Saturday, July 2, 2016

Makalah Madzahibur Tafsir tentang Sejarah Pembukuan Tafsir Dan Kitab-Kitab Tafsir



I. PENDAHULUAN
            Perkembangan tafsir setelah zaman nabi, sahabat dan tabi’in adalalah abad pertengahan. Pada abad ini tradisi penafsiran al Qur’an lebih didominasi oleh kepentingan-kepentingan politik, madzhab, atau ideologi keilmuan tertentu, sehingga al Qur’an sering kali diperlakaukaan sekedar sebagai legitimasi bagi kepentingan tersebut. Para mufasir pada abad ini pada umumnya sudah diselimuti “jaket ideologi” tertentu sebelum mereka menafsirkan al Qur’an. Akibatnya al Qur’an cenderung menjadi objek kepentingan sesaat untuk membela kepentingan subjek(penafssir dan penguasa).
            Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan ilmu pengetahuan, tradisi penafsiran al Qur’an terus berkembang. Hal ini terbukti dengan kemunculan kitab-kitab tafsir yang sangat beragam. Bahkan dari abad ke III sampai abad ke IV H, bidang tafsir menjadi disiplin ilmu yang mendapat perhatian khusus dari para sarjana muslim. Setiap generasi muslim dari masa kemasa telah melakukan interpretasi dan interpretasi terhadaap al Qur’an. [1]
II. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana sejarah Pembukuan tafsir dan apa saja kitab-kitab tafsir yang dihasilkan?
II. PEMBAHASAN
A. Sejarah pembukuan tafsir pada masa pembukuan
            Pembukuan ( tadwin) tafsir terjadi pada masa akhir pemerintahan daulah Bani Umayyah atau pada masa permulaan pemerintahan daulat bani Abasiyyah. Pada masa ini baru mengumpulkan hadis-hadis tafsir yang diterima dari sahabat dan tabi’in. Mereka menyusun tafsir dengan cara menyebuut ayat , lalu menyebut nukil-nukilan yang mengenai tafsir ayat itu dari sahabat dan tabi’in. Hal ini terjadi pada abad ke II Hijriyah. Pembukuan tafsir dimaksudkan agar al Qur’an dapat difahami maknanyaa oleh mereka yang tidak memiliki saliqah bahasa arab lagi.  [2]
            Berbagai ragam corak penafsiran muncul, terutama pada akhir masa dinasti Umayah dan awal dinasti Abasiyah. Terlebih ketika penguasa pada masa khalifah kelima Dinasti Abasiyyah yakni Khalifah Harun al Rasyid (785-809 M), memberikan perhatian khusus terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, yang kemudian dilanjutkan oleh khalifah al Makmun (813-830 M). Dunia islam pada saat itu benar-benar memeimpin peradaban dunia . kitab-kitab tafsir diera keemasan islam inipun banyak bermunculan ; tafsir jami’ al Bayan an Ta’wil Ay al Qur’an karya Ibn Jarir ath Thabari (w. 923 M). [3]
Pada periode ketiga dari perkembangan tafsir adalah periode pembukuan yang dimulai pada akhir kekhalifahan bani umayyahdan pada awal kekhalifahan bani abbasyiyah. Pada periode ini tafsir memasuki beberapa tahap, masing-masing mempunyai metode dan ciri-ciri yang berbeda-beda.
Tahap pertama, tafsir masih belum dibukukan secara sistematis , yaitu disususn secara berurutan ayat demi ayat, surat demi surat dari awal sampai akhir al Qur’an , tetapi itu hanyalah usaha sampingan dari para ulama dalam rangka mengumpulkan hadis-hadis yang tersebar diberbagai daerah. Karena pada waktu itu para ulama lebih memprioritaskan terhadap hadis, sehingga tafsir hanya merupakan salah satu bab yang dicakupnya, dan tafsir itu dibukukan dalam bentuk bagian dari pembukuan hadis. [4]
