Sebagaimana yang kita ketahui bahwa masih ada sebagian umat
Islam yang berlaku zalim dengan melarang perempuan menikmati haknya dalam
memperdalam pengetahuan agama, berperan dalam dunia kerja, dan pergi ke
mesjid-mesjid untuk beribadah atau belajar, padahal itu semua diperbolehkan
oleh ajaran Islam. Di samping itu, perempuan juga memiliki hak. Diantara
hak-hak yang dimiliki oleh kaum perempuan menurut pandangan Islam adalah
sebagai berikut :
1.
Hak-hak perempuan dalam bidang politik
Didalam Al-Qur’an ada beberapa ayat yang dapat dijadikan dalil
bahwa perempuan memiliki peluang yang sama dengan laki-laki untuk berperan
dalam wilayah politik. Salah satu ayat yang sering kali dikemukakan oleh para
pemikir Islam dalam kaitan dengan hak-hak politik kaum perempuan adalah dalam
QS.At-Taubah : 71.
2.
Hak-hak perempuan dalam memilih pekerjaan
Perempuan dalam pandangan Islam mempunyai hak untuk bekerja
disegala bidang pekerjaan yang legal, sebagaimana laki-laki juga mempunyai hak
bekerja disegala bidang pekerjaan yang legal. Pekerjaan dan aktivitas yang
dilakukan oleh perempuan pada masa Nabi cukup beraneka ragam, sampai-sampai
mereka terlibat secara langsung dalam peperangan, bahu membahu dengan kaum
lelaki. Disamping itu para perempuan pada masa Nabi aktif dalam berbagai bidang
pekerjaan. Ada yang bekerja sebagai perias pengantin, ada juga yang menjadi
perawat atau bidan, dll.
3.
Hak dan kewajiban belajar
Islam memandang setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan
bertanggung jawab terhadap nilai keimanannya kepada Allah pada hari kemudian.
Apabila dalam masalah akidah, tidak diperkenankan adanya taklid buta. Karena
pencapaian nilai keimanan membutuhkan proses pemikiran dan perolehan ilmu untuk
memperluas cakrawala pemikiran dan pengetahuan, maka wanita sebagaimana pria
memerlukan pengembangan potensi rasionalitasnya dengan ilmu.
Refleksi Pemikiran Riffet Hasan
Pemikiran seseorang tidak bisa dilepaskan dari eksistensi
kehidupannya, semua manusia akan menangkap realitas berdasarkan perspektif
dirinya, latar belakang sosial dan psikologi individu yang mengetahui
tidak bias dilepaskan dalam proses berpikir yang kemudian melahirkan
formulasi-formulasi ide. Hal ini terkait dengan hal-hal sebagai berikut[1]:
1.
Problem Perempuan dalam Islam
Perbicangan tentang problem perempuan dalam Islam merupakan suatu
kesenjangan antara teoritis dan praksis, karena antara cita ideal dan realitas
empiris menjadi fenomena dominan dalam kehidupan perempuan.
Bentuk-bentuk pemasungan terhadap perempuan masih menjadi bagian
dari tradisi masyarakat Islam. Misalnya negara Pakistan (salah satu) Negara
Islam yang memperlakukan perempuan secara sewenang-wenang. Program islamisasi
yang dicanangkan pemerintah dimulai dengan upaya domestikasi perempuan, dengan
cara memaksa perempuan masuk kembali ke rumah, menutup seluruh tubuh mereka dan
mengekang mereka dengan peraturan-peraturan yang memberatkan.
Perlakuan yang demikian menurut Riffat menunjukkan kebencian
terhadap perempuan. Bahkan seakan-akan pemerintah tidak memiliki kemampuan
untuk memulai islamisasi. Sebab dibutuhkan waktu lama untuk merumuskan
konsep-konsep politik, negara atau ekonomi Islam secara solid, sehingga
jilbabisasi perempuan merupakan cara yang termudah untuk membedakan diri dari
negara-negara non-islam. Karena menurut Riffat, perintah berjilbab adalah agar
perempuan menjaga kesopanan.
Hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan yang benar untuk melakukan
domestikasi perempuan dan mengeluarkannya dari keterlibatan
di sector publik. Dalam hal tersebut perlu adanya dekonstruksi secara
holistik dan sistematis untuk mengurai lebih jauh tentang sebab perilaku tidak
adil dan penindasan terhadap perempuan. Karena sistem patriarki dalam sejarah
manusia sangat dominan, maka pembongkaran konsep dan implementasinya dapat
dilakukan melalui berbagai dimensi yaitu sosiologis kultural, psikologis,
antropologis dan teologis. Dalam konteks ini Riffat Hasan yang mengaku
pemikirannya sangat dipengatruhi tokoh neo-modernis (Fazlur Rahman) mencoba
mencermati melalui dimensi teologis.
2.
Dekonstruksi tradisi islam
Tradisi Islam yang perlu penataan ulang bahkan pembongkaran
pemahaman adalah didasarkan pada asumsi bahwa konstruksi teologi yang misoginis
yang disebabkan pengaruh budaya Arab pra Islam yang misoginis dan bias anti
perempuan yang diserap Islam dari tradisi agama Kristen dan Yahudi. Beberapa
hal yang terkait dengan pembahasan teologi feminis dalam tradisi Islam perlu
dipaparkan bahasan yang sistematis.
