1.
Rasionalisme
Rasonalisme
adalah paham filsafat yang menekankan bahwa akal adalah alat untuk memperoleh
dan mengetes pengetahuan, dengan kata lain akal sebagai sumber dari
pengetahuan. Yang berarti mendahului atau lebih tinggi dan terlepas dari
persepsi-persepsi indera.[1] Berlatar
belakang seorang matematikus yang merupakan ilmu pasti dan sangat mengandalkan
akalnya, Cartesius berpendapat bahwa akal adalah sumber pengetahuan, bukan
bersumber pada doktrin-doktrin agama yang bersifat spekulatif, yang pada saat
itu merupakan paham yang paling berpengaruh.[2] Pada
masa itu lebih kita kenal dengan zaman skolastik.
Tujuan
Descartes adalah untuk mendapat kejelasan tentang segala sesuatu. Dan hal itu
hanya bisa dicapai menggunakan akal untuk menilai mana yang baik dan mana yang
buruk, bukan yang lainnya.[3]
Dalam
aliran rasionalisme pikiran bersifat pasti dan tidak seluruhnya ditentukan oleh
apa yang ada di luar akal. Karena apa yang ada di luar akal dapat
berubah-ubah. Seperti halnya pandangan Galilei tentang gerak benda pada ruang
kosong tidak terpengaruhi oleh berat benda. Pandangan itu jauh melampaui Aristoteles
dan itu bukan disebabkan oleh kualitas mata yang lebih baik atau kecepatan
benda itu yang berubah akan tetapi disebabkan pengetahuan yang berbeda.[4]
2.
Keraguan (Cogito)
Metode
ini adalah metode yangg ia gunakan untuk berfilsafat. Descartes memulai dengan
meragukan segala sesuatu yang dapat diragukan. Mula-mula ia meragukan segala
sesuatu yang dapat diindera. Ia meragukan badannya sendiri. Keraguan itu
menjadi mungkin karena adanya pengalaman mimpi, halusinasi, ilusi, dan
pengalaman roh halus.
Pada
langkah awal ia dapat meragukan semua yang dapat diindera. Dari semua yang
dapat diindera, ada sesuatu yang muncul. Yang selalu muncul itu adalah gerak,
jumlah, dan besaran (volume). Setelah ia mengujinya, iapun
dapat meragukannya.[5]
Hanya
ada satu yang tak bisa diragukan lagi. Tak seorangpun bahkan iblispun tak bisa
menipu kita. Apa itu ? yaitu: bahwa aku ragu-ragu (aku meragukan
segala sesuatu). Aku ragu-ragu atau aku berfikir, dan oleh karena
aku berfikir maka aku ada (cogito ergo sum).
Inilah
suatu pengetahuan langsung yang disebut kebenaran filsafat yang pertama (primum
philosophicum). Aku berada karena aku berfikir. Jadi aku ada adalah sesuatu
yang berfikir, suatu subtansi yang seluruh tabiat dan hakekatnya terdiri dari
pikiran dan yang untuk berada tidak memerlukan suatu tempat atau suatu bersifat
bendawi. Cogito (aku berfikir) adalah pasti, sebab cogito adalah
jelas dan terpilah-pilah. Ciri khas kebenaran yang dapat dipastikan adalah “jelas
dan terpilah-pilah”.[6]
3.
Ketuhanan
Dalam
pemikirannya tentang Tuhan, Descrates memulai dengan pertanyaan benarkah ada
Tuhan? Siapakah Tuhan yang ada itu?. Dari pertanyaan itu dia mulai mencari tahu
sendiri tanpa berpegang pada yang lain dan menjatuhkan pertanyaan itu padam
dirinya sendiri sehingga mendapatkan jawaban:
a. Waktu
saya merasa diri saya sendiriberada dalam kekurangan, saya merasa ada zat yang
benar-benar sempurna. Dan ketika itu juga saya mau tidak mau harus mengakui
bahwa perasaan itu ditanamkan oleh zat yang sempurna itu, yang tidak ada
kekurangan sedikitpun, dan zat itu adalah Tuhan.
b. Saya
tidak dapat menjadikan diri saya sendiri. Sebab jika saya menjadikan diri saya
sendiri, pastilah saya akan memberikan segala kesempurnaan pada diri saya.
Karena saya tidak bisa memberi kesempurnaan itu, maka itu adalah tanda bahwa
bukan saya yang menjadikan diri saya.[7]
Dari
penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan segala sesuatu yang sudah jelas dan
terang (terpilah-pilah) adalah benar pula. Hal ini sudah menjamin tentang
adanya Tuhan, sebab mustahil bahwa gambaran-gambaran yang jelas dan terang
benerang sebagaimana telah ditanamkan ke dalam jiwa kita oleh Tuhan (Tuhan
sendiri merupakan kebenarannya) adalah gambaran-gambaran yang tidak jelas. Jadi
adanya Tuhan itu merupakan suatu hal yang pasti.[8]
Kesimpulan
Rene
Descartes adalah filosof dari`Prancis. Ia adalah seorang filosof yang bercorak renaissance. Ia
juga dijuluki sebagai bapak filsafat modern dan juga filosof beraliran
rasionalisme.
Rasonalisme
adalah paham filsafat yang menekankan bahwa akal adalah alat untuk memperoleh
dan mengetes pengetahuan, dengan kata lain akal sebagai sumber dari
pengetahuan.
Inti
pemikiran Rene Descartes adalah aku ragu-ragu, atau aku berfikir, oleh karena
aku berfikir maka aku ada. Hal ini lebih terkenal ddengan metode cogito.
Descartes
menjamin tentang adanya Tuhan, sebab mustahil bahwa gambaran-gambaran yang
jelas dan terang benerang sebagaimana telah ditanamkan ke dalam jiwa kita oleh
Tuhan (Tuhan sendiri merupakan kebenarannya) adalah gambaran-gambaran yang tidak
jelas. Jadi keberadaan Tuhan itu hal yang pasti.
Mungkin
hanya ini makalah tentang Rene Descartes yang dapat kami persembahkan. Makalah
jauhlah dari kata sempurna. Karena kurangnya pengetahuan kami. Untuk itu kami
mohon kritik dan saran dari para pembaca.
[1] Tim
Penulis Rosda. 1995. Kamus Filsafat. Bandung: PT Remaja Rosda
Karya. Hlm.277-278
[2] Prof.
Dr. Ahmad Tafsir. 2003. Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja Rosda
Karya. Hlm.128
[3] Ibid. Hlm.129
[4] Drs.
M.A.W. Brouwer dan M. Puspa Heryadi, B. Ph. 1986. Sejarah Filsafat
Barat Modern dan Sezaman. Bandung: Alumni. hlm.53
[5] Prof.
Dr. Ahmad Tafsir. Op.Cit. hlm.129-131
[6] Harun
Hadiwijono. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta:
Kanisius. Hlm.21
[7] Dr.
Hamzah Ya’kub. 1984. Filsafat Ketuhanan. Bandung: Alma’arif. hlm.58
[8] Dr.
A. Epping O. F. M. Dkk. 1983. Filsafat Ensie. Bandung: Jemmars.
Hlm.210
No comments:
Post a Comment