Tokoh-tokoh yang terkenal dan memepunyai perhatian penuh terhadap periwayatan tafsir yang dinisbatkan kepada nabi, sahabat, dan tabi’in dan juga perhatian terhadap pengumpulan hadis nabi adalah: Yazid bin Harun As sulami (w. 117 H), Syu’bah bin al Hajjaj ( w. 160 H), Waki’ bin Jarrah( w. 197 H), Sufyan bin Uyainah(w.198H), Rauh bin ‘Ubadah al Bisri(w. 205H), Abdurrazaq bin Hummam(w.211 H), Adam bin Abu Iyas(w. 220H), dan ‘abn bin Humaid(w. 249 H).
Tahap kedua, muncul beberapa ulama yang menulis tafsir secara khusus dan berusaha memisahkan antara penafsiriran al Qur’an dari usaha pengumpulan dan pembukuan hadis serta menjadikannyaa sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri. Al Qur’an ditafsirkan secara sistematis , sesuai dengan urutan mushaf. Usaha ini dilakukan pada abad ke III Hijriyah, dan berakhir pada abad awal ke V Hijriyah. Para ulama ; Ibnu Majah(w. 273 H), Ibnu Jarir at Thabaari (w. 310 H), Abu Bakar bin Munzir an Naisaburi (w. 318 H), Ibnu Abi Hakim (w. 327 H), Abusy- Syaikh bin Hibban (w. 369 H), al Hakim (w. 405 H), dan Abu Bakar bin Mardawaih(w. 410 H) dll.
Tafsir generasi ini memuat riwayat-riwayat yang disandarkan kepada rasulullah, sahabat, tabi’ tabi’in, dan terkadang disertai pentarjihan terhadap pendapat-pendapat yang diriwayatkan, dan penyimpulan sejumlah hukum serta penjelasan kedudukan kata jika diperlukan.
Tahap ketiga, perkembangan tafsir tidak berhenti pada corak tafsir bi al ma’tsur saja , tetapi berlanjut pada perkembangan berikutnya, dimana muncul sejumlah mufasir yang dalam aktifitasnya mulai meringkas sanad-sanad dan menghimpun berbagai pendapat tanpa menyebutkan pemiliknya. Oleh karena itu banyak terjadi pemalsuan dalam bidang tafsir yang mengakibatkan tercampurnya antara riwayat yang shahih dan yang tidak shahih. Sehingga para peneliti dan pengkaji kitab-kitab tersebut beranggapan bahwa semua riwayat yang terdapat didalaamnya adalah shahih dan menjadikannya sebagai dumber penafsiran. Disisi lain mereka juga mulai menggunakan cerita-cerita Israiliyat sebagai dasar penafsiran tanpa diseleksi trelebih dahulu.
Tahap keempat, pada tahap ini ilmu pengetahuan telah berkembang dengan pesat , pembukuan tafsir telah mencapai kesempurnaan, cabang-cabangnya mulai bermunculan, perbedaan pendapat terus meningkat, masalah-masalah kalam semakin berkobar, fanatisme mazhab semakin serius, dan ilmu-ilmu filsafat bercorak rasional bercampur baur dengan ilmu-ilmu naqli serta setiap golongan berupaya mendukung mazhab masing-masing. Ini semua menyebkan tafsir ternoda , sehingga para mufasir dalam menafsirkan al Qur’an berpegang pada pemahaman pribadi dan mengarah kepada berbagai kecenderungan.[5]
Ahli ilmu rasional hanya memperhatikan dalam tafsir kata-kata pujangga dan fisof, seperti ; Fakhruddin Ar Razi (w. 606 H). Ahli-ahli fikih hnya membahas soal-soal fiqih , seperti al Jassah dan al Qurtubi, dan golongan tasawuf hanya mengemukakan makna-makna isyari, seperti Ibnu ‘Arabi.[6]
Skema pembukuan tafsir:
Tahap
Peristiwa yang terjadi
Tokoh-tokoh
Abad
1.
Belum dibukukan secara sistematis.
Yazid bin Harun As sulami (w. 117 H), Syu’bah bin al Hajjaj ( w. 160 H), Waki’ bin Jarrah( w. 197 H), Sufyan bin Uyainah(w.198H), Rauh bin ‘Ubadah al Bisri(w. 205H), Abdurrazaq bin Hummam(w.211 H), Adam bin Abu Iyas(w. 220H), dan ‘abn bin Humaid(w. 249 H).