3.
Feminisme
Feminisme berasal dari kata latin femina yang
berarti memiliki sifat keperempuanan. Diawali oleh persepsi tentang ketimpangan
posisi perempuan dibandingkan laki-laki di masyarakat. Akibat persepsi ini,
timbul berbagai upaya untuk mengkaji penyebab ketimpangan tersebut untuk
mengeliminasi dan menemukan formula penyetaraan hak perempuan dan laki-laki
dalam segala bidang, sesuai dengan potensi mereka sebagai manusia.
Operasionalisasi upaya pembebasan kaum perempuan dari berbagai ketimpangan
perlakuan dalam segala aspek kehidupan disebut gerakan feminis. Sebagai
suatu gerakan, titik tolak pembahasan feminism harus mengacu pada definisi
operasional bukan dari definisi ideologis. Sehingga feminisme dilihat sebagai
suatu seruan beraksi atau suatu gerakan dan bukan sebagai fanatisme keyakinan.[2] Feminisme
sebagai suatu gerakan, memiliki dimensi sejarah panjang, dimulai pada abad
ke-14 disebutkan ada lima dasar preposisi feminisme pada abad ke-14 sampai abad
ke-18 yaitu :
a. Timbulnya
kesadaran beroposisi terhadap fitnah dan kekeliruan perlakuan terhadap
perempuan dalam bentuk oposisi dialektis terhadap praktik misogyny (kekejaman
kaum pria terhadap kaum perempuan)
b. Adanya
suatu keyakinan bahwa jenis kelamin bersifat kultural dan bukanbersifat
biologis
c. Adanya
suatu keyakinan bahwa kelompok sosial perempuan merupakan penajaman pendapat
kelompok sosial laki-laki tentang ketidak sempurnaan jenis kelamin tertentu
sebagai makhluk manusia
d. Adanya
suatu warisan sudut pandang dalam menerima sistem nilai yang berlaku dengan
cara mengekspos dan menentang prasangka serta pembatasan perbedaan jenis
kelamin berdasarkan perspektif kultur
e. Adanya
keinginan untuk menerima konsep manusia dan perikemanusiaan. Semua preposisi
tersebut dimaksudkan untuk memberi kemungkinan menjadi yang
terbaik untuk setiap anak manusia (termasuk perempuan) karena adanya
potensi diri yang memungkinkan hal tersebut dapat terjadi.
Oleh karena itu makna feminis di sini adalah mencai peluang kebebasan
perempuan untuk perempuan. Dengan demikian gerakan feminis pada saat pertama
kali dimulai tidak ada hubungannya dengan bias perlakuan terhadap laki-laki
karena perempuan hanya ingin memperhatikan dirinya sendiri dengan lebih baik.
Feminisme sebagai suatu gerakan, menurut Aida memiliki tujuan sebagai berikut :
a. Mencari
cara penataan ulang mengenai nilai-nilai di dunia dengan mengikuti kesamaan
gender (jenis kelamin) dalam konteks hubungan kemitraan universal dengan sesama
manusia
b. Menolak
setiap perbedaan antar manusia yang dibuat atas dasar perbedaan jenis kelamin
c. Menghapuskan
semua hak istimewa ataupun pembatasan-pembatasan tertentu atas dasar jenis
kelamin
d. Berjuang
untuk membentuk pengakuan kemanusiaan yang menyeluruh tentang laki-laki dan
perempuan sebagai dasar hukum dan peraturan tentang manusia dan kemanusiaan.
4.
Tranformasi sosial islam
Untuk memahami interpretasi terhadap ajaran agama sangat
dipengaruhi oleh background penafsirnya, artinya tafsir agama erat kaitannya
dengan aspek ekonomi, politik, kultural dan juga ideologi. Dari sinilah
diperlukan kajian kritis guna mengakhiri bias dan dominasi dalam penafsiran
agama. Suatu proses kolektif yang mengkombinasikan studi, investigasi,
analisissosial, pendidikan serta aksi untuk membahas isu perempuan.
Perubahan kacamata pandang yang digunakan dalam penafsiran
masalah-masalah sosial Islam diharapkan dapat memberikan semangat dan
kesempatan perlawanan kepada kaum perempuan guna mengembangkan tafsiran ajaran
agama yang tidak bias laki-laki. Usaha ini dimaksudkan untuk menciptakan
perimbangan dan perubahan radikal dengan menempatkan perempuan sebagai pusat
perubahan. Proses ini termasuk menciptakan kemungkinan bagi kaum perempuan
untuk membuat, mengontrol dan menggunakan pengetahuannya sendiri. Usaha seperti
yang tersebut di atas itulah yang memungkinkan tumbuhnya kesadaran kritis
menuju transformasi kaum perempuan. Gerakan transformasi ini mempercepat transformasi
social secara luas dan menyeluruh.
No comments:
Post a Comment