Saturday, June 11, 2016

Makalah Ulumul Qur'an tentang Al Muhkam Wal Mutasyabih

I.                   Pendahuluan
Banyak ilmu yang diambil dari al-Qur’an, dan banyak persoalan yang timbul dari ilmu-ilmu tersebut, salah satu persoalan yang saat ini masih menjadi pembahasan yang menarik untuk ditelaah adalah kategorisasi muhkam mutasyabih dalam ulum al-Qur’an dan sangat penting untuk dikaji dan dipelajari untuk mengetahui kaidah-kaidah al-Qur’an. Sehingga tidak hanya bisa dalam membaca dan memahami maknanya saja. Akan tetapi juga mengetahui dan mengamalkan ilmu yang terkait didalamnya tersebut untuk dapat membedakan antara muhkam dan mutasyabih dan mengetahui faedah dalam mempelajari keduanya. Dan penulis akan memaparkanya dalam makalah ini.
II. Rumusan Masalah

1.      Apa ilmu ma’rifat al ahkam wal mutasyabih  itu?
2.      Apa Pengertian muhkam mutasyabih secara umum?
3.      Apa Pengertian muhkam mutasyabih secara khusus?
4.       Apa Definisi muhkam mutasyabih menurut para ulama?
5.      Apa Dasar-dasar ketentuan muhkam mutasyabih?
6.      Bagaimana cara mengetahui ayat mutasyabihat?
7.      Apa hikmah mengetahui muhhkam mutasyabihat?
III. Pembahasan

A.    Ilmu Ma’rifat al Ahkam wal Mutasyabih
Ilmu ma’rifat al ahkam wal mutasyabih ialah ilmu yang menyatakan ayat-ayat yang dipandang muhkam dan ayat-ayat yang dipandang mustasyabih.[1]
B.     Pengertian Muhkam Mutasyabih Secara Umum
Secara bahasa Muhkam berasal dari kata-kata, “Hakamtu  dabbah wa ahkamtu,”  artinya saya menahan binatang itu. Kata al Hukm berarti memutuskan dua hal atau perkara. Maka, Hakim adalah orang yang mencegah kedzaliman dan memisahkan antara dua pihak yang bersengketa, serta memisahkan antara yang haq dan yang bathil, dan antara kejujuran dan kebohongan. Dari pengertian inilah lahir kata Hikmah, karena ia dapat mencegah sesuatu yang buruk atau tidak pantas. Sedangkan kata Muhkam sendiri berarti yang dikuatkan atau yang dikokohkan.
            Secara istilah al Muhkam berarti mengokohkan perkataan dengan memisahkan berita yang benar dari yang salah, dan urusan yang lurus dari yang sesat. Jadi Kalam Muhkam adalah perkataan yang seperti itu sifatnya. Allah menegaskan dalam QS Hud ayat 1;
الَر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِن لَّدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ
“Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci , yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.”
Dengan adanya ayat diatas, maka bisa dikatakan bahwa “Al-Qur’an itu seuruhnya Muhkam,” maksudnya yaitu seluruh kata-katanya kokoh, fasih, dan terperinci. Sehingga yang haq itu jelas dan yang bathil itu jelas.
Mutasyabih secara bahasa berarti Tasyabuh,  yakni bila satu dari dua hal serupa dengan hal yang lain. Dan Syubhah, ialah keadaan dimana salah satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan diantara keduanya secara konkrit maupun abstrak. Allah berfirman QS al Baqarah ayat 25;
وَأُتُواْ بِهِ مُتَشَابِهاً
“Mereka diberi buah-buahan yang serupa.”
Maksudnya, sebagian buah-buahan surga itu serupa dengan sebagian yang lain. Karena adnya kemiripan dalam hal warna, tidak dalm hal ras dan hakikat. Dikatakan pula Mutasyabih adalah mutammasil (menyerupai dalam perkataan dan keindahan). Jadi, tasyabuh al-Kalam adalah kesamaan dan kesesuaian perkataan, karena sebagian membenarkan sebagan yang lain serta sesuai pula maknanya. Inilah yang dimaksud muhkam mutasyabih secara umum.
C.     Pengertian Muhkam Mutasyabih Secara Khusus
Dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang muhkam dam mutasyabih yang dimaknai secara khusus, sebagaimana dalam firman Allah QS. Ali Imran ayat 7;
هُوَ الَّذِيَ أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ في قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاء الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاء تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلاَّ اللّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا
Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat , itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mu-tasyaabihaat . Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami”.
Khusus dalam definisi muhkam dan mutasyabih, terjadi banyak perbedaan pendapat. Yang terpenting diantaranya sebagai berikut:
1.      Muhkam adalah ayat yang diketahui maksudnya, sedangkan mutasyabih hanyalah diketahui maksudnya oleh Allah sendiri.
2.      Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung, sedangkan mutasyabih memerlukan penjelasan yang merujuk pada ayat-ayat yang lain.
3.      Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat segera diketahui dengan jelas tanpa penakwilan, sedangkan mutasyabihat memerlukan penakwilan untuk mengetahui maksudnya yang masih samar.
4.      Muhkam adalah ayat yang berbicara tentang kefarduan, ancaman, dan janji, sedangkan mutasyabih berbicara tentang kisah-kisah dan perumpamaan.
Para ulama memberikan ayat-ayat muhkam dalam al-Qur’an dengan ayat-ayat nasikh, tentang halal, haram, hudud, kewajiban, janji dan ancaman. Sementara untuk ayat-ayat mutasyabihat mereka mencontohkan dengan ayat-ayat mansukh tentang asma Allah, sifat dan af’alnya, antara lain:
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas 'Arsy.”
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ
“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.”
يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ
“Tangan Allah di atas tangan mereka.”
Dan masih banyak lagi ayat yang lainnya. Termasuk di dalamnya permulaan beberapa surat yang di mulai dengan huruf-huruf hijaiyah dan hakikat hari kemudian serta pengetahuan tentang hari kiamat (ilmu as-sa’ah).[2]
D.    Definisi Para Ahli tentang Muhkam Mutasyabih
Para ulama juga berbeda pendapat dalam mendefinisikan ayat-ayat muhkamat dan muatsayabihat. Nmun demikian, perbedaan mereka tidak begitu prinsipil, karena umumnya berbeda dalam tekanannya:
Pertama, muhkam ialah ayat yang maksudnya dapat diketahui baik secara nyata atau takwil, sedangakn mutasyabih ialah ayat hanya diketahui oleh Allah SWT seperti kiamat, munculnya Dajjal dan sebagainya.
Kedua, muhkam ialah ayat yang jelas maknanya, dan mutasyabih ialah ayat yang tidak jelas maknanya.
Ketiga, muhkam ialah ayat yang hanya mengandung satu penakwilan, sedangkan mutasyabih ialah yang mengandung beberapa kemungkinan penakwilan.
Keempat, muhkam ialah ayat yang berdiri sendiri, sedangkan mutasyabih ialah ayat yang tak sempurna pemahamannya kecuali dengan merujuk ayat lain.
Kelima, muhkam ialah ayat yang tidak dihapuskan, sedangkan mutasyabih ialah ayat yang sudah dihapuskan. Ini pendapat dari Adh-dhahak.
Keenam, muhkam ialah yang mudah dipahami baik eksplisit maupun implisit, sedangkan mutasyabih ada dua macam. 1) Hanya diketahui oleh Allah saja seperti penciptaan Adam AS. Dan 2) Asas prinsipnya muhkamat, tetapi penjabarannya seperti ayat-ayat tentang sainsteks, asas-asas sosial, negara dan lain-lain.[3]