2.
Muncul ulama yang menulis tafsir dan memisahkan penasiran dari hadis-hadis kemudian penafsirannya sudah sistematis.
Ibnu Majah(w. 273 H), Ibnu Jarir at Thabaari (w. 310 H), Abu Bakar bin Munzir an Naisaburi (w. 318 H), Ibnu Abi Hakim (w. 327 H), Abusy- Syaikh bin Hibban (w. 369 H), al Hakim (w. 405 H), dan Abu Bakar bin Mardawaih(w. 410 H) dll.
Dimulai pada abad ke III Hijriyah dan berakhir pada abad ke V Hijriyah.
3.
Muncul para mufasir yang meringkas sanad-sanad dan menghimpun pendapat-pendapat tanpa menyebutkan pemiliknya.



4.
Pembukuan tafsir telah sempurna tetapi banyak bermunculan berbagai masalah.




B. Tokoh-tokoh yang terlibat Pembukuan Tafsir
Pada permulaan masa Bani Abbasiyah itu terjadi uasaha-usaha untuk mengumpulkan hadis-hadis tafsir dari umumnya hadits. Karenanya hadis tafsir merupakan bagian dari tafsir.
Banyak ulama yang yang berusaha mengumpulkan hadits-hadits tafsir dengan melewat ke berbagai kota, seperti yang dilakukan oleh :
(a)  Yazid bin Harun As-Sulamy (wafat 117 H).
(b) Syu’bah bin Al-Hallaj (wafat tahun 160 H).
(c)  Waki’ bin Al-Jarrah (wafat 197 H).
(d) Sufyan bin Uyainah (wafat tahun 198 H).
(e)  Rauh bin Ubadah Al-Bishri (wafat tahun 205 H).
(f)  Abdur Razzaq bin Hammam (wafat  tahun 211 H).
(g) Adam bin Abi Iyas (wafat tahun 220 H).
(h) Abdun bin Humaid (wafat tahun 249 H).

C. Kitab-kitab Tafsir dan Para Tokoh Tafsir

Ø  Adapun tafsir-tafsir yang terkenal pada abad ke-2 Hijriyah ialah :
(1) Tafsir As-Suddy (127 H)
As-Suddy menerangkan riwayat-riwayat yang disandarkan kepada Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas. Tetapi dia ini adalah orang yang di perselisihkan. Yang meriwayatkan riwayat-riwayatnya, yaitu bath bin Nashr, demikian juga halnya.
(2) Tafsir Ibnu Juraij (150 H)
Ibnu Juraij meriwayatkan segala riwayat yang mengenai ayt, shahih ataupun dhaif.
(3) Tafsir Muqatil (150 H)
Muqatil banyak sekali belajar kepada orang-orang Yahudi. Karena itu, Abu Hanifah menuduhnya seorang yang dusta. Dan begitu pulaIbnu Mubarak tidak mempercayainya.
(4) Tafsir Muhammad Ibn Ishaq
Beliau ini banyak menerima riwayat dari K’bul Ahbar.
(5) Tafsir Ibnu Umayyah
(6) Tafsir Waki’ Ibnu Jarah
Semua tafsir ini telah hilang dibawa arus masa, tak ada yang sampai kepada kita. Dalam pada itu, isi kandungannya telah ditampung oleh tafsir Ibnu Jarir At-Thabary (310 H)

