud Ahmad, op.cit, Hlm. 31
[5] Ibid, Hlm. 59
[6] http://peristiwa-peristiwa-penting-di-Madinah,23/03/2014/19:20.html.
[7] Bashiruddin Mahmud Ahmad. Op.cit. hlm. 63

No comments:

Post a Comment