E.     Dasar-dasar Ketentuan Muhkam Mutasyabih
Ada beberapa hujjah yang menjadi rujukan pengelompokan ayat-ayat al-ur’an ke dalam ayat muhkamat dan mutasyabihat, antara lain:
Pertama: firman Allah dalam QS. Ali Imron ayat 7
هُوَ الَّذِيَ أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ
“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat , itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat.”
Kedua, hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Mardawaih. Yang artinya; “sesungguhnya al Qur’an tidak diturunkan agar sebagian mendustakan sebagian yang yang lain; apa yang kamu ketahui darinya maka kerjakanlah dan yang mutsayabih hendaklah kamu imani.”
Ketiga, hadis yang dikeluarkan oleh Imam al Hakim. Yang artinya; “adalah kitab terdahulu diturunkan dari satu pintu dan dalam satu huruf, tetapi al Qur’an diturunkan dari tujuh pintu dan tujuhhuruf, perintah, haram, muhkam, mutasyabih dan amtsal, maka halalkan apa yang dihalalkan, haramkanlah apa yang diharamkan, lakukan apa yang diperintahkan, jauhilah apa yang dilarang. Ambilah pelajaran dari mutasyabihnya dan ucapkanlah: kami mengimaninya, semua datang dari Rabb kami.”
Keempat, Atsar yang dikeluarkan oleh Imam ad Darimi. Yang artinya; “Dari Umar bin Khattab ra berkata: Akan datang kepada kalian orang-orang yang mendebat kalian dengan ayat-ayat mutasyabihat yang ada dalam al Qur’an, maka bawalah mereka kepada sunnah, karena ahlisunnah itu lebih mengetahui tentang kitab Allah SWT.”[4]
                                 