Ø  Ulama-Ulama Tafsir Abad ke-3 Hijriyah
1.    Ulama-ulama tafsir riwayat : Al-Waqidy, Abdur Razaq bin Hamman, Abdun Ibnu Humaid, Ibnu Jarir At-Thabary, Iishaq ibn Rohawaih, Rauh bin Ubadah, Sa’id bin Manshur, Abu Bakar bin Abi Syaibah, Baqy ibn Mikhlad, dam bin Abi Iyas, dan saeabagainya.
2.    Ulama-ulama tafsir dirayat : Al-Allaf (226 H), Al-Jahidl (225 H), An-Nadham (231 H)
Tafsir Jami’ul Bayan adalah tafsir yang paling terkenal pada abad ke-3 Hijriyah. Tafsir ini disusun oleh Ibnu Jrir At-Thabary, dan tafsir Baqy bin Mikhlad. Tetapi tafsir yang berkembang luas dalam masyarakat adalah tafsir Ibnu Jarir At-Thabary.

Ø  Tafsir abad ke-4 Hijriyah
Ciri spesifik tafsir abad ke-4 H adalah menafsirkan Al-Qur’an dengan dirayah (bil ma’qul) dan mengosongkan cerita-cerita israiliyat. Adapun riwayat-riwayat yang shahih dapat diterima.
Tafsir dirayah ini dikembangkan oleh golongan Mu’tazilah. Maka lahirlah Tfsir yang disusun oleh Muslim Al-Asfahany(322 H). Tafsir ini bernama Jami’ut Ta’wil. Inti tafsir ini dinukil oleh Ar-Razi ke dalam tafsirnya yang bernama Al-Muqtathaf. Diantara pendapat Abu Muslim yang menggegerkan para ulama ialah bahwa dalam Al-Qur’an tidaka ada nasikh mansukh.
Termasuk tokoh tafsir dirayah pula ialah : Abu Bakar Al-Asham, Al-Juba’i, dan Ubaidillah ibn Muhammad ibn Jarwu.
Pada abad ke-4 ini, timbul pula tafsir shufi At-Tastary, yang menysun tafsir berdasarkan isyarat.

Ø  Tafsir pada abad ke-5 Hijriyah
     Diantar tafsir abad ke-5 H ialah Tafsir Al-Kasyaf susunan Az-Zamakhsyary (467-528 H). Tafsir ini terbit pada zaman tafsir bil ma’qul mencapai puncaknya. Az-Zamakhsyary menerangkan rahasiabalaghah Al-Qur’an dengan sempurna. Ayat-ayat yang mengenai aqidah beliau tafsirkan sesuai golongan Mu’tazilah yang menafsirkan Al-Qur’an dengan aqal, namun di dalamnya terdapat pula atsar dan cerita Israiliyat yang menerangkan asbabun nuzul.
Tafsir-tafsir lain yang terbit pada abad ke-5 Hijriyah :
1.    Al-Wajiz fi Tafsir Al-Qur’anul Aziz oleh Al-Wahidy (468 H)
2.    AT-Tibyan fi Tafsiril Qur’an oleh Abu Ja’far bin Hasan At-Thusy (459 H) dari golongan syi’ah.
3.    Tafsir yang disusun oleh Ats-Tsa’labi (427 H). Tafsir ini penuh berita dongeng-dongeng.

Ø  Tafsir pada abad ke-6 Hijriyah
Diantaranya :
1.    Ma’alimt Tanzil, susunan Al-Baghawi (516 H)
2.    Ahakamul Qur’an, susunan Ibnul Araby (542 H)
3.    Tafsir yang disusun oleh Abu Muhammad Athiyah Al-Maghraby (542 H). Tafsirnya bernama Al-Muharrul wajiz.
4.    Zadul Masir dan Fununul Afnan, oleh Ibnul Jauzy (597 H).


Ø  Tafsir pada abad -7 Hijriyah
Diantaranya :
1.    Al-Intishaf, susunan Ahmad Ibnu Munir Al-Iskandary (683 H). Tafsir ini di dalam bidang aqidah telah membantah aqidah-aqidah Mu’tazilah yang dikemukakan oleh Az-Zamakhsyari, dan dikemukakan olehnya aqidah Ahlus Sunnah Wal Jana’ah. Ahmad Ibn Munir membantah Az-Zamakhsyari dalam beberapa soal bahasa.
2.    Tafsir Mafatihul Ghaib (tafsir al-kabir), susunan Fahruddin At-Razi atau Al-Fakhru Razi (605 H)
3.    Anwarui Tanzil, susunan Al-Baidlawi (685 H). Dalam tafsir ini diterangkan i’rob, qira’at, dan balaghah Al-Qur’an.
4.    Tafsir Ibnul Qayyim
5.    Al-Jami’ Li ahkamil Qur’an, disusun oleh Abu Abdullah Al-Qurthubi (671 H)
6.    Al-Jam’u wat Tafshil fi Ibda’i Ma’anit Tanzil, oleh Ibnu ‘arabi (638 H).
7.    Al-Insaf fil Jam’i bainal Kasyifi wal Kasysyaf, susunan Ibul atsir (606 H)

Ø  Tafsir abad ke-8 Hijriyah
Diantaranya :
1.    At-Tanwir fit tanzil, susunan Muhammad Ibnu abil Qasim Ar-Rify. Kitab itu merupakan mukhtasar dari tafsir al-kabir
2.    Madariqut Tanzil wa Haqaiqu Ta’wil, susunan Abdullah ibnu Muhammad dan An-nasafi (701 H)
3.    Tafsir Lubabut Ta’wil fi ma’anit Tanzil, disusun oleh Al-Hazim (725 H)
4.    Al-Bahrul Muhith, disusun oleh Ibnu Hayyan (754 H)
5.    Ad-Durarul Laqith Minal Bahrul Muhith, susunan Tajudin Ahmad ibnu Abdil Qadir (749 H). Tafsir membetulkan kesalahan tafsir al-Kasysyaf Az-Zamakhsyary dan tafsir Ibnu Athiyah
6.    Tafsir Ibnu Katsir (774 H) . tafsir ini paling shahih periwayatannya dan bernilai tinggai
7.    Tafsir Samsudin al-Ashfahahny (749 H).

Ø  Tafsir pada Abad ke-9 Hijriyah
Diantara tafsir yang terbit pada abad ke-9 H ialah Tanwirul Miqyasmin Tafsir Ibni Abbas, disusun oleh Thahir Muhammad ibn Ya’qub (817 H).

Ø  Tafsir pada abad ke-10 Hijriyah
Diantarnya :
1.    Tafsir Jalalin, disusun oleh Jlaludin Al-Mahalli kemudian di sempurnakan oleh Jlaludin As-Suyuhi (911 H)
2.    Turjumanul Qur’an, disusun oleh As-Suyuthi (911 H).
3.    As-Siraji Munir. Susunan Al-Khatib Syarbiny (977 H).

Ø  Tafsir pada abad ke-11, ke-12, ke-13 Hijriyah
Pada abad ke-11, abad ke-12, abad ke-13 hijriyah, kegiatan menyusun tafsir dan ilmu tafsir seolah-olah berhenti yaitu setelah wafatnya Imam Suyuthi pada tahun 911 Hijriyah. pada zaman setelah wafatnya As-Suyuthi, tafsir dan ilmu tafsir seolah-olah telah mencapai puncaknya dan berhenti, dengan berhentinya kegiatan ulama dalam mengembangkan tafsir dan ilmu tafsir. Keadaan itu berjalan sampai akhir abad ke-13.
Tetapi walaupun demikian ada juga beberapa ulam yang menyusun tafsir, seperti :
1.    Tafsir Al-Jamal, disusun oleh Sulaiman ibn ‘Umar As-Syafi’i, tafsir itu merupakan hasyiyah dari tafsir jalalain yang tafsirnya disebut Tafsir As-Shawi (1241 H). Selain merupakan hasyiyah tafsir jalalain, As-Shawi pun mengambil dari kitab-kitab Al-Futuhat, Al-Baidhawi, Abul Su’ud dan Al-Kasysyaf.
2.    Fathul Qadir, disusun oleh Imam Asy-syaukani (1250 H).
3.    Ruhul Ma’any, disusun oleh Al-Alusi (1270 H).
4.    Ruhul Bayan, disusun oleh Ismail Haqqy.
5.    At-Tafsirul Munir (Marah Labid), disusun oleh Muhammad Nawawi Al-Jawi.