F.      Cara Mengetahui Mutasyabihat
Dalam masalah ini, para ahli tafsir juga terbagi beberapa pendapat, antara lain:
            Pertama, Jumhur ulama berpendapat bahwa ayat mutasyabihat itu tidak ada yang mengetahui kecualiAllah SWT. Mereka mengharuskan wakaf pada ayat: وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلاَّ اللّهُ  kemudian Ibtida’ pada lafadz:  وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ.
            Kedua, Abu Hasan Asy’ari berpendapat bahwa wakaf hendaklah pada وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ. Jadi pengertiannya bahwa orang-orang yang rasakh ilmunya itu mengetahui juga takwil mutasyabihat. Pendapat ini juga telah dijelaskan oleh Abu Ihak Asyirozi dan didukungnya. Sebagian ahli menyatakan, bahwa di dalam al-Qur’an tidak ada sesuatu yang tidak dapat dipahami maknanya, sebab kalau begitu berarti al-Qur’an keluar dari fungsinya sebagai بَيَانٌ لِّلنَّاسِ, atau penjelasan bagi umat manusia.
Ketiga, ar-Raghib al-Asyfahani berpendapat dengan metode menghindarkan ifrat dan tafrit. Beliau membagi menjadi mutassyabih dari segi kemungkinan mengetahui maknanya kepada tiga bagian: 1) Tidak ada jalan untyuk mengetahuinya seperti terjadinya kiamat, keluarnya binatang dari bumi dan lain sebagainya. 2) Manusia dapat menemukan cara untuk mengetahuinya seperti lafal-lafal yang ganjil dan hukum-hukum yang rumit. 3) Hanya diketahui oleh orang-orang yang rasikh ilmunya, seperti Ibnu Abbas yang oleh Nabi di do’akan dengan: اللهم فقه في الدين وعلمه التأويل.
G.    Hikmah mengetahui Mutasyabihat
Para Ulama menyebutkan hikmah adanya ayat-ayat mutasyabihat, antara lain:
Pertama, untuk menambah pahala, karena dengan adanya ayat mutasyabihat mengharuskan tambahan daya dan upaya dalam mengungkap maksudnya.
Kedua, kalau tidak ada ayat mutasyabih, tentu umat islam hanya ada dalam satu madzhab. Tetapi dengan adanya ayat mutasyabihat dan muhkamat, maka masing-masing penganut madzhab akan mendapat dalai yang menguatkan pendapatnya. Dengan usaha terus menerus menggali seperti itu.
Ketiga, supaya tumbuh berkembang ilmu-ilmu baru. Dengan adanya ayat mutasyabihat, dengan metode tafsir dan tarjih antara satu dengan lainya. Oleh karena itu lalu tumbuh ilu bahasa, gramatika, ma’ani, bayan, ushul fiqih dan sebagainya.
Keempat, supaya terpenuhi kebutuhan segala lapisan objek dakwah. Dari kalangan awam, tidak bisa memahami sifat-sifat Allah yang tidak bertubuh, tidak bertempat, tidak begini-begitu dan sebagainya. Maka ayat-ayat mutasyabihat menjelaskan sifat-sifat Allah dengan madzhar ibady seperti kata-kata bertangan, berseayam, bermata dan lain-lain, untuk mendekatkan pendekatan orang-orang awam. Sebab bagi orang awam, penjelasan sifat Allah dengan madzhar hakiki sangat sulit dipahami.[5]

II.                Simpulan

Dari pembahasan diatas dapat kami simpulkan bahwa pertama, ilmu ma’rifat al ahkam wal mutasyabih ialah ilmu yang menyatakan ayat-ayat yang dipandang muhkam dan ayat-ayat yang dipandang mutasyabih. Kedua, istilah al muhkam berarti mengkokohkan perkataan dengan memisahkan berita yang benar dari yang salah, dan urusan yang lurus dari yang sesat. Ketiga, istilah Syubhah, ialah keadaan dimana salah satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan diantara keduanya secara konrit maupun abstrak. Sedangkan hikmah mempelajarinya diantaranya : pertama, untuk menambah pahala, karena adanya ayat mutasyabihat mengharuskan tambahan daya dan upaya dalam mengungkap maksudnya.
Kedua, kalau tidak ada ayat mutasyabih, tentu umat islam hanya ada dalam satu madzhab. Tetapi dengan adanya ayat mutasyabihat dan mukamat, maka masing-masing penganut madzhab akan mendapat dalil yang menguatkan pendapatnya. Dengan usaha terus-menerus menggali seperti itu.
Ketiga, supaya tumbuh berkembang ilmu-ilmu baru. Dengan adanya ayat mutasyabihat, dengan metode tafsir dan tarjih antara satu dengan lainya. Olehnya karena itu lalu tumbuh ilu bahasa, gramatika, ma’ani, bayan, ushul fiqh dan sebagainya.




                                    Daftar Pustaka


Al-Qathan Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Terj. H. Aunur Rafiq El-Majni: Pustaka Al-Kautsar Jakarta Timur, 2006
Anwar Rosihon, Ulum Al-Qur’an, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2013.
Hamzah Muchotob, Studi Al-Qur’an Komprehensif: Gema media, Yogyakarta, 2003.



[1] Muchotob Hamzah, Studi Al Qur’an Komprehensif, Gema Media, Yogyakarta, 2003, hlm., 151.
[2] Manna al-Qathan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Terj. H. Aunur Rafiq El-Mazni, Pustaka Al-Kautsar Jakarta Timur, 2006, hlm. 264-267.
[3] Muchotob Hamzah, Studi Al-Qur’an Komprehensif,  Gama Media, Yogyakarta, 2003, hlm. 154-155.
[4] Muchotob Hamzah, Studi Al Qur’an Komprehensif, Gema Media, Yogyakarta, 2003, hlm., 152-153.
[5] Muchotob Hamzah, Studi Al-Qur’an Komprehensif,  Gama Media, Yogyakarta, 2003, hlm. 155-158

No comments:

Post a Comment