Ø  Tafsir pada abad ke-14 Hijriyah
Diantaranya :
1.    Mahanisut Ta’wil, disusun oleh Jamaluddin Al-Qasami (1322 H)
2.    Fathul Bayan, disusun oleh Siddiq Hasan Khan (1307 H)
3.    Tafsir Thahir Al-Jazairi (1338 H)
4.    Tafsir Al-Manar (tafsir Muhammad Abduh), disusun oleh muridnya bernama Sayyid Muhmmad Rasid Ridha.
5.    Tafsir Al-Jawahir, disusun oleh Tanthawi Al-Jauahri
6.    Al-Futhat Ar-Rabbaniyah, disusun oleh Muhammad Abdul Aziz al-Hakim.
7.    Tafsir Al-Maraghi, disusun oleh Musthafa Al-Maraghi.
8.    Tafsir Al-Wadlih, disusun oleh Mahmud Hijazi.
9.    Tafsir Al-Hadis, disusun oleh Muhammad Izzah Darwazah.
10.     Tafsir Al-Quranul majid, disusun oleh Muhd. Izzah Darwajah.
11.     Tafsir Fi Dhilalil Qur’an, disusun oleh Sayyid Quthub.

Dalam pada itu, di Indonesia pun terbit nermacam-macam tafsir, seperti :
1.    Tafsir An-Nur, susunan Prof. T.M Hasby Ash-Shiddieqy.
2.    Tafsir Al-Azhar, susunan Prof. Dr. Hamka.
3.    Tafsir Al-Qur’anul Karim, susunan Prof. H. Mahmud Yunus.
4.    Tafsir Al-Furqon, susunan A. Hasan Badung.
5.    Tafsir Al-Quranul Karim, susunan Ustadz Abdul Halim Hasan dan Zainul Arifan Abbas.[7]





IV. Kesimpulan
            Pembukuan ( tadwin) tafsir terjadi pada masa akhir pemerintahan daulah Bani Umayyah atau pada masa permulaan pemerintahan daulat bani Abasiyyah. Pada periode ini tafsir memasuki beberapa tahap, masing-masing mempunyai metode dan ciri-ciri yang berbeda-beda. Banyak sekali tokoh-tokoh tafsir yang menghasilkan kitab tafsir dari periode  keperiode.
           
DAFTAR PUSTAKA
Iqbal , Mashuri Sirojuddin dan A. Fudhali, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Angkasa, 1987).
Mustaqim , Abdul, Epistemologi tafsir Kontemporer, ( Yogyakarta: Lkis Printing Cemerlang,       2012).
Musbikin , Imam, Mutiara Al Qur’an, ( Madiun: Jaya Star Nine, 2014).
Shalih, Shuhbi, MembahasIlmu-Ilmu al Qur’an, (Jakarta: Firdaus, 1990.



[1] Dr. Abdul Mustaqim, Epistemologi tafsir Kontemporer, ( Yogyakarta: Lkis Printing Cemerlang, 2012). Hal. 46.
[2] Drs. Mashuri Sirojuddin Iqbal dan Drs. A. Fudhali, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Angkasa, 1987), hal. 109.
[3] Op.cit.hal. 46.
[4] Imam Musbikin, Mutiara Al Qur’an, ( Madiun: Jaya Star Nine, 2014). Hal. 12. 
[5] Ibid.  hal. 13.
[6] Ibid. hal. 14.

[7] Drs. Mashuri Sirojuddin Iqbal dan Drs. A. Fudhali, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Angkasa, 1987), hal. 109-114

No comments:

Post a Comment